c

Selamat

Senin, 17 November 2025

KULTURA

02 Maret 2020

19:51 WIB

Catur Bambang, Kreativitas Untuk Penyandang Disabilitas  

Catur Bambang, Kreativitas Untuk Penyandang Disabilitas  
Catur Bambang, Kreativitas Untuk Penyandang Disabilitas  
Catur Bambang. Ist/dok

JAKARTA – Keterbatasan fisik tak membuat Catur Bambang (47) berpangku tangan atau pasrah dengan keadaan. Dengan mengandalkan kecekatan kedua tangannya, Catur justru berupaya mewujudkan mimpi para penyandang disabilitas untuk mengendarai motor.

Catur telah berhasil memodifikasi sekitar 600 motor ramah disabilitas sejak tahun 2004. Semuanya dikerjakan di bengkel sederhana miliknya di kawasan Rempoa, Ciputat, Tangerang Selatan.

“Saya masih punya dua tangan yang bisa diandalkan, saya tidak mau hanya berpangku tangan,” katanya kepada Validnews, Jumat (28/2).

Meski tak punya latar belakang sebagai mekanik dan kehilangan kedua kaki karena kecelakaan motor pada 1997 silam, Catur mengaku masih dapat mengerjakan pelbagai jenis modifikasi motor khusus bagi penyandang disabilitas.

Catur bercerita, ubahan motor roda dua menjadi roda tiga merupakan solusi bagi penyandang disabilitas dengan kategori ringan. Biasanya, dia hanya mengubah komponen penggerak baik di depan ataupun di belakang. Masing-masing roda tambahan hanya diberi as roda sebagai penopang yang memudahkan penyandang disabilitas untuk berkendara.

Alternatif kedua adalah memodifikasi sepeda motor menggunakan boncengan samping kanan atau kiri atau biasa disebut sespan. Dengan begitu, penyandang disabilitas dapat menjadi penumpang yang aman dan nyaman tanpa harus ribet melipat kursi roda. Dirinya pun membuat sespan motor itu disesuaikan dengan dimensi kursi roda.

Ada pula pilihan modifikasi sepeda motor dengan menambahkan setang di sespan. Modifikasi sepeda motor untuk difabel jenis ini terbilang punya mekanisme yang sedikit lebih rumit, karena harus memindahkan setang motor ke bagian depan sespan. Biasanya bagian kepala sepeda motor ditambahkan komponen seperti long tierod, link arm dan link stabilizer seperti layaknya mobil.

Semangat Hidup
Dalam satu minggu dirinya dapat menyelesaikan 3 sampai 4 sepeda motor ubahan. Kebanyakan yang dimodifikasi adalah motor skuter matic dengan mengubah roda belakang dari satu menjadi dua. Biaya yang dipatok bervariasi mulai dari Rp7 juta sampai dengan Rp15 juta.

“Kita menyesuaikan budget yang dimiliki konsumen. Yang penting saya bisa membantu sesama,” katanya.

Dalam memodifikasi sepeda motor ia tidak sendiri. Di bengkel ada dua orang yang membantunya. Satu ahli dalam bidang kelistrikan dan satu lagi, ahli dalam bidang rangka dan pengelasan.

Ketiganya tiap hari berkolaborasi untuk memodifikasi kuda besi sehingga dapat digunakan penyandang disabilitas. Hasilnya, sejak tahun 2004 lalu, mayoritas penyandang disabilitas di Indonesia menyerahkan modifikasi motor roda dua menjadi roda tiga kepada dirinya.

Baginya, memodifikasi motor para penyandang disabilitas, menghadirkan kebahagiaan tersendiri. Ia yakin para disabilitas akan menemukan kembali semangat hidup dan tak lagi berpangku tangan dengan orang lain.

Saat ini, pelanggan Catur berdatangan dari pelbagai kota di Indonesia. Konsumennya pun tak terbatas penyandang disabilitas, namun orang nondisabilitas yang tak bisa mengendarai motor roda dua.

“Sekarang saya juga sudah mulai modifikasi sepeda motor buat ibu-ibu atau bapak-bapak yang takut mengendarai sepeda motor roda dua,” tuturnya.

Meski begitu, dia tak sembarangan menerima pesanan modifikasi. Penyandang disabilitas yang ingin motornya dimodifikasi, perlu mendapatkan izin dari keluarganya terlebih dahulu. Kedua, yang bersangkutan wajib mengurus surat izin mengemudi (SIM).

“Keselamatan penyandang disabilitas adalah prioritas utama saya. Saya tidak mau motor sudah diubah justru membahayakan pengendaranya dan pengguna jalan lain,” ucapnya.

Hal lain yang membedakan Catur dengan modifikator lainnya yakni, ia selalu terbuka dan membagikan ilmunya ketika ada penyandang disabilitas yang ingin membuka usaha seperti dirinya. Satu bulan sekali dia mengadakan pelatihan modifikasi kepada para penyandang disabilitas di Jabodetabek.

Tujuan Catur sederhana. Dirinya mau penyandang disabilitas tak lagi dianggap sebelah mata dan mampu berkarya ke depannya.

Pensiun Dini
Dulu, kira-kira enam bulan setelah kecelakaan motor, rasa frustrasi sempat menghinggapi Catur. Bahkan, dia bercerita, sempat berpikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Untung saja, keluarga tak henti-hentinya memberikan motivasi padanya.

