c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

KULTURA

19 Februari 2021

18:31 WIB

“Generasi Halu” Di Sosmed Kebanyakan Digital Migrant

Digital migrant adalah mereka yang tidak tumbuh di era budaya digital

“Generasi Halu” Di Sosmed Kebanyakan Digital Migrant
“Generasi Halu” Di Sosmed Kebanyakan Digital Migrant
Ilustrasi sosial media. Shutterstock/dok

JAKARTA – Sosial media memungkinkan semua orang menumpahkan segala yang ada di hati dan pikiran. Saking bebasnya, tidak jarang cuitan atau unggahan terasa berlebihan. Mereka mengalami hiperealitas di sosmed hingga unggahan tidak masuk di akal alias “halu”.

Komisioner Komisi Informasi Pusat, Arif Adi Kuswardono, mengatakan orang-orang yang mengalami hiperealitas di sosial media kebanyakan berasal dari kelompok digital migrant atau mereka yang tidak tumbuh di era budaya digital.

Hiperialitas adalah ketidakmampuan membedakan realitas dengan citra (image)  atau simulasi realitas. Hal ini sering terjadi pada masyarakat postmodern berteknologi maju. Sekelompok orang yang mengalami hal itu bisa disebut dengan istilah "generasi halu". 

"Dari kajian psikologis, generasi halu ini adalah digital migrant, ketimbang yang digital native. Jadi mungkin seperti Gen X. Sementara Gen Z, generasi Alfa sudah murni digital, mereka memang lebih terampil berinteraksi di media sosial," ujar Arif dalam webinar "Keterbukaan Informasi Publik: Jurus Anti Halu, Generasi Digital" dikutip dari Antara, Jumat (19/2).

Arif menambahkan, hiperealitas terjadi saat tatanan normal antara image dan reality tidak terhubung. Dalam perkembangannya, image menjadi kabur, realitas disembunyikan, kemudian berakhir pada image dan realitas yang sama sekali berbeda.

Salah satu tindakan halu di dunia maya ini, misalnya menjadi orang lain atau "roleplay" seorang tokoh atau selebritas. Tindakan ini masuk dalam tujuh jenis kabar bohong.

Untuk itu, konten di media sosial harus dicermati dan direspons secara kritis sebelum diikuti.

"Teknologi komunikasi terus berkembang, masa-masa yang akan kita alami itu memang masa-masa yang sangat intens dengan teknologi dan informasi. Jangan sampai nanti kita memasuki masa atau periode itu dengan pemikiran yang salah atau dengan sikap yang salah, sehingga kemudian justru tidak bermanfaat atau tidak produktif di periode atau di masa itu," jelas Arif.

Praktisi media sosial, Wicaksono atau lebih dikenal dengan Ndoro Kakung, mengatakan masyarakat harus tangkas dan terampil dalam berinternet. Dengan memahami perbedaan berita benar dan salah, diharapkan pengguna internet dapat terhindar dari kekeliruan atau penipuan.

"Situasi di dunia online tidak selalu seperti yang mereka lihat. Para pengguna perlu mengetahui mana yang asli dan yang palsu, termasuk ketika menerima informasi. Informasi yang bombastis, tidak masuk akal, menjadi ciri atau potensi penipuan," ujar Wicaksono.

Wicaksono juga mengingatkan agar pengguna internet selalu menjaga informasi pribadi, misalnya Nomor Induk Kependudukan, nomor rekening, PIN ATM atau password akun medsos, karena privasi pribadi perlu dijaga. (Yanurisa Ananta)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar