26 Februari 2021
17:45 WIB
JAKARTA-Siapa dari Anda yang membaca berita ini berkacamata? Semoga Anda selalu sehat ya di masa pandemi ini. Anda yang berkacamata, menurut riset yang dilakukan di negara India oleh kelompok medis, beresiko lebih sedikit terpapar covid.
Sederhana penyebabnya, bahwa pemakai kacamata lebih jarang mengucek mata, juga meraba wajah, dan mengusap hidung. Tindakan-tindakan itu sendiri diyakini sebagai alur masuknya virus corona baru ke tubuh individu.
Riset ini meneliti 304 warga, yang rinciannya 223 laki-laki dan 81 perempuan. Mereka yang diteliti adalah pasien di rumah-rumah sakit di bagian utara India. Pasien-pasien ini berumur antara 10 hingga 80 tahun. Mereka semua diketahui mengaku punya indikasi terpapar covid-19. Dari semua responden, 19%-nya mengaku selalu mengenakan kacamata seharian.
"Menyentuh dan mengucek mata dengan tangan yang terkontaminasi adalah cara infeksi paling mudah dan cepat," papar peneliti dari medRXiv, yang dikutip dari lamannya, Jumat (26/2).
Tim peneliti ini menemui, ada signifikan perbedaan mereka yang berkacamata dengan yang tidak. Mereka yang sudah lama berkacamata, biasanya jarang sekali menyentuh matanya. Kebiasaan manusia memang berbeda-beda dalam menyentuh bagian wajah, juga mata. Tapi, dari semua pasien, didapat bahwa rata-rata mereka menyentuh wajah 23 kali setiap jamnya. Dan, biasanya setiap jam, individu menyentuh atau mengucek mata tiga kali.
Dirincikan, dari riset ini ada 58 pasien yang memakai kacamata sejak lama. Mereka juga kebanyakan bekerja di luar ruangan. Dari riset ini ditemukan, bahwa tingkat risiko keterpaparan yang menggunakan kacamata ada di angka 0.48 . Sedang individu tak berkacamata punya nilai risiko 1.35 . Dari ini terlihat, efektifnya perlindungan kacamata, cukup tinggi.

Covid Dan Hipertensi
Sementara, di dalam negeri, President of Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dokter spesialis penyakit dalam Tunggul D. Situmorang, menyoroti pasien hipertensi yang terinfeksi covid-19. Mereka diserukan, untuk tidak perlu khawatir untuk terus melanjutkan konsumsi obat-obatan yang bertujuan mengelola penyakit darah tinggi.
“Penggunaan obat-obatan anti hipertensi pada masa covid-19 oleh asosiasi profesi terkait hipertensi di seluruh dunia menekankan bahwa pada pasien-pasien hipertensi yang terkena covid-19, maka obat anti hipertensi yang digunakan sebelumnya harus dilanjutkan," jelas Tunggul dalam sebuah webinar menyoal hipertensi sebagai komorbid tertinggi covid-19”, Jumat.
Dia menegaskan, hingga saat ini data yang ditemukan menghasilkan kesimpulan bahwa pemberian obat anti hipertensi pada pasien yang terkena covid-19 memang harus dilanjutkan, bukan dihentikan. Penyakit hipertensi memperburuk perjalanan covid-19 sehingga pasien perlu waspada dalam menghadapinya.
Di Tanah Air, ada lebih 63 juta warga mengidap hipertensi atau darah tinggi. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, dikutip dari Antara, mencatat jumlah warga dalam prosentase adalah sebesar 34,1 persen penduduk Indonesia. Dari populasi hipertensi tersebut, hanya sebesar 8,8 persen terdiagnosis hipertensi dan hanya 54,4 persen dari yang terdiagnosis hipertensi rutin minum obat.
“Data terkini menyebutkan bahwa hipertensi merupakan komorbid tertingi COVID-19, di dunia termasuk di Indonesia, dengan perbandingan di AS sebanyak 56,6 persen, China 58,3 persen, Italia 49 persen serta Indonesia 50,5 persen.”
Hipertensi adalah penyebab kematian nomor tiga di Indonesia. Banyak pengidap hipertensi yang tidak mengalami gejala apa pun, alasan mengapa darah tinggi dijuluki "pembunuh senyap".
Di tengah keterbatasan ruang gerak saat pandemi, Tunggul mengajak masyarakat untuk memanfaatkan teknologi layanan kesehatan secara daring dalam berkonsultasi secara rutin dengan dokter. Selain itu, penting untuk rutin mengukur sendiri tekanan darah di rumah secara mandiri.
Diserukannya, sebaiknya masyarakat untuk mulai mengukur tekanan darah setelah beranjak dewasa, yakni usia 18 tahun, untuk mendeteksi dini apakah individu memiliki hipertensi.(Rikando Somba)