Satu hal lain yang ada di benaknya adalah persoalan tempatnya bekerja. Pada masa itu, dia juga bertanya-tanya apakah kantornya masih mau menerimanya dengan keadaan tidak memiliki kaki.

Catur lantas membuat keputusan berani dalam hidupnya. Tak ingin menjadi beban dan bahan omongan, Catur memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan alias pensiun dini. Padahal, sebelum mengalami kecelakaan dan kehilangan kaki, Catur merupakan salah satu abdi negara di lingkungan Pemprov Jawa Timur.

Sejak tidak lagi menjadi abdi negara, ia mulai berpikir untuk membuka usaha. Pada tahun 1999 ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta untuk membuka usaha kecil-kecilan berupa tempat servis elektronik di bilangan Pasar Senen, Jakarta Pusat.

Dirinya sempat kaget dengan kehidupan di Ibu Kota. Pasalnya, sebagai penyandang disabilitas ia selalu kesulitan untuk menggunakan kendaraan umum. Jadi, untuk mobilisasi sehari – hari, ia terpaksa harus rela menunggu berjam-jam sampai angkutan umum sepi.

"Mana ada dulu angkot atau bus yang mau berhenti kalau ada penyandang disabilitas yang mau naik. Mereka anggapnya kita itu menyusahkan dan makan tempat karena pakai kursi roda," katanya.

Saat itu ia hanya punya motor jenis bebek yang tidak bisa lagi digunakannya. Makanya dia mulai mencari akal agar motor tersebut bisa ia gunakan dengan aman dan nyaman, serta dapat menunjang aktivitasnya. Nah, motor dengan roda tiga adalah pilihannya.

Awalnya, ia mencari informasi di internet terkait motor roda tiga. Saat itu informasi kendaraan roda tiga bagi penyandang disabilitas masih sangat minim. Beberapa kali ia juga mengunjungi bengkel. Namun, tetap saja tak ada yang bisa merealisasikan keinginannya.

Ayah dua anak ini malah pernah dianggap gila oleh para montir dan pekerja las karena impiannya itu. Mereka menyarankan kepada Catur untuk tidur, sehingga niatnya bisa terealisasi dalam mimpi.

Karena dapat banyak penolakan, Catur kemudian nekat mendesain sendiri sepeda motor yang bisa digunakannya. Dalam desain yang dibuatnya, ban belakang yang semula hanya satu diubah menjadi sepasang sehingga motor memiliki tiga roda. Bagian persneling yang tadinya di kaki pun diubahnya menjadi tongkat sehingga dapat dioperasikan di tangan.

“Selama hampir satu tahun saya bolak-balik tukang las untuk mewujudkan motor impian saya,” cetus nya.

Setelah terwujud, sepeda motor tersebut cepat mendapat perhatian. Tak jarang sesama pengguna sepeda motor menanyakan pembuatan sepeda motornya.

Bahkan ketika balik dari tempat usahanya di Pasar Senen, sempat ada mobil yang terus membuntutinya. Tak ingin ada masalah, ia mencoba berhenti di sebuah warung.

Ternyata, di dalam mobil itu ada penyandang disabilitas yang ingin menanyakan sepeda motor yang digunakan. Setelah bertukar informasi dan sama-sama saling mengenal, keduanya pun semakin akrab sampai dengan sekarang.

Sejak banyak yang mulai melirik sepeda motornya. Ia mulai berpikir menjadikan hal itu sebagai peluang usaha. Terlebih, pada tahun-tahun itu belum ada satu pun bengkel yang mampu membuat sepeda motor khusus bagi penyandang disabilitas.

“Saya mulai banyak komunikasi dengan para montir dan pekerja las untuk mewujudkan impiannya membuka bengkel modifikasi khusus penyandang disabilitas,” ungkapnya.

Motivasinya ingin membantu sesama penyandang disabilitas membuat dirinya semakin bersemangat untuk belajar dan pantang menyerah. Dia bahkan rela belajar pada siswa SMK bidang otomotif. Beruntung saja siswa dari SMK mau mengajarkannya meski dengan catatan.

Ya, anak-anak SMA itu ingin agar kontrakan Catur yang berada di bilangan Ciputat, Tanggerang Selatan, dapat dijadikan laboratorium untuk praktik anak-anak SMK itu untuk membongkar sepeda motor. Tanpa pikir panjang Catur menyetujuinya.

Selama beberapa tahun bekerja sama dengan anak-anak SMK. Akhirnya pada tahun 2004 ia berani membuka bengkel modifikasi bagi kaum disabilitas.

Dari tempat itu juga ia bertemu dengan wanita idamannya Rumondang Tinambunan. Wanita yang juga penyandang disabilitas itu awalnya juga datang ke bengkel untuk dibuatkan sepeda motor. Keduanya memutuskan menikah di tahun 2005 dan kini dikaruniai dua orang anak.

Dalam waktu dekat Catur berencana melebarkan sayap usahanya di daerah. Hal itu perlu dilakukan agar pembuatan motor disabilitas tidak hanya dilakukan dan terfokus hanya kepada dirinya tapi juga dapat dikerjakan penyandang disabilitas lain di luar Pulau Jawa. (Fuad Rizky)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar