05 Maret 2021
10:44 WIB
JAKARTA – Pernah dengar nama Taman Nasional Laiwangi Wanggameti? Taman nasional yang berada di Sumba, Nusa Tenggara Timur ini memiliki luas wilayah hingga 47 ribu hektare.
Kawasan ini diresmikan sebagai taman nasional sejak 21 Januari 1986. Tak hanya menjadi wilayah konservasi flora dan fauna, taman nasional tersebut juga menjadi rumah bagi dua desa, yakni Desa Ramuk dan Katukai.
Masyarakat yang tinggal di dalam kawasan taman nasional, masih memegang teguh adat budaya, mitos dan nilai sejarah. Hingga hari ini, masyarakat sekitar masih menjaga keasrian alam. Apalagi, Taman Nasional Laiwangi Wanggameti merupakan rumah terbesar bagi kupu-kupu yang ada di Indonesia.
Tercatat, sebanyak 115 jenis kupu-kupu tinggal dalam kawasan taman nasional ini, di antaranya adalah kupu-kupu endemik dari NTT. Kupu-kupu endemik NTT antara lain, kupu-kupu halipron, elymnias amoena, sumalia chilo, ideopsis oberthurii, dan athyma karita.
Selain menjadi endemik kupu-kupu, ada keunikan lain, taman nasional ini masuk ke dalam kategori hutan elfin atau hutan kerdil. Salah satu cirinya adalah adanya pohon kecil dan tanah yang tidak terlalu gembur.
Taman nasional ini juga dihuni berbagai tumbuhan, seperti kayu manis, kenari, jambu hutan hingga pohon cemara. Namun, salah satu tanaman unggulan dari Taman Nasional Laiwangi Wanggameti adalah pohon cendana, yang biasanya menjadi bahan pokok utama minyak aromaterapi.
Nah, bagi para wisatawan yang akan berkunjung, ada beberapa spot menarik yang bisa dicoba. Wisatawan bisa mengamati burung-burung langka di Desa Praingkareha. Beberapa burung langka seperti kakatua jambul kuning, nuri, kakatua cempaka dan burung enggang sumba memilih membangun sarang di pepohonan sekitaran desa ini.
Sesudah berkunjung ke Desa Praingkareha untuk melihat burung-burung langka, selanjutnya bisa berkunjung ke kuburan kuno yang berada di Taman Nasional Laiwangi Wanggameti.
Makam-makam di sini dihiasi dengan ukiran-ukiran yang unik. Beberapa di antaranya ukiran yang berbentuk wanita, pria hingga hewan seperti kuda.
Jika peninggalan sejarah ini tidak cukup, ada juga rumah tradisional Sumba yang di dalamnya menjelaskan prosesi adat khas masyarakat sekitar. Tentu saja kearifan lokal masyarakat Sumba juga menjadi daya tarik tersendiri. (Dwi Herlambang)