c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

16 Juli 2024

14:47 WIB

90% Karyawan Keamanan Siber Dan TI Alami Burnout Dan Kelelahan

Laporan Sophos menyebutkan kalau hampir seluruh karyawan di sektor keamanan siber yang menjadi responden menyatakan mengalami burnout dan kelelahan. Hal ini menyebabkan kurang teliti saat bekerja.

Penulis: Agung Muhammad Fatwa

Editor: Satrio Wicaksono

<p id="isPasted">90% Karyawan Keamanan Siber Dan TI Alami<em>&nbsp;Burnout</em> Dan Kelelahan</p>
<p id="isPasted">90% Karyawan Keamanan Siber Dan TI Alami<em>&nbsp;Burnout</em> Dan Kelelahan</p>
Ilustrasi jaringan digital. Shutterstock/dok


JAKARTA –  Dari laporan "Masa Depan Keamanan Siber di Asia Pasifik dan Jepang" didapati temuan bahwa 90% karyawan keamanan siber dan TI, mengalami burnout dan kelelahan. Laporan tersebut merupakan hasil riset yang dilakukan antara perusahaan solusi keamanan siber Sophos bekerja sama dengan Tech Research Asia (TRA).

Dijabarkan, karyawan merasakan burnout hampir di semua aspek operasional. Sebanyak 30% di antaranya menyatakan perasaan burnout meningkat secara signifikan dalam 12 bulan terakhir. 

Sebanyak 41% responden menyatakan bahwa kondisi burnout yang mereka alami membuat kurang teliti dalam menjalankan pekerjaan. Selain itu, 17% dari mereka mengidentifikasi bahwa burnout dan kelelahan berkontribusi, bahkan bertanggung jawab secara langsung atas terjadinya serangan siber pada perusahaan. 

Sementara, 17% perusahaan mengalami pelambatan dalam menanggapi insiden keamanan dibandingkan dengan rata-rata.

Field CTO Sophos, Aaron Bugal mengatakan, dengan kurangnya keahlian sumber daya manusia (SDM) di bidang keamanan siber dan risiko serangan siber yang semakin kompleks, stabilitas dan kinerja karyawan memegang peranan yang krusial dalam memberikan pertahanan yang solid bagi bisnis. 

"Burnout dan kelelahan kerap mengancam area-area ini, sehingga organisasi perlu meningkatkan dukungan yang tepat kepada karyawannya. Terutama ketika, menurut penelitian kami, 17% responden mengidentifikasi bahwa burnout dan kelelahan berkontribusi, bahkan bertanggung jawab secara langsung, atas terjadinya serangan siber,” ungkap Aaron Bugal dalam rilisnya.

Meskipun tidak ada solusi yang mudah, mengubah pola pikir terhadap masalah tersebut akan berdampak signifikan dalam mengidentifikasi kebutuhan dalam pengembangan bisnis yang tahan terhadap serangan siber. 

Lebih lanjut, Aaron menambahkan, perusahaan perlu mendorong perubahan tanggung jawab dari para individu yang bertugas, guna mencapai tata kelola yang lebih baik terkait pendekatan keamanan siber. 

Namun demikian, pihak perusahaan juga perlu menyampaikan akuntabilitas dalam mengembangkan dan mempertahankan rencana kerja.

Pasalnya isu tentang keamanan siber menjadi suatu hal interaktif dan terus berkembang. Karenanya, dibutuhkan tim yang memberikan pengawasan yang memadai setiap saat.

Hasil riset ini melibatkan 919 responden dari Australia (204 perusahaan), India (202), Jepang (204), Malaysia (104), Filipina (103), dan Singapura (102).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar