c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

20 Januari 2023

15:23 WIB

YLKI: Jasa Keuangan Masih Dominasi Pengaduan Konsumen 2022

YLKI merinci, pengaduan konsumen pada sektor jasa keuangan paling banyak datang dari pinjaman online alias pinjol. Masalah apa saja yang diadukan?

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

YLKI: Jasa Keuangan Masih Dominasi Pengaduan Konsumen 2022
YLKI: Jasa Keuangan Masih Dominasi Pengaduan Konsumen 2022
Pekerja beraktivitas di kantor Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jalan Pancoran Barat, Jakarta, Rabu (18/1/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Rio Priambodo mengungkapkan, pada tahun 2022, pengaduan terhadap sektor jasa keuangan masih mendominasi. 

"Sektor jasa keuangan mendominasi sebesar 32,9% pada 2022," kata Rio dalam jumpa pers YLKI yang dipantau secara daring, Jumat (20/1). 

Kemudian, lanjut dia, diiikuti oleh sektor transportasi 19%, belanja online 8,5%, perumahan 7,3%, minyak goreng 7,1%, telekomunikasi 6,9%, otomotif 3,2%, paket 2,7%, PDAM 2,4%, dan listrik 2%. 

Lebih spesifik, Rio menguraikan pengaduan pada sektor jasa keuangan paling banyak datang dari pinjaman online alias pinjol sebesar 44%. Disusul dengan bank 25%, uang elektronik 12%, leasing 11%, asuransi 7%, dan investasi 1%. 

Adapun, permasalahan pinjol terdiri dari banyak hal. Diantaranya, cara penagihan, permohonan keringanan, informasi tidak sesuai, penyebaran data pribadi, tidak meminjam namun ditagih. 

Lalu, tagihan berulang, gagal bayar, aplikasi bermasalah, indikasi penipuan, tidak meminjam namun ditransfer. Juga, terkait bunga, pelayanan, penawaran, penggelapan dana oleh DC, penyalahgunaan data pribadi, serta permohonan informasi. 

"Pelaku usaha pinjol terdiri dari legal dan ilegal. Pinjol legal tercatat sebesar 26% dan ilegal sebesar 74%," ungkapnya. 

Begitu pula dengan permasalah bank, juga terdiri dari berbagai pengaduan. Yakni, permohonan keringanan, cara penagihan, pembobolan, dokumen, lelang, sistem transaksi, informasi, lain-lain. 

Selanjutnya, pendebetan dua kali, BI Cheking, biaya administrasi, layanan pengaduan, indikasi penipuan, pembayaran asuransi, penarikan dana, penawaran, pengajuan KPR, penghapusan iuran tahunan. 

Berikutnya, permohonan penghapusan denda, permohonan penutupan kartu kredit, refund, saldo tidak masuk, suku bunga, tagihan berulang, tidak meminjam namun ditagih, dan tunggakan hutang. 

Sementara untuk permasalah leasing adalah seputar klaim asuransi, permohonan keringanan, BPKB belum diserahkan, Slik BI/BI Checking, take over kendaraan, unit hilang, cara penagihan, penarikan kendaraan, biaya penarikan, dan gagal bayar. 

Baca Juga: Mengelola Komplain, Strategi Jitu Gaet Konsumen

Asuransi dan Robot Trading
Terkait asuransi, menurut Rio, persoalan klaim menjadi permasalahan krusial dan sistemik, karena banyak perusahaan asuransi gagal bayar. Selain itu, proses penjualan produk asuransi masih banyak bermasalah, khususnya unit link. 

"Proses penawaran produk kurang dijelaskan secara utuh dan detail, sehingga ketika konsumen proses klaim polis tidak tercover oleh asuransi," jelasnya. 

YLKI menilai fungsi pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat lemah terkait pengelolaan dana nasabah oleh perusahaan asuransi yang tidak transparan dan akuntabel. 

Konsumen sendiri mudah terjebak dengan penawaran produk asuransi yang menjanjikan manfaat yang tinggi. Oleh karena itu, YLKI meminta adanya lembaga penjamin asuransi bagi konsumen. 

Di sisi lain, YLKI juga menganalisis soal robot trading. YLKI mengatakan, Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Nasabah di Bidang Perdagangan Berjangka Komoditi tidak secara khusus mengatur aturan mengenai robot trading. 

Padahal, YLKI berpendapat, perlu adanya penyelesaian sengketa konsumen yang lebih lengkap dan berkepastian hukum di dalam penyelesaian sengketa konsumen robot trading. 

Selain itu, perlu adanya pengaturan hak, kewajiban, tanggung jawab bagi pedagang, pengelola, dan konsumen aset kripto yang menggunakan robot trading. Tak sampai disitu, perlu juga adanya aturan atau regulasi yang jelas di dalam standar sebuah perjanjian elektronik dalam jual beli aset kripto menggunakan robot trading. 

Adanya mekanisme pemetaan bagi pelaku usaha penyelenggara robot trading untuk dapat dijadikan rujukan bagi konsumen turut dinilai penting. Hal ini agar dapat meminimalisir kerugian atau risiko saat bertransaksi. OJK pun harus mengawasi investasi robot trading. 

Baca Juga: Medsos dan Panggung Perjuangan Konsumen

Tren Tahun ke Tahun
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menerangkan pengaduan individu dalam lima tahun terakhir. Hasilnya, pengaduan pada 2022 mengalami kenaikan menjadi 882 dari sebelumnya hanya 535 pada 2021. 

Mengulik ke belakang, pada tahun 2018 tercatat ada 564 aduan. Jumlah tersebut turun tipis menjadi 563 aduan pada 2019. Pada 2020, jumlah aduan kembali turun menjadi 402. 

Adapun, sektor jasa keuangan di tiap tahunnya selalu masuk dalam top 3 pengaduan konsumen yang masuk ke YLKI. 

"Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan terdapat tumpang tindih antara UU OJK dengan UU Perlindungan konsumen terkait mekanisme penyelesaian sengketa, khususnya di jasa keuangan," terang Tulus 

Tulus juga menuturkan bahwa perlindungan konsumen di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini terlihat dari beberapa kasus besar yang memakan banyak konsumen namun penyelesaiannya tidak berpihak pada konsumen seperti robot trading, Asuransi jiwasraya, Bumiputera, dan Meikarta. 

Permasalahan refund dalam bertransaksi pun juga masih menjadi soal di berbagai sektor, seperti uang tidak dikembalikan, uang dipotong, refund tidak jelas. Padahal, menurutnya, secara regulasi refund merupakan hak konsumen yang dijamin oleh UUPK. 

Sebagai perwakilan YLKI, Tulus memberikan beberapa saran atas beberapa permasalahan tersebut. Pertama, amandemen UUPK mendesak segera dilakukan untuk mengakomodir pengaduan konsumen di era digital. 

Melihat konstruksi permasalahan yang masuk ke YLKI dan sistem perlindungan yang lemah, lanjutnya, maka perlu regulasi untuk memberi perlindungan terhadap konsumen. 

Sementara itu, UUPK saat ini sudah masuk dalam prolegnas. Oleh karena itu, DPR dinilai perlu segera melakukan pembahasan amandemen UUPK untuk melindungi masyarakat konsumen. 

Tulus juga mengatakan bahwa pentingnya pelaku usaha untuk meningkatkan literasi terhadap konsumen, khususnya di sektor jasa keuangan. 

"Selain itu, implementasi UU PDP perlu dikawal, sehingga melindungi dari kebocoran data. Juga, mendorong kepatuhan pelaku usaha terhadap implementasi UU PDP," pungkas Tulus.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar