c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

18 Januari 2020

14:15 WIB

Parosmia, Masalah Penciuman Setelah Pasien Covid-19 Sembuh

Halusinasi peciuman bau-bauan yang tidak sedap

Parosmia, Masalah Penciuman Setelah Pasien Covid-19 Sembuh
Parosmia, Masalah Penciuman Setelah Pasien Covid-19 Sembuh
Ilustrasi masker covid-19. Pixabay/dok

JAKARTA – Kehilangan kemampuan penciuman atau anosmia, yang kemudian dibarengi dengan hilangnya kemampuan indra perasa, merupakan salah satu gejala khas dari penderita covid-19.

Namun, belakangan ini muncul gejala baru yang dialami oleh para pasien yang disebut parosmia. Yakni mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti bau amis ikan atau bau belerang.

Dilansir dari Hellosehat, parosmia terjadi pada pasien yang mengalami gejala jangka panjang atau long covid-19, setelah sembuh dari infeksi. Long covid-19 sendiri merupakan kondisi dimana membuat pasien tetap merasa bergejala, meski sebenarnya telah dinyatakan sembuh.

Biasanya, gejala long covid-19 berupa mudah lelah, nyeri dada, sesak napas, brain fog atau masalah ingatan dan konsentrasi, masalah penglihatan, ada juga yang mengalami kerontokan rambut parah. Sementara untuk parosmia ini belum lama dilaporkan sebagai salah satu dampak jangka panjang covid-19 yang tidak biasa. 

"Gejala ini sangat unik dan sangat aneh. Ada yang mengatakan mencium bau amis, ada yang mencium bau hangus padahal tidak ada asap atau apapun yang terbakar," ujar ahli beda THT, Prof. Nirmal Kumar. 

Prof. Kumar merupakan salah satu spesialis pertama yang meneliti mengapa pasien covid-19 mengalami gejala anosmia pada awal Maret lalu. Ia menyadari, ada beberapa pasien yang sembuh dari anosmia atau kemampuan penciumannya telah kembali tapi malah mengalami parosmia. 

Parosmia yang terjadi pada pasien covid-19 ini adalah kondisi di mana seseorang mengalami halusinasi penciuman. Penderita parosmia mencium aroma yang tidak sesuai dengan kenyataan. 

"Indra penciumannya terdistorsi," kata Kumar. Tapi sayangnya sebagian besar bau yang dicium adalah bau yang tidak menyenangkan dan tak tertahankan.

Lalu bagaimana infeksi covid-19 bisa menyebabkan distorsi penciuman? Kumar mendeskripsikan virus ini sebagai virus neurotropik atau memiliki keterkaitan dengan saraf di kepala, khususnya saraf yang mengontrol indra penciuman. 

"Tapi ada kemungkinan juga virus ini memengaruhi saraf lain yang berkaitan dengan neurotransmiter atau pengiriman pesan ke otak," ujarnya. 

Pada pasien covid-19 dengan anosmia, kemampuan penciumannya bisa kembali dalam beberapa minggu. Tapi belum diketahui berapa lama gejala parosmia dapat bertahan.

"Kami tidak tahu mekanisme pastinya, tetapi kami mencari cara untuk membantu pasien pulih," lanjutnya. (Satrio Wicaksono)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar