21 Oktober 2020
21:00 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Isak tangis dan tawa anak kecil, riuh bersahutan dari balik tembok satu hunian megah di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Suara-suara itu berasal dari 11 bayi yang diasuh Monica Armi Soraya bersama suaminya, Hariyanto Dunant. Mereka dipungut dari keluarga-keluarga tak mampu sejumlah daerah, lalu hidup satu atap dengan pasangan tersebut.
Umur masing-masingnya tak terpaut jauh. Ada yang baru beberapa minggu, sampai enam bulan. Semua terlahir semasa wabah covid-19 merebaki Indonesia, dari Februari hingga awal Oktober 2020.
"Jumlah ini mungkin masih bisa bertambah," kata Monica saat berbincang dengan Validnews.
Tak ada kerepotan berarti yang dialami Monica. Latar ekonominya yang tergolong kaya, sangat mampu untuk memberi perawatan terbaik bagi semua bayi. Sejumlah asisten telah disiagakan untuk membantu sewaktu-waktu. Rumah seluas 2.500 meter persegi yang didiaminya juga lebih dari cukup untuk menampung.
Empat anak kandung Monica yang sudah berusia sekolah pun berbesar hati menerima kehadiran adik-adik angkat mereka.
Keputusan Monica untuk mengadopsi, bermula dari peristiwa memilukan pada suatu sore, pangkal tahun 2020. Ketika itu dia hendak pulang ke rumah, usai menghadiri serangkaian kegiatan. Dari balik kaca mobil, disaksikannya keriuhan warga mengitari onggokan sampah tepi jalan. Sedemikian ramai sehingga melambatkan lalu lintas. Ada apa?
Sebab penasaran, Monica menghentikan kendaraan. Dia turun, lantas mendekat kerumunan. Namun yang didapatinya sungguh membuat tercekat. Monica melihat sesosok jasad bayi terbalut kain, tergeletak di antara serpih kotoran berkerubung lalat. Tubuh mungilnya yang memerah, terkulai lemah dalam kantong plastik.
Tak jelas asal bayi itu. Beberapa warga menerka, anak malang itu adalah hasil hubungan gelap. Ada pula yang menyangka, dia diempas oleh keluarga yang terhimpit ekonomi.
Di tengah kasak-kasuk dugaan, Monica masih terguncang. Pemandangan tersebut terbilang baru baginya. Dia memang pernah membaca berita mengenai bayi-bayi terbuang. Namun menghadapi langsung? Baru sekali itu. Darahnya mendidih. Geram bercampur marah.
Sesampai rumah, perasaan Monica sulit ditenangkan. Bayang kemirisan nasib bayi tadi masih mendiami benaknya. Pertanyaan lantas menyeruak, adakah sesuatu yang bisa dilakukan untuk menolong lainnya?
Kejadian tersebut lantas diceritakan kepada suaminya. Sekaligus, saat itu pula, Monica mengutarakan maksud untuk mengasuh bayi-bayi terlantar. Bukan atas alasan iba semata. Dia juga ingin mewujudkan amanat orang tuanya.
“Selalu berbuat baik pada semua orang pada setiap waktumu,” ucap Monica mengingat pesan ayahnya.
Ternyata, niat itu disambut baik Hariyanto Dunant. Tak ada penolakan.
"Dia hanya berpesan yang penting saya bisa mencurahkan rasa cinta dan kasih sayang dengan adil. Harus sama baik ke anak kandung maupun ke bayi-bayi. Karena mereka semua kan titipan Allah. Jangan hanya karena senang melihat bayi lucu, tapi harus bertanggung jawab juga atas masa depan bayi-bayi ini," tutur Monica menirukan ujaran suaminya.
Sudah sekian lama Monica melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial. Bahkan, sebuah yayasan yang memusatkan kepedulian pada pengentasan kemiskinan bernama Bidadari Indonesia, telah dibentuknya sejak 2018. Maka tidak sulit baginya untuk memulai gerakan pengasuhan untuk bayi-bayi terlantar.
Tebar Jala
Suatu hari pada bulan Februari 2020, sebuah pesan WhatsApp masuk ke telepon genggam Monica. Meski jati diri pengirim tidak jelas, Monica tertarik dengan isinya. Dia segera menelepon balik pemilik nomor yang kemudian diketahui tinggal di luar Jakarta.
Di seberang, suara seorang perempuan menjawab panggilan Monica. Dengan nada patah arang, dia mengungkapkan hendak menggugurkan janin dalam kandungannya yang sudah berusia tujuh bulan. Alasannya, kesulitan ekonomi.
Monica terkejut. Serta merta, dicegahnya maksud si ibu. Lalu dia menawarkan diri, bakal menanggung biaya kelahiran, sekaligus bersedia merawat jabang bayi setelah lahir.
Tak berselang lama, Monica mengirim sejumlah uang kepada si Ibu. Tak ada kecurigaan sedikit pun, meski dia berpeluang ditipu.
Hari-hari berikutnya, komunikasi ternyata tak putus. Keduanya bertukar kabar. Uang yang dikirimkan telah dipakai untuk biaya pemeriksaan kandungan ke dokter. Bukti pembayaran dikirimkan si ibu melalui WhatsApp. Monica bersyukur, bantuannya mengalir untuk orang yang bertanggung jawab.
Hingga tiba masa yang dinanti, Si Ibu diboyong ke Jakarta untuk menjalani persalinan. Seorang bayi perempuan lahir. Serah terima adopsi pun dilakukan. Monica lantas memberinya nama, Bianca.
Meski izin dari suami sudah didapat, Monica merasa perlu kembali meyakinkan kembali permohonannya. Termasuk meminta persetujuan empat anak kandungnya. Semua tak keberatan, kecuali anak perempuannya, Vallery.
"Selama ini, Vallery berpikir kalau dia satu-satunya perempuan di keluarga ini. Kemunculan Bianca, membuat dia bukan menjadi satu-satunya lagi perempuan di rumah,” tutur Monica.
Butuh waktu yang cukup panjang, sampai Vallery benar-benar menerima. Setelah mengetahui utuh latar belakang adik angkatnya, baru dia mau mengakrabi.
Kini, Bianca tak sendirian. Sudah ada 10 bayi lain yang menemaninya.
Masing-masing anggota keluarga Monica kerap bergantian mengajak mereka bermain. Apalagi saat pandemi. Keempat anak kandung Monica bisa turut mengasuh sembari menjalani pelajaran jarak jauh.
Seiring waktu, kisah Monica mengadopsi bayi, diketahui khalayak.
Pesan daring dari orang berbagai penjuru berdatangan, meminta Monica mengadopsi. Rata-rata berlatar belakang sama. Yakni, rumah tangga dengan ekonomi terjepit.
Ada pula yang terang-terangan mengatakan, tak sanggup mengurus karena ayah si bayi enggan bertanggung jawab. Terdapat juga permintaan dari perempuan di bawah umur, yang bingung menghadapi kehamilannya. Menggugurkan tak berani, meneruskan merawat pun tiada biaya.
"Tapi saya pribadi tidak pernah mempermasalahkan latar belakang bayi-bayi itu. Buat saya dan suami yang penting bagaimana mengurus anak-anak ini nanti," kata Monica.

Pemenuhan kebutuhan untuk 11 bayi itu sama persis dengan perlakukan Monica pada anak-anak kandungnya saat masih kecil. Dari soal pakaian, asupan gizi, hingga pengasuh. Masing-masing, ditangani satu babysitter.
Bahkan, Monica dan suami telah menyediakan asuransi pendidikan dan kesehatan sejak mereka berusia sebulan. Termasuk menyiapkan sejumlah bidang usaha untuk dikelola anak-anak itu, kelak jika sudah dewasa. Dengan begitu, dia berharap, si anak bisa turut membantu perekonomian keluarga kandungnya. Juga membantu orang lain yang membutuhkan.
"Itu rencana kami ke depan, mohon doanya yah," pinta Monica.
Kasih yang Meluas
Satu waktu, Monica didatangi pasangan yang sudah 15 tahun menikah, namun belum dikaruniai anak. Keduanya hendak mengadopsi anak asuhan Monica.
Permintaan tersebut tak langsung dikabulkan. Monica menyelidiki dahulu, latar belakang keluarga tersebut. Demi memastikan, mereka benar-benar mampu mengalirkan kasih sayang yang layak.
Monica juga meminta izin kepada ibu kandung si anak. Sebab bagaimana pun, Monica lah yang dipercaya mengasuh, bukan orang lain. Ibu kandung mesti memberi restu dulu, sebelum si anak berganti orang tua angkat.
Lewat media sosial, seperti Instagram dan YouTube, Monica mengunggah kegiatan anak-anak asuhnya. Jadi, ibu kandung mereka bisa memantau melalui layar handphone.
"Hubungan saya dengan kesebelas ibu itu sangat baik. Jadi hampir setiap hari, saya mengirim foto-foto anaknya ke mereka. Dan mereka juga tanya anaknya bagaimana? Jadi kalau orang tuanya tiba-tiba kangen, mereka minta foto saya kasih. Jadi, tidak ada yang ditutup, diblok," terang Monica.
Sempat terbesit tanya di benak Monica, bagaimana jika nanti orang tua kandung itu tiba-tiba meminta kembali anak-anaknya? Monica memilih untuk menyerahkan keputusan kepada si anak.
"Saya juga sempat diskusi dengan suami dan anak-anak saya terkait hal ini. Karena dari mereka bayi sampai besar mereka tinggal dengan saya dan mendapatkan fasilitas yang sama dengan anak-anak saya. Maka, saya akan melihat dulu bagaimana kondisi ekonomi keluarganya. Tapi itu semua akan saya kembalikan ke anak-anaknya," urainya.
Kemungkinan itu selalu terbuka. Dan bagi Monica, itu risiko yang tak bisa ditampik dari kegiatan sosialnya.
“Saya cuma bantu membiayai anak itu. Jadi banyak juga bayi-bayi di luar sana yang tetap diurus oleh ibunya tapi saya bantu biayai setiap bulannya. Selain yang ada di rumah,” kata Monica.
Tak ada pamrih apa pun yang diharapkannya. Dia sadar betul, ada hak orang lain dalam rezeki yang dimilikinya. Atas dasar itu, dia pun mengajak siapa pun untuk peduli dengan kondisi sosial sekitar. Dia yakin, jika setiap orang bahu membahu, kemiskinan bisa diberantas. Sehingga kelak, tiada lagi orang tua yang tega membuang anak hanya karena permasalahan ekonomi. (Restu Fadilah)