05 Februari 2021
16:40 WIB
JAKARTA – Tahun Baru China atau Imlek akan segera tiba dalam hitungan hari. Warga keturunan Tionghoa akan merayakan tahun baru dengan segala kemeriahan dan kekhusyukannya pada 12 Februari nanti.
Sebagai perayaan keagamaan dan budaya, Imlek memiliki berbagai tradisi yang penuh makna bagi masyarakat Tionghoa. Terdapat pula sejumlah mitos yang berkaitan dengan tahun baru Imlek. Tradisi dan mitos itu menjadi sumber nila-nilai yang diyakini masyarakat Tionghoa hingga hari ini.
Salah-satu mitologi utama dalam perayaan Imlek, yaitu legenda seekor hewan buas yang bernama Nian. Masyarakat Tionghoa percaya Nian adalah hewan yang mengancam dan memangsa ternak milik penduduk hingga anak-anak.
Agar terhindar dari serangan Nian, masyarakat meletakkan sejumlah makanan dan sajian di depan pintu rumah setiap awal tahun. Hal tersebut diyakini mampu menyelamatkan penduduk, karena alih-alih memangsa ternak atau anak-anak, Nian hanya akan makan sesajian di depan rumah.
Selain kisah tentang Nian, masih ada sejumlah mitos lainnya yang menjadi sumber laku ritual dalam perayaan Imlek hingga hari ini. Apa saja itu?
Pakaian Warna Merah
Mitos ini masih terkait dengan hewan buas bernama Nian. Masyarakat Tionghoa percaya, Nian takut akan warna merah. Konon katanya, masyarakat Tionghoa pernah melihat Nian berlari ketakutan meninggalkan perkampungan, setelah melihat seorang anak memakai baju berwarna merah.
Beranjak dari kisah itu, warna merah menghiasi perayaan tahun baru Imlek setiap tahunnya. Di setiap sudut ada warna merah, mulai pakaian, lentera, hingga hiasan kertas gulungan berwarna merah.
'Guo ni'an' dalam bahasa tradisional masyarakat Tionghoa bermakna menyambut tahun baru. Namun, secara harfiah kata tersebut berarti 'mengusir Nian'.
Selain mengusir Nian, yang direpresentasikan sebagai keburukan atau nasib buruk, warna merah sebaliknya dipercaya akan mengundang nasib baik atau keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Dalam perayaan Imlek, masyarakat sangat menghindari mengenakan warna putih ataupun hitam, yang dipercaya mengundang sial.
Pantang Keramas, Menggunting Rambut Atau Kuku
Masyarakat Tionghoa sangat menghindari memotong rambut ataupun kuku saat tahun baru Imlek. Masyarakat meyakini, memotong rambut saat Imlek dapat menghilangkan keberuntungan, menghilangkan rezeki, bahkan bisa memperpendek usia.
Masyarakat Tionghoa biasanya menggunting rambut sebelum perayaan Imlek. Jika dilakukan di waktu tersebut, maka menggunting rambut memiliki makna lain lagi, yaitu membuang kesialan selama satu tahun terakhir.
Masyarakat Tionghoa juga percaya bahwa keramas atau mencuci rambut saat tahun baru Imlek dapat menghilangkan keberuntungan. Memotong rambut sama dengan membuat rezeki hilang terbawa air.
Tidak Mencuci Pakaian Atau Piring
Masyarakat Tionghoa merayakan tahun baru Imlek dengan menghindari aktivitas mencuci pakaian ataupun piring kotor. Semua itu harus sudah dibersihkan sebelum tahun baru Imlek tiba.
Sama seperti mencuci rambut, mencuci pakaian atau piring kotor saat Imlek dianggap menghilangkan keberuntungan. Selain itu, tahun baru Imlek dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa adalah hari ulang tahun Dewa Air, Shuishen. Mencuci baju di hari tersebut dianggap sebagai kegiatan yang tidak elok karena bisa menyinggung sang dewa.
Rumah Bersih, Dilarang Menyapu
Masyarakat Tionghoa biasanya sudah membersihkan rumah sebelum Imlek. Rumah harus sudah bersih dan rapi ketika hari Imlek tiba. Membersihkan rumah saat Imlek adalah pantangan.
Di hari Imlek, segala perkakas-perkakas kotor, seperti sapu, sikat, kain pel hingga penyedot debu harus diletakkan di bagian tersembunyi rumah. Ini dilakukan agar keberuntungan di masa depan tidak diambil orang lain; rezeki tidak disapu orang lain, disikat saingan, atau dipel hingga licin oleh saingan.
Hujan Adalah Berkat
Hujan di hari Imlek diyakini membawa berkat. Maka itu, semakin deras hujan turun, semakin dianggap baik karena akan mendatangkan lebih banyak berkat di tahun mendatang.
Masyarakat Tionghoa juga meyakini, hujan adalah siraman bunga Dewi Kwan Im. Air hujan adalah wujud berkat dari langit bagi bumi.
Tak Boleh Marah Atau Menangis
Saat perayaan Imlek, masyarakat Tionghoa menghindari amarah kata kasar, ataupun tangisan kesedihan. Amarah dan airmata dianggap bisa mendatangkan duka di sepanjang tahun yang akan datang.
Bagi yang melontarkan amarah saat Imlek, pada tahun yang baru dipercaya akan sering menerima kata-kata kotor atau buruk. Sementara jika menangis, berarti mengundang duka di tahun baru.
Sebaliknya, tahun baru Imlek harus dirayakan dengan bahagia, penuh sukacita, hangat bersama sanak-saudara.
Tempat Penyimpanan Beras Penuh, Hindari Makan Bubur
Sebelum tiba Imlek, masyarakat Tionghoa berusaha memastikan agar ketersediaan bahan pokok terpenuhi dengan baik. Tempat penyimpanan beras misalnya, baiknya terisi penuh saat Imlek tiba. Hal ini dipercaya dapat membuat kondisi keuangan menjadi baik selama setahun kedepan.
Sementara makan bubur di pagi hari Imlek harus dihindari. Hal ini terkait kepercayaan yang mengatakan makan bubur tidak mencerminkan kesejahteraan. Menghindari makan bubur saat Imlek dianggap sebagai upaya menghindari nasib perekonomian yang buruk.
Lajang Dilarang Bagi-Bagi Angpao
Membagi-bagikan angpau adalah tradisi yang sangat melekat pada perayaan tahun baru Imlek. Anak-anak atau orangtua biasanya menerima angpao berisi duit di hari Imlek.
Tapi, jangan salah, tidak semua orang disarankan membagi-bagikan angpau. Bagi yang belum menikah, tidak selayaknya membagi-bagikan angpau. Masyarakat Tionghoa percaya, membagi-bagikan angpau akan menjauhkan si lajang dari rezeki berikut jodohnya.
Maka itu, angpau hanya dibagi-bagikan oleh mereka yang sudah menikah.
Itulah sederet mitos yang menjadi sumber praktik-praktik tradisional dalam perayaan Imlek. Nah, bagi Anda yang akan merayakan Imlek, jangan lupa manfaatkan waktu sebesar-besarnya untuk berkumpul bersama keluarga. Jangan lupa tetap terapkan protokol kesehatan! (Andesta Herli)