15 Februari 2023
17:45 WIB
JAKARTA – PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Nasional Indonesia Tbk (BNI) direncanakan akan keluar secara perlahan dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo mengaku telah melakukan pembicaraan dengan beberapa investor potensial yang diharapkan bisa datang dari perbankan global. Dengan begitu diproyeksikan BSI dapat naik menjadi bank berkelas dunia.
“Ini akan kita lihat peluang pasarnya. Apabila BNI dan BRI mulai exit, kira-kira siapa yang bisa menggantikan dan berapa besar size-nya,” kata Tiko di sela BSI Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (15/1).
Untuk diketahui, pada aksi right issue BSI terakhir di Desember 2022, BNI hanya menggunakan separuh haknya, sementara BRI tidak menggunakan haknya sama sekali pada aksi penguatan modal tersebut.
Tak ayal kepemilikan saham BNI di BSI terdilusi dari 24,85% menjadi 23,24%, sedangkan kepemilikan saham BRI juga turun dari 17,25% menjadi 15,38%.
Sebelumnya, BSI mencatatkan laba bersih Rp4,26 triliun sepanjang 2022 atau tumbuh 40,68% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).
"Capaian yang sangat impresif di tahun kedua ini merupakan hasil kerja yang solid dan strategi respons yang tepat (strategic response) BSI di tengah berbagai tantangan ekonomi di sepanjang 2022," ujar Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi
Hery mengatakan, pertumbuhan laba tersebut diiringi dengan peningkatan aset bank dengan kode emiten BRIS yang saat ini mencapai Rp305,73 triliun atau tumbuh 15,24% secara tahunan (yoy).
Capaian laba bersih juga ditopang oleh pertumbuhan bisnis yang sehat dari segmen retail dan wholesale serta didukung oleh peningkatan dana murah, kualitas pembiayaan yang baik, efisiensi, dan efektivitas biaya serta fee based income (FBI).
Peningkatan laba bersih juga didorong oleh pencapaian kinerja penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp261,49 triliun yang tumbuh 12,11% (yoy) dan pembiayaan yang tumbuh 21,26% (yoy) menjadi Rp207,7 triliun.
Pembiayaan Wholesale
Hery melanjutkan, BSI juga membidik peningkatan penyaluran pembiayaan wholesale dari 30% menjadi 35% dari total pembiayaan.
“Pembiayaan kami sekarang 70 retail consumer, 30 wholesale. Kami akan menuju 35% dan 65%,” kata Hery.
Ia menjelaskan, BSI mengincar penyaluran pembiayaan jangka panjang ke sektor jasa kesehatan dan telekomunikasi untuk memenuhi target tersebut.
Sementara itu, untuk meningkatkan sumber pembiayaan yang saat ini berasal dari dana pihak ketiga (DPK), BSI akan mendiversifikasi sumber pendanaan dengan menerbitkan sukuk.
“Kami akan melakukan diversifikasi. Sebagian nanti mungkin dalam bentuk penerbitan sukuk, baik lokal maupun global,” ucapnya.
Dengan keberadaan cabang BSI di Dubai, Uni Emirat Arab, ia meyakini BSI akan lebih mudah berinteraksi dengan investor di Timur Tengah.
Tiko sendiri menyebut BSI didorong untuk lebih banyak menyalurkan pembiayaan wholesale jangka panjang, tidak hanya kepada proyek dalam negeri tetapi juga ke luar negeri.
“Kami ingin terus menyosialisasikan bahwa struktur syariah adalah struktur keuangan yang paling tepat untuk pembiayaan infrastruktur, pembiayaan jangka panjang, terutama untuk proyek Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” imbuhnya.
Terkait penerbitan sukuk, menurutnya, hal ini masih rencana awal dengan nilai dan peruntukkan akan disesuaikan dengan permintaan pasar dan kebutuhan proyek pembiayaan jangka panjang Indonesia. Per Desember 2022, pembiayaan wholesale BSI mencapai Rp57,18 triliun atau tumbuh 15,80% secara tahunan dan pembiayaan sindikasi mencapai Rp45 triliun atau tumbuh 13,44% secara tahunan.