16 Februari 2021
09:00 WIB
JAKARTA – Mengaku pecinta kuliner? Sudahkah Anda menjajal penganan khas Karo, Sumatra Utara, bernama kidu-kidu? Tak perlu cemas kalau belum pernah mencoba. Kemungkinan Anda tidak sendiri, bahkan orang Batak Karo sendiri sudah kesulitan menemukannya. Sebab, makanan ini disebut-sebut terancam punah.
Kidu-kidu ini cukup unik karena berbahan dasar ulat. Namun, ulat bukan sembarang ulat. Ulat yang dipakai harus ulat dari pohon enau atau pohon aren yang sudah membusuk. Makanan ini biasanya disajikan di acara-acara adat Karo.
Ulat sagu yang memiliki nama latin rhynchophorus ferruginenus berasal dari larva kumbang khusus yang memiliki warna kepala merah. Kumbang tersebut menetas dan menjadi ulat sagu. Biasanya, masyarakat Karo mengkonsumsi kidu mentah-mentah atau diolah.
Kebiasaan mengkonsumsi kidu-kidu sejatinya telah diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Karo. Di masa silam, raja-raja Karo sangat menyukai kidu. Turut perintah raja, warga rajin mencari kidu-kidu dari pohon aren yang sudah membusuk. Setelah diolah, kidu-kidu akan diantar ke meja makan para raja.
Agar rasanya lebih sedap, kidu-kidu yang dipilih harus berwarna putih, gemuk, dan berukuran sebesar jempol kaki orang dewasa. Meski terkesan menjijikkan, ternyata kidu-kidu bermanfaat bagi kesehatan.
Ulat sagu memiliki manfaat menambah stamina karena memiliki kadar asam amino yang tinggi. Bahkan riset menunjukkan, asam amino yang terdapat pada telur kalah dengan asam amino yang terkandung dalam ulat sagu. Selain itu, ulat sagu juga memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat memberikan tenaga.
Cara pengolahan kidu-kidu tergolong sederhana. Setelah dibersihkan dengan air, ulat sagu digoreng sampai renyah. Kemudian campur ulat dengan bawang merah, bawang putih, tomat, cabai, dan garam sebagai perasa.
Ulat sagu juga dapat diolah dengan bumbu arsik khas Karo. Bumbu arsik umumnya terdiri atas cabe merah, bawang putih dan merah, tuba/andaliman, kemiri, ketumbar, kunyit, jahe, serai, asam patikala, tomat merah, daun jeruk, dan lengkuas.
Namun, hati-hati dalam mengolah kidu-kidu. Salah-salah bisa mengakibatkan keracunan.
Kini, kidu-kidu sudah sangat jarang ditemui dan termasuk salah satu makanan tradisional yang terancam punah. Kidu-kidu mulai langka seiring sulitnya menemukan ulat sagu dari pohon aren. Bumbu arsik khas Suku Karo pun turut sulit dijumpai.
Maka dari itu, kidu-kidu kini hanya bisa dijumpai pada saat upacara adat Suku Karo saja. Itu juga hanya satu tahun sekali. (Dwi Herlambang)