23 Juni 2023
21:00 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia 2023 sebesar Rp24,5 triliun yang berasal dari 2,08 juta pekurban (shahibul qurban). Jumlah ini menurun tipis dari potensi ekonomi kurban 2022 yang diestimasi mencapai Rp24,3 triliun dari 2,17 juta orang pekurban.
Direktur IDEAS Yusuf Wibisono mengatakan, ada penurunan sekitar 90 ribu pekurban pada tahun ini. Hal ini bisa terjadi lantaran kondisi resesi global yang telah melemahkan kembali pemulihan ekonomi, meski pandemi kini telah berakhir dan mobilitas masyarakat telah sepenuhnya normal.
“Melemahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga pangan dan energi, antara lain terlihat dari rendahnya inflasi saat Ramadan dan Idulfitri tahun ini yang baru saja berlalu, menyebabkan kami mengambil estimasi kurban yang konservatif,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Jakarta, Jumat (23/6).
Ia menjabarkan, dari 2,08 juta keluarga muslim berdaya beli tinggi yang berpotensi menjadi shahibul qurban tahun ini, kebutuhan hewan kurban terbesar adalah kambing-domba sekitar 1,23 juta ekor; sedangkan sapi-kerbau sekitar 505 ribu ekor.
Baca Juga: Kementan Proyeksi Kebutuhan Ternak Kurban Naik 2% di 2023
“Dengan asumsi berat kambing-domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 41%, serta berat sapi-kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 57%, maka potensi ekonomi kurban 2023 dari sekitar 1,74 juta hewan ternak tersebut setara dengan 103,0 ribu ton daging,” tuturnya.
Yusuf menggarisbawahi, Indonesia sejak lama mengalami kesenjangan konsumsi makanan yang lebar, berakar dari kesenjangan pendapatan. Kesenjangan dalam konsumsi makanan terlihat jelas pada jenis makanan penting yang harganya mahal sehingga tidak mampu dijangkau masyarakat kelas bawah, seperti daging.
Pada 2022, rata-rata penduduk di persentil tertinggi atau 1% kelas terkaya mengonsumsi sekitar 5,31 kg daging kambing dan sapi/kapita/tahun. Jumlah ini, menurutnya sekitar 294 kali lebih tinggi dari rata-rata penduduk di persentil terendah atau 1% kelas termiskin, yang hanya mengonsumsi 0,02 kg daging/kapita/tahun.
Dengan dampak resesi global yang kini semakin terasa dan lebih keras menghantam kelompok miskin, kesenjangan konsumsi daging cenderung akan semakin memburuk. Maka, kehadiran kurban di tengah resesi global menjadi sangat berarti bagi si miskin.
“Kurban berpotensi besar memperbaiki akses kelompok miskin pada pangan penting yang harganya mahal ini. Akses yang lebih merata akan menurunkan tingkat ketimpangan konsumsi daging,” ujarnya.
Tekan Ketimpangan
Dirinya optimistis, terdapat peluang besar untuk menurunkan ketimpangan konsumsi daging yang sangat tinggi antara kelas bawah dan kelas atas, di tengah besarnya potensi kurban dan rendahnya konsumsi daging masyarakat saat ini.
Namun, kondisi ini dapat terjadi ketika semua pihak mampu memfokuskan pendistribusian daging kurban pada kelompok masyarakat dengan konsumsi daging terendah.
“Pada 2022, kami mengidentifikasi setidaknya terdapat 74,2 juta orang mustahik yang merupakan kelompok dengan konsumsi daging terendah, karenanya paling berhak menerima daging kurban,” ucapnya.
Mustahik prioritas yang paling tepat menerima daging kurban tersebut terdiri dari 5,2 juta mustahik miskin ekstrem atau di bawah 0,8 garis kemiskinan/GK; 11,4 juta mustahik miskin kisaran 0,8-1,0 GK; 16,5 juta mustahik hampir miskin kisaran 1,0-1,2 GK; dan 41,1 juta mustahik rentan miskin kisaran 1,2-1,6 GK.
Baca Juga: Jelang Iduladha, Bapanas Jamin Stok Daging Sapi Cukup
Menurut Yusuf, dengan penargetan secara sempurna kepada 74,2 juta mustahik prioritas, kesenjangan konsumsi daging berpotensi kuat dapat diturunkan secara signifikan. Dengan catatan, mustahik dengan kelas ekonomi lebih rendah mendapatkan alokasi daging kurban yang lebih banyak.
“Simulasi kami menunjukkan, jika dapat dilakukan rekayasa sosial dalam pendistribusian daging kurban, yang mengizinkan pentargetan secara sempurna kepada 74,2 juta mustahik prioritas, maka kesenjangan konsumsi daging yang diukur dalam gini rasio berpotensi turun signifikan, dari 0,61 menjadi 0,38 (poin),” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan stok kurban Indonesia tahun ini dalam kondisi aman bahkan surplus. Bahkan, berdasarkan data dan pengawasan di lapangan stok kurban ini berada dalam kondisi sehat atau bebas dari penyakit.
Menurutnya, ketersediaan hewan kurban secara nasional di 2023 sebanyak 3,2 juta ekor. Kementan memproyeksi, kebutuhan hewan kurban tahun ini berupa sapi sebanyak 650.282 ekor, kerbau 16.327 ekor, kambing 743.672 ekor, dan untuk domba 332.770 ekor.
“Se-Indonesia kita mempersiapkan hewan kurban 3,2 juta ekor, dan dari deteksi serta laporan yang ada semua on the track, ketersediaan dalam pantauan,” terang SYL, Rabu(21/6).