c

Selamat

Senin, 10 November 2025

EKONOMI

21 September 2021

19:02 WIB

Trenggono Sebut Kapal Asing Pencuri Ikan Capai Ribuan

Pencurian ikan juga dilakukan kapal berbendera Indonesia

Editor: Fin Harini

Trenggono Sebut Kapal Asing Pencuri Ikan Capai Ribuan
Trenggono Sebut Kapal Asing Pencuri Ikan Capai Ribuan
Pemusnahan kapal penangkap ikan berbendera Malaysia di perairan Pelabuhan Samudera Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Kamis (18/3/2021). ANTARAFOTO/Irwansyah Putra

JAKARTA – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan jumlah kasus pencurian ikan oleh kapal asing di wilayah perairan Indonesia bisa mencapai ribuan. Lebih banyak jika dibandingkan dengan data kapal yang berhasil ditangkap oleh petugas keamanan.

"Kalau ada 47 yang melanggar wilayah dalam negeri itu terlalu sedikit, bisa jadi 1.000, 2.000 yang melanggar, 47 itu yang ketangkap," kata Menteri Trenggono dalam acara Bincang Bahari di Jakarta, Selasa (21/9), dikutip dari Antara.

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), tercatat 135 kapal yang diamankan karena melakukan pelanggaran dalam penangkapan ikan pada periode Januari–September 2021.

Dari total jumlah tersebut, sebanyak 88 kapal merupakan kapal ikan Indonesia dan sisanya 47 kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Dari 47 kapal asing tersebut, 16 kapal berbendera Malaysia, 6 kapal berbendera Filipina, dan 25 kapal berasal dari Vietnam.

Ia menyebutkan pihaknya fokus membenani sektor tersebut, untuk meningkatkan ekonomi Indonesia. "Yang kita lakukan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Supaya teratur dengan baik dan seterusnya," kata dia.

Ia mengemukakan Indonesia terus disorot oleh dunia internasional terkait praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing. Dia mengaku bahwa sejak era Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat oleh Susi Pudjiastuti, penegakan hukum terhadap kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia mulai meningkat.

Namun, menurutnya, tindakan IUU Fishing sendiri sebenarnya juga banyak dilakukan oleh kapal-kapal ikan dari dalam negeri. Praktik-praktik penangkapan ikan secara besar-besaran dan tidak terukur ini, kata dia, dapat mengancam keberlanjutan sumber daya laut Indonesia di masa datang.

"Saya berpikir kenapa kita masih dibicarakan mengenai IUU Fishing, padahal kita sudah sering menangkap kapal-kapal pelaku illegal fishing. Saya pikir, saya evaluasi. Ternyata yang dimaksud IUU Fishing itu bukan hanya ruang perikanan kita yang diambil oleh pelaut luar, tapi juga di dalam negeri sendiri penangkapan kita masih menggunakan cara-cara yang kurang baik," paparnya.

Sebelumnya, Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim, memperkirakan kerugian akibat hasil tangkapan ikan ilegal, termasuk penangkapan yang tidak dilaporkan dengan benar ke pelabuhan,  bisa bernilai kerugian hingga lebih dari Rp100 triliun per tahun.

"(Kerugian lebih dari Rp100 triliun per tahun) belum termasuk nilai pajaknya," kata Abdul Halim di Jakarta, Selasa (9/7/2019).

Sejumlah nelayan menyortir ikan sebelum didistribusikan di Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh, Aceh, Selasa (7/9/2021). ANTARAFOTO/Syifa Yulinnas

 

Penangkapan Terukur
Untuk meningkatkan manfaat ekonomi kelautan, lanjut Trenggono, KKP menyiapkan regulasi yang mengatur tata cara penangkapan ikan di laut Indonesia. Mulai dari jumlahnya yang dibatasi dengan kuota, zona wilayah yang boleh dilakukan penangkapan, zona wilayah khusus untuk perkembangbiakan ikan secara alamiah, hingga aturan bagi pegiat hobi memancing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.

Kebijakan penangkapan ikan secara terukur tersebut akan diterapkan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Awal tahun depan targetnya kebijakan tersebut sudah menjadi acuan pengelolaan subsektor perikanan tangkap di Indonesia.

Kebijakan strategis memiliki banyak tujuan. Mulai dari pemerataan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan nelayan dan para anak buah kapal (ABK), modernisasi subsektor perikanan tangkap dengan terciptanya pelabuhan yang bersih dan ramah wisatawan, hingga meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar dunia.

Melalui kebijakan terukur ini, Menteri Trenggono juga ingin menegaskan Indonesia dalam melawan illegal fishing tidak sekadar menangkap pelaku, tapi juga mengelola sumber daya perikanan secara berkelanjutan sesuai dengan prinsip ekonomi biru.

"Model (penangkapan terukur) ini sudah kita hitung sedemikian rupa, saya minta dukungan Irjen untuk tata kelolanya supaya tidak keliru, payung hukumnya seperti apa, supaya Januari 2022 sudah bisa kita jalankan, karena kita ingin rebound," ujarnya.  

Akan ada tiga zonasi penangkapan sesuai skema penangkapan terukur. Meliputi zonasi penangkapan untuk industri, zonasi penangkapan untuk nelayan lokal, dan zonasi untuk spawning ground sebagai upaya menjaga keberlanjutan populasi perikanan di Indonesia.    

Pada zonasi penangkapan diatur pula kuota ikan yang boleh ditangkap, yang terdiri dari penangkapan ikan untuk industri, nelayan tradisional dan kuota untuk hobi atau wisata. Dalam menentukan komposisi kuota, KKP berpegang pada hasil kajian Komnas Kajiskan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan saintifik.

Dengan adanya pembagian zonasi dan kuota, Trenggono memastikan kebijakan penangkapan menguntungkan semua pihak. Baik pelaku usaha skala besar, nelayan lokal, hingga pemerintah daerah. Sebab kebijakan ini mengatur pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa melainkan di pelabuhan-pelabuhan yang tidak jauh dari area penangkapan. 

Dengan demikian, perekonomian di daerah penangkapan dan sekitarnya yang selama ini berjalan lambat, bisa lebih menggeliat.

Berdasarkan rencana, kebijakan penangkapan terukur akan diimplementasikan pertama kali di wilayah Timur Indonesia meliputi WPPNRI 718, 717 dan 715.

"Putaran (ekonomi yang dihasilkan) itu sekitar Rp124 trilun per tahun. Kemudian akan ada penambahan tenaga kerja di WPPNRI. Kebutuhan tenaga kerjanya, awak kapalnya bisa lebih dari 200 ribu orang," papar Trenggono.

Implementasi penangkapan ikan terukur akan disertai dengan pengawasan yang lebih ketat. Selain patroli oleh kapal-kapal dan pesawat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP akan mengandalkan teknologi satelit. Setiap kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPPNRI dan ZEE wilayah Indonesia harus dilengkapi dengan Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).

KKP juga akan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana di pelabuhan perikanan. Sebab, melalui penangkapan ikan terukur ini, Trenggono ingin pengiriman produk perikanan ke luar negeri tidak lagi harus melalui Jakarta atau kota-kota besar di Jawa dan Bali, tapi bisa langsung dari pelabuhan di wilayah Timur Indonesia.

Melalui kebijakan penangkapan ikan terukur ini juga, Trenggono ingin kualitas produk perikanan yang dihasilkan Indonesia memiliki daya saing tinggi di pasar internasional. Sebab cara penangkapan dan pengolahannya sesuai dengan standar sehingga kondisinya terjaga sampai ke tangan konsumen.

"Ini yang kita lakukan sebenarnya untuk kepentingan masyarakat dan pelaku usaha perikanan itu sendiri. Supaya teratur dengan baik. Kemudian bagaimana kita bisa dipandang oleh internasional mengenai produk kita," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar