c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

05 November 2022

12:03 WIB

Tren Berlanjut, Investasi Rokok Elektrik Ke RI Terus Tumbuh

Kemenperin mengindentifikasi ada sekitar 10 perusahaan rokok elektrik (rokok-el) yang sedang dalam tahap penjajakan untuk menanamkan modal di Indonesia

Penulis: Khairul Kahfi

Tren Berlanjut, Investasi Rokok Elektrik Ke RI Terus Tumbuh
Tren Berlanjut, Investasi Rokok Elektrik Ke RI Terus Tumbuh
Ilustrasi rokok elektrik. dok. Shutterstock

JAKARTA - Kemenperin mengindentifikasi sejumlah produsen rokok elektrik atau rokok-el berminat berinvestasi di Indonesia. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo memaparkan, sejauh ini ada sekitar 10 perusahaan yang sedang dalam tahap penjajakan untuk berinvestasi di Indonesia. 

Menurutnya, potensi bisnis rokok elektrik yang terus berkembang, merupakan peluang bagi para produsen rokok-el untuk menyuntikkan modalnya di sektor tersebut. Tren rokok elektrik diperkirakan muncul di Indonesia sejak 2010, dan semakin marak empat tahun berselang. 

Sampai saat ini, terdapat 2,2 juta pengguna hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL), termasuk rokok elektrik. Jumlahnya bertambah sekitar 40% dari total pengguna tahun lalu.

“Dengan perkembangan yang pesat tersebut, tentunya pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih,” ujarnya dikutip Sabtu (5/11). 

Sejauh ini, Kemenperin masih menyiapkan pengaturan serta pengembangan, terkait dengan mutu produk sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terus mengikuti perkembangan teknologi, konsumen, dan regulasi.

“Pemerintah juga mendorong riset dan pengembangan untuk industri rokok elektrik yang masih baru, sehingga produk yang dihasilkan bisa sesuai standar konsumen dan memiliki dampak lebih kecil terhadap kesehatan,” papar Edy.

Untuk aspek kesehatan, pemerintah menurutnya menaruh perhatian pada kesehatan anak-anak di bawah umur. Pengawasan, kata Edy, perlu ditingkatkan, terlebih rokok elektrik hanya boleh digunakan untuk orang berusia 18 tahun ke atas. 

“Perlu pemerintah bersama-sama pelaku usaha dan media juga ikut mengawasi. Kita sangat concern tentang perokok anak, kami tidak ingin generasi muda kita terdampak,” imbuhnya.

Cukai Rokok-el
Terkait dengan rencana pengenaan cukai terhadap rokok elektrik, Edy menuturkan, hal tersebut adalah bentuk pengakuan pemerintah terhadap industri tersebut. 

“Secara kebijakan, pemerintah sudah mengakui keberadaan daripada industri rokok elektrik, dengan dibuktikan adanya pengenaan cukai,” ujarnya.

Ketika dikenakan cukai pada 2018, kontribusi cukai rokok elektrik ini mencapai 98,9% dan meningkat pesat pada 2021 menjadi 629,3%. Dengan kata lain, rata-rata setiap tahunnya naik 84,2%. Tahun ini rokok elektrik ditargetkan bisa menyumbang cukai hingga Rp1 triliun. 

Target di 2022 tersebut, naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang kontribusinya diestimasi sekitar Rp629 miliar.

Sebeliumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, ujar dia, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.

“Hari ini juga diputuskan untuk meningkatkan cukai dari rokok elektronik yaitu rata-rata 15% untuk rokok elektrik dan 6% untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15%, selama 5 tahun ke depan,” tuturnya, Kamis (3/11). 

Relaksasi Fiskal
Sementara itu, Ketua Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo) Teguh Basuki Ari Wibowo meminta kepada pemerintah agar dapat merelaksasi tarif cukai untuk tahun depan. 

Teguh menyatakan, perlunya relaksasi diberikan kepada industri ini, mengingat skala industri rokok elektrik yang relatif masih kecil. Pada 2021, kontribusi rokok elektrik terhadap penerimaan cukai negara dari industri hasil tembakau (IHT) senilai Rp629,3 miliar atau hanya 0,3% dari total penerimaan cukai hasil tembakau. 

“Dengan kontribusi pajak masih 0,3% dari total produk IHT, maka kami berharap ada relaksasi tarif cukai ke pemerintah untuk tahun depan,” ujar Teguh.

Menurutnya, pelaku usaha berharap, agar pemerintah memberi relaksasi terhadap industri rokok elektrik karena sebagai sektor padat karya. Hingga kini, industri rokok-el telah menyerap tenaga kerja sekitar 80 hingga 100 ribu orang. 

“Tentu kalau ada relaksasi, menjadi peluang untuk meningkatkan penerimaan negara,” tutur Teguh.

Sementara itu, General Manager RELX Indonesia Yudhistira Eka Saputra mengatakan, pihaknya tengah mengkaji peluang untuk membangun pabriknya di Indonesia. Selaku perusahaan global, RELX bertekad untuk terus membangun pabrik di banyak negara

“Apalagi pasar Indonesia sangatlah besar, tetapi ini butuh kajian yang panjang sambil melihat perkembangan regulasi,” ucapnya.

Yudisthira juga mengatakan, pihaknya mendukung penuh langkah pemerintah yang tengah menyusun SNI untuk produk hasil tembakau termasuk rokok elektrik. “Kami berharap, agar ke depannya bisa dipermudah untuk mendapatkan SNI, sehingga industri bisa tumbuh lebih besar lagi di Indonesia,” tandasnya. 

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar