c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

14 Januari 2023

15:24 WIB

Wamenkeu: Defisit APBN Jadi Salah Satu Strategi Mendorong Pertumbuhan

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan defisit APBN merupakan salah satu strategi menghadapi 2023 yang penuh ketidakpastian.

Penulis: Khairul Kahfi

Wamenkeu: Defisit APBN Jadi Salah Satu Strategi Mendorong Pertumbuhan
Wamenkeu: Defisit APBN Jadi Salah Satu Strategi Mendorong Pertumbuhan
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan defisit APBN merupakan salah satu strategi menghadapi 2023 yang penuh ketidakpastian. Foto KLI Kemenkeu

JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) merupakan salah satu strategi untuk menghadapi 2023 yang masih penuh tantangan dan ketidakpastian.

“APBN yang defisit adalah strategi kita. Jadi itu adalah pilihan dan kita memilih untuk melaksanakan APBN yang defisit, supaya kita bisa betul-betul melakukan belanja negara yang produktif itu di depan,” kata Wamenkeu dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (13/1).

Ia melanjutkan, belanja negara yang ditargetkan mencapai Rp3.000 triliun pada tahun ini akan dimaksimalkan untuk mendorong dunia usaha menghadapi era suku bunga tinggi. Harapannya, pengelolaan fiskal yang tepat akan dapat mendorong pencapaian target produk domestik bruto (PDB) 2023 sebesar Rp21 ribu triliun.

“Kita akan terus mendorong supaya Rp3.000 triliun belanja negara itu akan benar-benar bisa kita gunakan secara efisien untuk menghasilkan produk domestik bruto yang kita harapkan tahun 2023 mencapai Rp21 ribu triliun,” ujarnya.

Sebagai pengingat, dari sisi pembiayaan anggaran defisit APBN TA 2023 ditetapkan sebesar 2,84% dari PDB atau secara nominal sebesar Rp598,2 triliun. Dengan besaran defisit tersebut, pemerintah bersama dengan DPR telah menyepakati APBN TA 2023 masih membutuhkan pembiayaan utang sebesar Rp696,3 triliun, untuk dapat dikelola secara efisien dan efektif. 

Baca Juga: Sepanjang 2022, APBN Tekor Rp464,3 Triliun

Secara bertahap, defisit APBN juga telah menurun dari 6,14% pada 2020; menjadi 4,57% dalam APBN Tahun 2021; dan turun lagi menjadi 4,50% dalam Perpres 98/2022. 

Dengan kenaikan suku bunga dan depresiasi nilai tukar yang telah menyebabkan gejolak di sektor keuangan, Kementerian Keuangan menilai, maka Defisit APBN yang lebih rendah tersebut memberikan potensi keamanan bagi APBN dan perekonomian. 

Selain itu, Suahasill menerangkan, alokasi belanja negara juga akan dioptimalkan untuk berbagai tujuan. Seperti menahan dampak inflasi, menjaga daya beli masyarakat, menguatkan belanja berkualitas, peningkatan kualitas belanja daerah untuk mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan, serta melakukan akselerasi pembangunan.

“Kita bangun infrastruktur lebih cepat, kita bangun jembatan lebih cepat, jalan tol, dan seterusnya,” paparnya. 

Sementara itu, belanja pemerintah daerah dalam bentuk dana transfer ke daerah juga untuk mendorong pembangunan di daerah yang digiring oleh seluruh Pemda di Indonesia. “Sehingga, anggaran defisit itu adalah strategi kita untuk mendorong pertumbuhan,” ungkapnya.

Namun demikian, Wamenkeu menyampaikan, defisit APBN harus dikelola secara hati-hati sehingga tetap terkendali. Kinerja APBN 2022 yang positif dengan defisit di bawah 3% akan lebih cepat mencapai upaya konsolidasi fiskal.

Sebelumnya, Kemenkeu menyampaikan, capaian APBN 2022 sementara mengalami defisit Rp464,3 triliun atau 2,38% terhadap PDB. Capaian di 2022 pun dianggap cukup baik dibanding kondisi APBN 2021 yang defisitnya mencapai Rp775 triliun atau sekitar 4,57% dari PDB.

“Meskipun menurut Undang-Undang 2 Tahun 2020 kita diperbolehkan defisit di atas 3% sampai dengan Tahun Anggaran 2022, tapi kita bisa menutup Tahun Anggaran 2022 dengan defisit yang sudah di bawah 3%. Sekarang dalam proses akan diaudit dan moga-moga nanti kita yakini bahwa 2,38% dari PDB defisit 2022,” sebut Wamenkeu.

Bengkaknya Utang Pemerintah Indonesia
Terpisah, dalam diskusi publik ‘Catatan Awal Ekonomi 2023’, Ekonom senior Indef Didik J Rachbini menegaskan, dirinya khawatir terhadap kondisi perkembangan utang pemerintah pusat yang begitu besar. Ia begitu menyoroti soal utang pemerintah pusat per November 2022 yang sudah mencapai Rp7.554,25 triliun.

Pantauannya, utang pemerintah Indonesia pada 2010 telah mencapai Rp1.676,14 triliun; menjadi Rp3.165,13 triliun pada 2015; naik lagi ke level Rp4.778 triliun pada 2019; dan melonjak signifikan menjadi Rp6.074,56 triliun pada 2020, tahun di mana covid-19 resmi menyerang Indonesia.

Ia mengingatkan, beban utang yang diemban pemerintah saat ini akan diwariskan kepada pemimpin Indonesia pada tahun-tahun mendatang. Pada gilirannya, utang sebesar itu akan membebani APBN di masa depan.

“Utang sebesar Rp7.500-an triliun, (jika) ditambahkan (utang) BUMN sekitar Rp2-3 ribu triliun, jadi belasan triliun. Ini akan berimplikasi pada APBN ke depan yang habis untuk membayar utang, sementara utang itu akan terus banyak,” beber Didik, Kamis (5/1). 

Lebih lanjut, dirinya kembali mengingatkan, agar pemerintah tidak terlena dengan capaian pendapatan negara via perpajakan pada 2022 yang bisa melampaui target awal. Kemenkeu mencatat, pendapatan negara hingga akhir Desember 2022 mencapai Rp2.626,4 triliun atau lebih besar dari target APBN 2022 yang dipatok hanya berkisar Rp1.846,1 triliun.

“Jadi ada tambahan kira-kira Rp600-700 triliun karena durian runtuh (harga) komoditas naik, tapi itu (capaian pajak besar) hanya 2-3 tahun, dan kembali lagi yang tertinggal adalah utangnya,” tegasnya. 

Baca Juga: Bank Dunia Beri Pinjaman US$400 Juta Dukung Indonesia Atasi Banjir

Sementara itu, Ekonom Faisal Basri mengingatkan, pendapatan negara via capaian pajak akan kembali melorot di 2023. Meski capaian rasio pajak kepada PDB di 2022 sudah mencapai 10,4%, nampaknya capaian itu, Faisal proyeksi akan kembali turun ke level single digit lagi di 2023.

Bukan tanpa alasan, peringkat rasio pajak Indonesia hanya menempati urutan ke-134 dunia dari 143 negara yang datanya tersedia. Pemerintah sendiri mematok pendapatan negara via penerimaan perpajakan dalam APBN 2023 sebesar Rp2.021,2 triliun.

Unfortunately, soal tax ratio turun lagi tahun ini, namun hutangnya akan bertambah jadi tidak akan berkurang,” sebut Faisal.

Dirinya pun meminta pemerintah berkaca pada komitmen Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim yang sempat menjadi Menteri Keuangan dahulu terkait perlakuan defisit fiskal. Dari awalnya menekan defisit menjadi balance budget, kemudian menjadi surplus fiskal secara beruntun.

Faisal juga menyoroti upaya Anwar Ibrahim yang menolak pinjaman dari Bank Dunia dan sebagainya untuk menyehatkan fiskal negara. 

“Jadi, matter of commitment saya rasa, kita bisa mengurangi hutang. Jangan ditambah-tambah lagi dong, kasihan generasi yang akan datang dan pemerintah akan datang,” ungkapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar