c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

29 Oktober 2022

08:12 WIB

Wujudkan Satu Data Pangan, Bapanas Gandeng BPS

Evaluasi terhadap potensi inflasi membutuhkan parameter angka survei yang dikeluarkan BPS. Baru kemudian diambil langkah cepat dalam mengantisipasi kenaikan harga-harga panga

Wujudkan Satu Data Pangan, Bapanas Gandeng BPS
Wujudkan Satu Data Pangan, Bapanas Gandeng BPS
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo dalam rapat koordinasi persiapan Satu Data Pangan di IICC Bogor, Jumat (28/10/2022). Antara/Linna Susanti

BOGOR - Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Badan Pusat Statistik (BPS) menyiapkan data integrasi stok, distribusi dan pasokan pangan secara nasional ke dalam Satu Data Pangan. Data yang dihimpun dari 514 kota dan kabupaten ini, ditujukan sebagai acuan pengendalian inflasi bidang ketahanan pangan yang terhubung dalam Satu Data Indonesia.
 
Kepala Bapanas Arief Prasetyo seprti dikutip dari Antara Sabtu (29/10) mengatakan, evaluasi terhadap potensi inflasi membutuhkan parameter angka survei yang dikeluarkan BPS. Baru kemudian diambil langkah cepat dalam mengantisipasi kenaikan harga-harga pangan.
 
"Ini titik awal, nanti kita akan petakan satu per satu. Setelah ini pastinya kedeputian Badan Pangan dan BPS pasti akan bertemu, apa-apa saja yang kita perlukan. Tentunya yang bisa sangat cepat kita eksekusi, karena ini enggak bisa nunggu," kata Arief.
 
Arif mengemukakan, dilihat dari peta pangan, ada data terkait prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau Prevalence of Undernourishment (PoU).  Bapanas, lanjutnya, saat ini sedang memetakan strategi data-data yang dikumpulkan dari dinas-dinas bidang ketahanan pangan seluruh Indonesia. Langkah ini diperlukan agar cepat mengantisipasi kenaikan harga pangan di suatu daerah dan bisa segera mengirimkan stok yang cukup dari daerah produsen.
 
Menurut data BPS inflasi secara nasional mencapai 5,95% dari September 2021 ke September 2022. Pada Bulan September 2022 terjadi inflasi sebesar 1,17% dipicu oleh transportasi yang mengalami inflasi 8,88% sehingga berkontribusi sebesar 1,08%.
 
Sementara, kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau, pada September mengalami deflasi atau penurunan harga-harga secara umum sebesar 0,3%. Sehingga memberi andil terhadap inflasi keseluruhan sebesar minus 0,08%.
 
Adapun komoditas dominan yang memberi andil terhadap deflasi meliputi bawang merah dengan andil minus 0,06%, cabai merah minus 0,05%, dan minyak goreng minus 0,03%. Selanjutnya juga tomat dengan andil terhadap deflasi sebesar minus 0,02%, cabai rawit minus 0,02%, dan ikan segar minus 0,01%.
 
"Mobilisasi stok dari daerah satu ke daerah lain, ini juga saya lagi pikirkan, karena bisa jadi produksi jagung yang luar biasa di NTB, karena kita tidak tahu kemana arahnya, beberapa sentra produksi ternak seperti Blitar dan lain-lain tidak dapat pasokan. Kalau Badan Pangan Nasional langsung eksekusi,” kata Arief.

 

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan, penyediaan data dan informasi pangan di desa menjadi salah satu upaya dalam pengendalian inflasi di desa.
 
"Kegiatan pengendalian inflasi daerah pada tingkat desa dapat meliputi penyediaan data dan informasi hasil produksi dan harga komoditas di desa, terutama pangan," ujarnya beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, penyediaan data dan informasi itu penting mengingat tantangan inflasi pangan masih cukup tinggi, khususnya karena pengaruh global. Ia menambahkan, produksi dan pengelolaan ketersediaan komoditas di dalam desa, terutama pangan dan energi juga turut menjadi kegiatan dalam pengendalian inflasi di desa.
 
senada, Pengamat pertanian dari Universitas Gadjah Mada Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan, Bapanas sudah seharusnya memiliki neraca pangan dengan data tunggal. Hal ini dibutuhkan agar bisa melakukan tata kelola kebijakan pangan nasional dengan baik.
 
"Yang kita perlukan adalah neraca pangan yang kalau dilihat dari datanya dia adalah single data, datanya harus tunggal, data nasional," kata Jangkung.

Menurutnya, apabila setiap kementerian-lembaga masing-masing memiliki data tersendiri terkait komoditas pangan dengan angka yang berbeda-beda akan membuat informasi menjadi rancu. Efeknya, akan berdampak pada pengambilan kebijakan terkait pangan.
 
"Oleh karena itu data tunggal nasional menjadi prasyarat penting kalau kita akan berbicara tentang sistem neraca pangan nasional," ucap Jangkung.
 
Selain itu, Jangkung juga berharap, neraca pangan juga harus data yang valid dan reliabel atau bisa dipercaya. Data tersebut harus merepresentasikan kondisi pangan yang sesuai jumlahnya dengan yang ada di lapangan. Karakter lain yang harus ada dalam sistem neraca pangan nasional yaitu data yang terus menerus diperbarui secara berkala. 

"Karakter yang lain adalah harus selalu update. Maka menjadi penting adanya sistem informasi pangan nasional yang kemudian bisa menyiapkan data dengan karakter tadi. Karena data itu muaranya akan dianalisis dan akan digunakan sebagai input untuk kebijakan pangan nasional," kata Jangkung.
 
Jangkung menjabarkan bahwa dengan adanya neraca pangan nasional akan menghindarkan dari kebijakan importasi yang tidak perlu, atau bahkan mencegah kegaduhan terkait impor pangan.

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar