20 Mei 2023
10:04 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Di tengah kabar serangan siber yang menyebabkan gangguan layanan, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mengaku membukukan kenaikan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) harian dan mencetak volume setoran hampir menyentuh Rp1 triliun.
Catatan rekapitulasi dari 1.132 kantor cabang BSI di Indonesia menunjukkan, total nilai setoran tunai yang dilakukan oleh nasabah pada Selasa (16/5) mencapai Rp981,59 miliar. Adapun, nilai setoran tunai tersebut berasal dari 40.142 transaksi.
Nilai ini bertumbuh signifikan dari pencapaian pada Senin (15/5), di mana total volume transaksi tercatat Rp637,69 miliar yang berasal dari 30.400 transaksi.
Melalui keterangan resmi, Jumat (19/5), Direktur Sales & Distribution BSI, Anton Sukarna menegaskan hingga Selasa (16/5) kemarin, kinerja harian terus menunjukkan tren naik, terutama sejak BSI menggelar weekend banking yang beroperasi di luar jam kerja pada 13-14 Mei lalu.
Pada Selasa (16/5), BSI juga mencatatkan pembukaan jumlah rekening baru 6.737 rekening. Angka ini tumbuh hampir dua kali lipat dari hari sebelumnya, Senin (15/5), ketika jumlah pembukaan rekening baru di BSI mencapai 3.670 rekening.
Selain setoran tunai, pada Selasa (16/5), BSI juga membukukan setoran nasabah institusi dan mitra bayar hingga mencapai Rp33,11 miliar dari 1.494 transaksi. Pencapaian ini pun tumbuh signifikan dibandingkan hari sebelumnya sebanyak Rp18,26 miliar dari 1.307 transaksi.
Tak sampai disitu, BSI juga telah melayani transaksi MPN (Modul Penerimaan Negara) dan Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (SPAN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Selain itu, BSI telah selesai melakukan pelunasan biaya haji dari 161.455 calon jemaah haji 1444 Hijriah atau 100% dari kuota haji yang diberikan kepada perusahaan.
Anton mengaku bersyukur dengan tren positif tersebut, karena hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan nasabah kepada BSI masih tinggi, terlebih setelah perusahaan mengalami gangguan layanan yang terjadi pada Senin (8/5).
Dia juga berterima kasih kepada seluruh nasabah yang telah setia dan memberikan kepercayaannya kepada BSI.
“Kami bersyukur dan berterima kasih kepada seluruh nasabah setia BSI yang telah percaya kepada BSI. BSI berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan kepada seluruh nasabah dan memperkuat sistem keamanan perbankan,” tutur Anton.

Punya Ceruk Pasar Sendiri
BSI dinilai punya ceruk pasar tersendiri dengan karakter nasabah loyal, sehingga tak akan lari atau beramai-ramai menarik dananya, kendati ada indikasi serangan siber terhadap bank syariah terbesar di Indonesia tersebut.
Hal itu diungkapkan Nailul Huda, peneliti ekonomi digital dari Institute for Development and Economics and Finance (Indef). Huda menjelaskan, BSI sebagai hasil penggabungan tiga bank syariah anak usaha dari tiga bank BUMN, memiliki pasar yang sangat loyal dengan landasan spiritual.
“Dulu perusahaan awal BSI dari tiga bank syariah milik bank-bank Himbara punya niche market. Di mana masyarakat yang tidak mau ke bank konvensional larinya ke bank syariah ini. Karena itu pasti nasabahnya gak akan lari karena mereka berhubungan sama keyakinan sebenarnya. Jadi pasti masih loyal nasabahnya,” ujarnya menekankan.
Analisa dari Huda tercermin pada Rini, seorang nasabah BSI di Bogor, Jawa Barat. Rini telah menjadi nasabah Bank Syariah Mandiri sejak 2004. Bahkan Rini mengakui dia adalah ‘nasabah psikologis’, yang sudah punya ‘ikatan batin’ dengan BSI.
“Saya memang nasabah psikologis. Jadi gak terpengaruh. Istilahnya saya sudah punya ikatan batin dengan BSI. Jadi masih percaya insyaAllah,” kata Rini.
Rini bahkan mengaku tak terlalu terpengaruh dengan berita-berita yang ramai beredar terkait dugaan serangan siber terhadap BSI.
“Saya tidak mengikuti dan tidak mau peduli, karena saya punya urusan yang lebih penting daripada ngurusin hoaks itu,” tegas Rini.
Sementara itu, Huda melanjutkan, adanya indikasi serangan siber pun, tidak akan menurunkan pamor BSI ke depan. Pasalnya, BSI hadir sebagai salah satu bank besar di Tanah Air dan didaulat untuk menjadi lokomotif ekonomi syariah di Indonesia, sehingga bisa bersaing di tingkat internasional.
Huda menegaskan, indikasi serangan siber tersebut dinilainya tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kinerja BSI maupun trust dari nasabah secara jangka panjang. Terlebih, menurutnya, BSI terkait dengan bank-bank BUMN dengan reputasi yang terjaga.
“Nasabah tidak akan meninggalkan BSI, karena bank besar dan ketika masyarakat memilih bank syariah larinya ke bank BUMN syariah. Ini adanya di BSI. Karena nama BUMN ini bisa dibilang bisa menjadi jaminan bagi masyarakat,” lanjut Huda.
Bahkan, kata dia, ke depan BSI diyakini akan terus bertumbuh. Hal ini tak terlepas dari tren perbankan syariah yang kian positif.
Adapun saat ini, penetrasi perbankan syariah masih rendah, yaitu di bawah 10%. Sedangkan pemerintah mematok target tingkat penetrasi perbankan syariah Indonesia mencapai 15% dalam kurun 5-10 tahun ke depan.
Di sisi lain, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Di mana sekitar 231 juta penduduknya menganut agama Islam. Sedangkan menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,77 juta pada 2022 lalu.
“Potensi kita masih tinggi sebagai penduduk muslim terbesar dan masih memunculkan peluang di situ. Masalah yang dihadapi BSI saat ini tidak akan mengganggu tren perbankan syariah secara total. Pasti masyarakat percaya BSI bisa segera keluar dari masalah ini, karena BUMN dan aspirasi besarnya. Tapi tentunya masyarakat dan semua pihak ingin hal ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” tutupnya.
Pegawai melayani nasabah mengisi data diri di KCP Bank Syariah Indonesia (BSI), Cimanggis, Depok, Selasa (21/2/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni
Tingkatkan SOP
Sebelumnya, Executive Director Segara Research Institute, Piter Abdullah meminta BSI untuk segera mengambil langkah-langkah melindungi data dan aset nasabah.
Menurutnya, BSI dapat terus berkonsultasi dengan regulator dan harus membuka saluran komunikasi dengan semua nasabah.
"BSI harus segera memgambil langkah-langkah melindungi data dan aset nasabah. Dalam upaya ini, menurut saya BSI hendaknya terus berkonsultasi dengan regulator, yaitu OJK dan BI. Di sisi lain, BSI harus membuka saluran komunikasi dengan semua nasabah," kata Piter kepada Validnews, Selasa (16/5).
Dirinya pun menegaskan bahwa risiko sistem informasi akan selalu ada. Semakin canggihnya tekhnologi, tidak mengurangi risiko tersebut.
"Kasus BSI memperkuat argumentasi bahwa semakin canggih teknologi informasi, semakin mudah dan efisien layanan perbankan, tetapi di baliknya risiko tidak juga berkurang. Bentuk risikonya yang mungkin bergeser atau berganti/berubah," terang dia.
Oleh karena itu, Piter menyarankan agar perbankan terus meningkatkan SOP penanggulangan semua bentuk masalah, termasuk serangan cyber.
"Jangan sampai penanganannya terlalu lama dan merugikan nasabah," ujarnya.
Piter juga menegaskan bahwa besarnya dana yang diberikan untuk proteksi cyber, tidak berpengaruh jika tidak dibarengi dengan SOP pengamanan yang ditingkatkan.