c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

KULTURA

20 Maret 2021

18:00 WIB

Jadilah Orang Tua Pendongeng

Aktivitas mendongeng bisa mengasah imajinasi, kosakata, hingga melatih kemampuan komunikasi anak

Jadilah Orang Tua Pendongeng
Jadilah Orang Tua Pendongeng
Salah seorang komunitas Sanggar Wuni Kreasi saat membacakan dongeng dalam rangka memperingati hari dongeng nasional di Kampung Penyurungan, Kelurahan Randakari, Cilegon, Banten. Validnews/Anggit.

JAKARTA – Sejak dulu, dongeng sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di seluruh dunia. Aktivitas bercerita, dengan cara-cara yang indah dan menarik, menjadi sumber penghiburan sekaligus pembelajaran, terutama bagi anak-anak. Biasanya, para orang tua membacakan cerita untuk waktu luang anak, atau sebagai pengantar tidur.

Sayangnya, budaya membacakan cerita itu mulai ditinggalkan. Dengan berbagai kesibukannya, orang tua tak sempat lagi mendongeng untuk anaknya. Alhasil, anak terputus dari tradisi kreatif dari masa lalu tersebut.

Peringatan Hari Dongeng Sedunia yang jatuh hari ini, 20 Maret 2021, menjadi momentum bagi para orang tua untuk menghidupkan kembali tradisi mendongeng untuk anak.

Penulis buku cerita anak yang juga aktif sebagai pendongeng, Reda Gaudiamo mengatakan, kebiasaan mendongeng sudah ada di kalangan leluhur Indonesia sejak lama. Dari situlah muncul berbagai cerita rakyat yang hingga kini masih bisa dinikmati. Hal itu membuat anak-anak tumbuh dengan memori cerita yang kaya.

Menurutnya, banyak manfaat yang bisa didapatkan anak dari aktivitas mendengarkan dongeng tersebut, seperti mengasah imajinasi, kosakata, hingga melatih kemampuan komunikasi anak.

“Karena imajinasi itu muncul dari cerita yang masuk ke telinganya, kemudian dia olah menjadi imajinasi, lalu diolah menjadi sesuatu yang bisa dibayangkan. Kemudian anak-anak belajar mengenal kata-kata, mengenal kalimat, terus kemahiran berbahasa akan terbentuk, juga kemampuan komunikasi,” ungkap Reda kepada Validnews, Sabtu (20/3).

Ia melanjutkan, saat ini sudah sangat banyak buku cerita anak, baik cerita fantasi, legenda maupun sejarah kepahlawanan. Cerita-cerita tersebut bisa dimanfaatkan para orang tua sebagai bahan untuk mendongeng kepada anak.

Atau, kata Reda, akan lebih bagus lagi bisa menulis cerita sendiri lalu dibacakan kepada anak-anaknya. Terlepas apapun isi ceritanya. Yang terpenting, selain memberi penghiburan tapi juga sekaligus memberi wawasan bagi si anak.

“Cerita atau kisah, ketika itu disampaikan dalam bentuk diceritakan, itu dongeng. Legenda, kisah sejarah juga bisa disampaikan, itu akan sangat membantu anak-anak bisa mengenal sejarah lewat cara yang menyenangkan,” ucapnya.

Reda sendiri memiliki pengalaman mendengarkan dongeng sejak kecil dari orang tua hingga guru di sekolahnya. Pengalaman itu membekas bagi dirinya hingga saat ini. 

Kebiasaan itu pun ia bawa dalam pola pengasuhan bagi anaknya di kemudian hari. Kepada anaknya, Reda membacakan cerita-cerita dari berbagai khazanah, mulai dari cerita rakyat hingga cerita-cerita yang ditulis para sastrawan di masa modern.

Menurutnya, kebiasaan mendongeng untuk anak itu sekaligus juga berguna untuk mendorong keingintahuan anak terhadap berbagai hal. Kebiasaan mendengarkan dongeng juga menumbuhkan minat membaca kepada anak-anak.

Lalu, bagaimana jika ternyata orangtua tidak mampu mendongeng atau dongeng itu tidak bisa diterima dengan baik oleh anaknya? Terkait hal ini, Reda punya pandangan menarik.

Berlatih Mendongeng
Pada dasarnya semua orang bisa mendongeng untuk anaknya. Apalagi bila kebiasaan itu dimulai sejak anaknya masih sangat kecil, si anak akan bisa terbiasa dengan cara bercerita orang tuanya, sehingga selalu bisa menikmati momen mendengarkan cerita itu.

Namun, sangat bagus juga bila orangtua mau sedikit berlatih seputar teknik-teknik mendongeng. Menurut Reda, teknik-teknik itu bisa dipelajari lewat berbagai sumber informasi di internet atau konten-konten mendongeng di platform YouTube.

Selain itu, katanya lagi, teknik mendongeng juga bisa diciptakan sendiri oleh si orangtua. Adapun prinsip-prinsip dasarnya yaitu mengatur intonasi, artikulasi, serta pemenggalan kalimat secara tepat.

“Mulailah latihan membaca cerita itu dengan suara keras, terus kemudian melatih intonasi. Misal, kata ‘sangat’. Itu kan bisa diucapkan dalam banyak variasi, bisa dengan pengucapan yang panjang maupun pendek, tergantung keinginan. Variasi-variasi seperti itu bisa dipelajari untuk memperkaya kemampuan mendongeng,” bebernya.

Selanjutnya, dalam membacakan cerita bagi anak, orangtua tidak perlu tegang dan merasa harus tampak hebat di depan si anak. Namun bacalah dengan sepenuh hati. Cerita yang dibacakan dengan sepenuh hati, dengan gaya komunikasi si ibu yang memang familiar bagi si anak, akan mudah diterima oleh si anak.

“Kalau misalnya membacakan dari buku cerita, sebelum dibacakan untuk anak, baca dulu agak sekali atau dua kali. Agar bisa lebih rileks ketika membacakannya ke anak,” imbuhnya. (Andesta Herli)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar