04 September 2025
16:35 WIB
Abalone, Kerang Dengan Beragam Nutrisi
Gunungkidul punya potensi besar untuk mengembangkan budidaya kerang abalone yang mengandung beragam nutrisi. Pasalnya, dari 7 spesies yang ada di Indonesia, empat di antaranya ada di laut Gunungkidul.
Editor: Satrio Wicaksono
Cangkang abalone yang ada di Indonesia. Foto: laman brin.go.id.
JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti potensi sumber daya laut di kawasan pesisir Gunungkidul, salah satunya kerang abalone (Haliotis spp.). Dari tujuh spesies abalone yang tersebar di Indonesia, empat di antaranya ditemukan di laut Gunungkidul, yaitu Haliotis asinina, Haliotis squamata, Haliotis varia, dan Haliotis ovina.
"Garis pantai yang panjang menawarkan ekologi yang bagus dalam mendukung pertumbuhan abalone," kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN, Dwi Eny Djoko Setyono, dilansir laman brin.go.id.
Terkait analisa kandungan gizi, Djoko menjelaskan, dalam 100 gram daging kerang abalone terkandung sekitar 20 gram protein. Menjadikan abalone sumber protein tinggi yang baik untuk kesehatan.
Abalone kaya omega 3 dan 6 yang baik untuk jantung, serta mineral lengkap seperti kalsium, fosfor, dan zat besi yang mendukung kekuatan tulang. Selain itu, kandungan lemak abalon sangat rendah, hanya 0,1 gram dan hampir tanpa kolesterol.
"Daging abalone mengandung vitamin A, B12, dan E, yang dapat mendukung kesehatan mata, saraf, dan kulit. Vitamin E yang tinggi berkontribusi pada kesehatan kulit dan perlindungan terhadap radikal bebas. Sementara seng meningkatkan antibodi tubuh," paparnya.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, Djoko menuturkan isi perut abalone mengandung enzim bermanfaat, dan lendirnya memiliki sifat anti-peradangan dan anti-pembengkakan. Kandung ini membuka peluang pengembangan obat-obatan inovatif dan produk kosmetik anti-aging.
"Karena itu, abalone bernilai aset strategis untuk sektor pangan, kesehatan, dan industri kreatif karena bernilai ekonomi tinggi dan kandungan gizi luar biasa," ucap Djoko.
Meskipun potensial, budi daya abalone di Gunungkidul menghadapi tantangan signifikan. Gelombang laut yang cukup tinggi khas pesisir selatan Pulau Jawa menyulitkan pencarian lokasi budi daya yang aman.
"Saat ini, nelayan hanya bisa menangkap abalone saat air laut surut panjang, yaitu saat purnama dan bulan gelap. Sehingga, pasokan abalon sebagai bahan kuliner di Gunungkidul tidak konsisten,” jelasnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, Djoko mengusulkan solusi berbasis keberlanjutan.
"Kita perlu menebarkan benih sebanyak mungkin melalui restocking. Lalu, mengatur regulasi agar nelayan hanya menangkap abalone yang ukuran panjang cangkangnya lebih dari 5 sentimeter. Karena pada ukuran tersebut, abalone sudah bertelur dan berkontribusi terhadap proses regenerasi populasi di alam,” tegasnya.
Melalui budi daya terkontrol, restocking benih, dan regulasi penangkapan, Djoko berharap abalone mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sekaligus, melestarikan ekosistem laut Gunungkidul.