17 April 2025
11:31 WIB
WTO: Perang Tarif Bikin Perdagangan Dunia Anjlok Jadi Minus 0,2%
WTO memproyeksi, dengan situasi saat ini, pertumbuhan volume perdagangan barang dunia 2025 akan anjlok dari 2,7% menjadi kontraksi 0,2%. Jika memburuk, perdagangan global dapat menyusut menjadi -1,5%.
Editor: Khairul Kahfi
Truk trailer melintas di lapangan penumpukan kontainer, Terminal Petikemas Surabaya, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (17/5/2024). Antara Foto/Didik Suhartono/rwa.
JENEWA - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memproyeksi, dengan situasi saat ini pertumbuhan volume perdagangan barang dunia di 2025 akan anjlok menjadi minus 0,2%. Proyeksi ini turun hampir 3 persen poin ketimbang skenario dasar 'tarif rendah' yang bisa mendukung pertumbuhan kisaran 2,7% pada perkiraan sebelumnya.
Laporan Prospek dan Statistik Perdagangan Global WTO menjelaskan, proyeksi ini didasarkan pada situasi tarif per 14 April 2025. Bahkan jika situasinya memburuk, proyeksi perdagangan dapat menyusut lebih jauh hingga -1,5% pada 2025.
Perdagangan jasa juga diperkirakan akan terpengaruh negatif, meskipun tidak secara langsung terkena kebijakan tarif. Ditandai dengan proyeksi volume perdagangan jasa komersial global sekarang tumbuh sebesar 4,0%, atau lebih lambat dari yang diharapkan sebelumnya bisa mencapai 5,1%.
"Saya sangat prihatin dengan ketidakpastian seputar kebijakan perdagangan, termasuk kebuntuan AS-Tiongkok," kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala dalam keterangan resmi, Jakarta, dikutip Kamis (17/4).
Sementara ini, lanjutnya, penurunan ketegangan kebijakan tarif dagang antara AS-China baru-baru ini telah meredakan sebagian tekanan pada perdagangan global. Namun, ketidakpastian yang terus berlanjut mengancam menghambat pertumbuhan global, dengan konsekuensi negatif yang parah bagi dunia, khususnya ekonomi yang paling rentan.
"Dalam menghadapi krisis ini, anggota WTO memiliki peluang yang belum pernah ada sebelumnya untuk menyuntikkan dinamisme ke dalam organisasi, mendorong terciptanya 'lapangan bermain' yang setara, menyederhanakan pengambilan keputusan, dan mengadaptasi perjanjian kita agar lebih sesuai dengan realitas global saat ini," tekannya.
Pada awal tahun, Sekretariat WTO memperkirakan akan terjadi perluasan perdagangan dunia yang berkelanjutan di 2025 dan 2026. Ditandai dengan perdagangan barang yang tumbuh sejalan dengan PDB dunia, sementara perdagangan jasa komersial meningkat lebih cepat.
Namun, sejumlah besar dinamika tarif baru yang diberlakukan sejak Januari mendorong para ekonom WTO untuk menilai kembali situasi perdagangan. Lantaran situasi yang ada mengakibatkan penurunan signifikan pada perkiraan perdagangan barang dan penurunan yang lebih kecil dalam prospek untuk perdagangan jasa.
Risiko Perdagangan Global 2025 Belum Usai
Dalam laporan yang sama, WTO juga menekankan, risiko terhadap perkiraan perdagangan barang yang tetap ada, terutama dari pengaktifan kembali 'tarif timbal balik' yang ditangguhkan oleh AS hingga 9 Juni mendatang, serta penyebaran ketidakpastian kebijakan perdagangan yang dapat memengaruhi hubungan perdagangan non-AS.
Jika terwujud, kebijakan tarif timbal balik akan mengurangi pertumbuhan volume perdagangan barang global sebesar 0,6 poin persentase pada 2025. Sementara penyebaran ketidakpastian kebijakan perdagangan dapat memangkas 0,8 poin persentase lainnya.
Dengan demikian, isu tarif timbal balik dan penyebaran ketidakpastian kebijakan perdagangan secara total akan menyebabkan penurunan sekitar 1,5% terhadap proyeksi pertumbuhan perdagangan barang dunia di 2025.
"Simulasi kami menunjukkan bahwa ketidakpastian kebijakan perdagangan memiliki efek yang signifikan terhadap arus perdagangan, mengurangi ekspor dan melemahkan aktivitas ekonomi," kata Kepala Ekonom WTO Ralph Ossa.
Meski begitu, dalam perkiraannya, WTO belum menghitung risiko pergerakan pertumbuhan perdagangan jasa yang terkait dengan eskalasi ketegangan perdagangan saat ini
Ralph kembali menggarisbawahi, kebijakan tarif merupakan pendorong kebijakan dengan konsekuensi yang luas dan sering kali tidak diinginkan oleh banyak pihak.
"Di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan, pandangan yang jelas tentang trade-off tersebut (pengorbanan demi mendapatkan hal lain) menjadi lebih penting dari sebelumnya," jelasnya.