c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

27 September 2023

20:42 WIB

TikTok Dilarang Jualan, Bagaimana Nasib Pedagang Online?

Dampak pelarangan berjualan di TikTok dinilai berdampak minimal ke pedagang kecil pelaku perdagangan online. Apa sebabnya?

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Editor: Fin Harini

TikTok Dilarang Jualan, Bagaimana Nasib Pedagang <i>Online</i>?
TikTok Dilarang Jualan, Bagaimana Nasib Pedagang <i>Online</i>?
Warga menonton siaran langsung pedagang yang menawarkan produk melalui media sosial Tiktok di Jakarta, Selasa (26/9/2023). Antara Foto/Aditya Pradana Putra

JAKARTA - Pemerintah sudah mengambil tindak tegas soal upaya pemisahan antara media sosial dan e-commerce oleh TikTok. Hal ini lantaran TikTok Shop diindikasikan berperan dalam penurunan penjualan dan perdagangan yang tidak sehat pada UMKM lokal dan pasar tradisional.

Tentu saja, sikap ini bisa menjadi pukulan bagi TikTok, yang menjadikan Indonesia sebagai pasar e-commerce terbesarnya setelah Amerika Serikat. Apalagi setelah pengumuman investasi kepada Indonesia sebesar Rp148 triliun yang digaungkan pada awal Juni lalu.

Tapi, bagaimana dengan nasib para pedagang yang terlanjur berjualan di platform tersebut? Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira mengatakan hal ini nampaknya tidak akan mempengaruhi UMKM yang merupakan pedagang kecil di platform tersebut.

Menurutnya hanya ada dua pihak yang akan berdampak dari pemisahan social commerce ini. Pertama adalah influencer atau artis yang banyak menjual produknya secara langsung. Kedua, adalah produsen skala besar atau official store yang mencoba untuk memotong banyak rantai distribusi.

"Mereka itu pasti penjualan di online shop-nya TikTok Itu terpengaruhi. Tapi, kalau pedagang kecil kan kalau dilihat mereka kalah bersaing ya dengan pemain besar di TikTok Shop, jadi kecil sih dampaknya," katanya kepada Validnews, Rabu (27/9).

Menurutnya pedagang kecil seperti UMKM justru akan beralih ke platform e-commerce lainnya seperti Shopee, Tokopedia atau Lazada. Ini lantaran banyak diantara mereka yang sudah mempunyai akun penjualan di platform tersebut.

"Memang terjadi pergeseran, apalagi pedagang-pedagang di social commerce sebelumnya juga punya banyak akun di platform lainnya. Jadi memang ada kecenderungan mereka pindah karena dilarang. Mereka juga bisa pindah ke live sales atau ke platform lain," jelasnya.

Sebelumnya TikTok menyatakan bahwa pemisahan ini akan berdampak pada 6 juta penjual lokal dan hampir 7 juta affiliate yang menggunakan TikTok Shop. Namun dengan cepat hal ini disanggah oleh Bhima, menurutnya hal ini tidak akan berpengaruh banyak mengingat yang banyak diuntungkan merupakan produk luar dan pedagang raksasa.

"Sanggahan TikTok aja yang berlebihan, padahal sebelumnya mereka (usaha) yang kecil-kecil kalah bersaing. Justru dengan adanya pelarangan social commerce, UMKM bisa meningkatkan penjualannya dengan berbagai cara tanpa harus khawatir kalah persaingan dari perusahaan besar ataupun influencer," imbuhnya.

Baca Juga: Bahlil: Izin Tiktok Sebagai Media Sosial, Bukan Untuk Berjualan

Penjualan TikTok
Sebagaimana diketahui, Asia Tenggara telah menjadi salah satu pelopor dalam pertumbuhan penjualan ritel dan e-commerce secara global. Dalam laporan berjudul 'Southeast Asia Ecommerce Forecast 2023' Indonesia terus mengungguli negara-negara lain di kawasan ini dalam hal penjualan e-commerce. Sedangkan Filipina dan Malaysia menjadi penentu pertumbuhan.

Menurut data dari perusahaan ventura yang berbasis di Singapura, Momentum Works, pada akhir tahun 2022, TikTok Shop telah menjadi platform e-commerce terbesar kelima di Indonesia. TikTok Indonesia mewakili 42% dari nilai barang dagangan bruto (GMV) regional TikTok senilai US$4,4 miliar tahun lalu.

Masih dalam laporan yang sama, total Gross Merchandise Values (GMV) atau akumulasi nilai penjualan TikTok Shop pada 2022 rupanya juga bukanlah yang tertinggi di Indonesia meski dengan jumlah unduhan terbanyak.

Dalam pantauan Validnews, aplikasi Tiktok sudah diunduh lebih dari 500 juta. Sedangkan, Shopee dan Tokopedia sudah diunduh lebih dari 100 juta.

Berdasarkan data tersebut, GMV di Indonesia yang terdiri dari enam e-commerce mencapai US$51,9 miliar atau Rp803,7 triliun. Penjualan di TikTok Shop, menurut laporan tersebut, hanya mencapai 5% atau sekitar Rp40,1 triliun di 2022.

TikTok dalam hal ini juga masih kalah dari Shopee yang mengungguli pendapatan e-commerce di Indonesia. Total pendapatan Shopee dari penjualan barang mencapai 36% atau Rp289,3 triliun. Sementara di bawahnya berturut-turut ada Tokopedia, Lazada, dan Bukalapak.

Lanskap e-commerce di Asia Tenggara memang mengalami transformasi besar, didorong oleh perilaku konsumen yang berkembang pesat dan kemajuan teknologi.

Melansir dari laman Linkedin Lucy, sebagai Recruitment Consultant di Manpower Group, ia melihat tiga tren utama yang membentuk e-commerce di Asia Tenggara, yaitu kebangkitan social commerce, live streaming, dan adopsi teknologi AI dan AR.

Baca Juga: Social Commerce Dilarang Transaksi, Ini Tanggapan TikTok

Kebangkitan Perdagangan Sosial
Social commerce, perpaduan antara e-commerce dan media sosial, telah mendapatkan momentum yang luar biasa di Asia Tenggara. Platform seperti Facebook, Instagram, dan TikTok tidak hanya menjadi tempat bersosialisasi tetapi juga berbelanja.

Namun, hal ini rupanya juga diikuti oleh beberapa tren menarik seperti, pertama populasi Mobile-First. Asia Tenggara memiliki populasi yang didominasi oleh mobile-first, atau penetrasi akan gawai dan internet semakin masif.

Perdagangan sosial akhirnya memanfaatkan hal ini dengan menawarkan pengalaman belanja seluler yang lancar, memanfaatkan penetrasi ponsel pintar yang tinggi di kawasan ini.

Kedua, pemasaran influencer berkembang pesat di wilayah asia Tenggara. Para influencer sering kali mempromosikan produk secara langsung melalui platform sosial. Rekomendasi mereka mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pilihan konsumen.

Ketiga, perdagangan sosial memberikan kenyamanan dan rasa percaya. Pembeli dapat menelusuri produk, membaca ulasan, dan melakukan pembelian tanpa meninggalkan aplikasi sosial favorit mereka.

Keempat personalisasi. Platform media sosial mengumpulkan data pengguna dalam jumlah besar, memungkinkan pemasaran yang sangat bertarget dan personal, sehingga meningkatkan tingkat konversi.

E-niaga Streaming Langsung
Live streaming telah muncul sebagai alat yang ampuh untuk e-commerce di Asia Tenggara. Perdagangan langsung, demikian sering disebut, melibatkan siaran langsung demonstrasi produk, promosi, dan interaksi dengan pelanggan. Lucy pun melihat tren ini meningkat karena beberapa alasan.

Pertama, keterlibatan. Streaming langsung melibatkan pemirsa secara real-time, menumbuhkan rasa urgensi dan kegembiraan, yang dapat mendorong pembelian impulsif.

Kedua, belanja Interaktif, di mana pemirsa dapat mengajukan pertanyaan, mencari klarifikasi, dan mendapatkan tanggapan langsung, meniru pengalaman berbelanja di dalam toko.

Ketiga, keaslian. Streaming langsung terasa lebih autentik dibandingkan konten yang direkam sebelumnya. Pembeli dapat melihat produk beraksi dan mengukur kualitasnya.

Keempat, promosi silang. Ini artinya merek dapat berkolaborasi dengan influencer dan merek lain untuk memperluas jangkauan mereka selama streaming langsung.

Baca Juga: TikTok, Populer di Indonesia, Senyap Di China

Teknologi AI dan AR
Penerapan teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Augmented Reality (AR) meningkatkan pengalaman e-commerce di Asia Tenggara. Menurutnya algoritma AI mampu menganalisis data pengguna untuk menawarkan rekomendasi produk yang sangat dipersonalisasi, sehingga meningkatkan kemungkinan pembelian.

Lalu chatbots yang didukung AI mampu menangani pertanyaan pelanggan secara efisien, memberikan dukungan 24/7. Hal ini juga didukung oleh teknologi AR memungkinkan pelanggan mencoba produk seperti pakaian dan kosmetik secara virtual sebelum membuat keputusan pembelian.

Lucy dalam hal ini menyimpulkan bahwa tren e-commerce di Asia Tenggara pada tahun 2023 ditandai dengan inovasi dan adaptasi terhadap perubahan preferensi konsumen.

Munculnya perdagangan sosial, e-commerce streaming langsung, dan penerapan teknologi AI dan AR mendefinisikan ulang cara bisnis berinteraksi dengan pelanggan dan cara konsumen membuat keputusan pembelian.

Seiring dengan terus berkembangnya pasar digital di Asia Tenggara, menjadi yang terdepan dalam tren ini sangatlah penting bagi bisnis e-commerce yang ingin berkembang dalam lanskap yang dinamis dan kompetitif ini.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar