c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 Agustus 2023

19:09 WIB

Tiktok-BI Bahas Lisensi Pembayaran Di Indonesia

Lisensi pembayaran sendiri, nantinya akan mengizinkan TikTok untuk mengambil keuntungan dari biaya transaksi

Tiktok-BI Bahas Lisensi Pembayaran Di Indonesia
Tiktok-BI Bahas Lisensi Pembayaran Di Indonesia
Pengguna TikTok menonton siaran langsung promosi busana di TikTok Shop di Depok, Jawa Barat, Minggu (6/2/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - TikTok menyatakan, saat ini mereka tengah berada dalam tahap awal pembahasan dengan pembuat kebijakan, untuk memperoleh lisensi pembayaran di Indonesia. Seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/8), hal ini bagi TikTok merupakan sebuah langkah yang akan mendorong ambisi mengembangkan e-commerce di pasar yang besar.

Kabar itu muncul setelah pengumuman yang disampaikan oleh CEO TikTok Shou Zi Chew pada Juni yang menyatakan, platform video pendek itu akan menginvestasikan miliaran dolar AS di Indonesia dan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Langkah itu diambil TikTok meski saat ini mereka sedang berada dalam pengawasan ketat di AS dan banyak negara lain.

Dua sumber yang mengetahui rencana itu mengatakan, TikTok yang dimiliki oleh perusahaan teknologi raksasa China ByteDance, sedang dalam pembahasan dengan bank sentral Indonesia. TikTok pun menyebut, permintaan itu disambut baik.

Juru bicara TikTok pada Jumat mengkonfirmasi, pembicaraan itu sedang berlangsung. Ia menambahkan lisensi pembayaran di Indonesia akan membantu pencipta konten lokal dan penjual di platform mereka.

Lisensi pembayaran sendiri, nantinya akan mengizinkan TikTok untuk mengambil keuntungan dari biaya transaksi. Hal ini membuatnya lebih bisa bersaing dengan perusahaan e-commerce raksasa Asia Tenggara lain, seperti Shopee milik Sea dan Lazada milik Alibaba.

Sekadar informasi, TikTok sendiri memiliki 125 juta pengguna di Indonesia saat ini. Jumlah ini sama dengan pengguna di Eropa dan tidak jauh di bawah pengguna AS sebanyak 150 juta pengguna.

Douyin, aplikasi serupa TikTok yang juga dimiliki oleh ByteDance, memperoleh lisensi pembayaran di China pada 2020. Namun, tidak diketahui apakah TikTok telah memiliki lisensi pembayaran di negara lain.
 
ByteDance dan TikTok, tidak membalas permintaan untuk memberikan komentar terkait lisensi tersebut. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta orang, terhitung memiliki transaksi e-commerce sebesar US$52 miliar (sekitar Rp789 triliun) pada 2022, menurut data dari Momentum Works. 

Dari nilai tersebut, sebesar 5% transaksi berasal dari TikTok, yakni melalui live-streaming. TikTok sendiri berencana untuk meluncurkan platform e-commerce untuk menjual produk China di AS bulan ini.


Namun, mereka menyampaikan kepada Reuters, bahwa TikTok tidak berencana meluncurkan layanan serupa di Indonesia. Ini lantaran pejabat senior di Indonesia sudah menyampaikan keberatan jika negara itu akan dibanjiri oleh produk impor dari China.
 
TikTok juga menghadapi tantangan di AS mengenai kemungkinan pengaruh pemerintah China di platform tersebut. Gedung Putih dan banyak pemerintah negara bagian AS melarang penggunaannya di gawai milik pemerintah. Negara bagian Montana bahkan berencana untuk melarang TikTok sama sekali mulai tahun depan.
 
Padahal, TikTopk sendiri sudah menyatakan, tidak membagi dan tidak akan membagikan data pengguna AS dengan pemerintah China. Mereka juga telah mengambil tindakan substansial untuk melindungi data dan keamanan pribadi dari pengguna TikTok.
 
Selain AS, Australia dan Kanada pun masuk dalam deretan negara-negara yang juga telah melarang penggunaan TikTok di gawai milik pemerintah.

Lintas Sektor
Dari dalam negeri, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menilai perlu adanya koordinasi antar sektor dalam upaya untuk mengatasi ancaman fenomena penggabungan media sosial (medsos) dengan "e-commerce".
 
"Jadi justru itu tadi, e-commerce itu kan teknologinya, platformnya mungkin dari kita, tapi banyak policy dari Kementerian atau lembaga lain, khususnya Perdagangan, karena soal kebijakan impor, kebijakan apapun itu kan Kementerian Perdagangan," ujar Budi Arie,
 
Budi mengatakan pihaknya akan melakukan komunikasi dengan Kementerian atau lembaga terkait untuk membahas fenomena tersebut. "Jadi nanti mungkin di satgas akan kita rumuskan bersama sinergi antar sektor. Karena terus terang kemajuan ini memerlukan cara berpikir baru juga untuk mengatasi ini," kata dia.
 
Budi menilai perlu adanya sinergi antar kementerian atau lembaga untuk menghadapi persoalan tersebut. Terkait impor produk, kata dia, yang memiliki wewenang untuk memberikan izin adalah Kementerian Perdagangan, sehingga diperlukan koordinasi dengan kementerian tersebut.
 
"Kalau e-commerce kan soal izin impornya dari mana? Dari Perdagangan kan. Jadi supaya dipahami, bukan cuma Kemenkominfo yang mengurusi ini tetapi ada kementerian atau lembaga lain yang incharge untuk hal-hal seperti ini," kata Budi.
 
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menugaskan Menkominfo Budi Arie Setiadi untuk menyelesaikan persoalan penyatuan media sosial (medsos) dan "e-commerce".

Project S
Seperti diketahui, belakangan muncul fenomena digabungkannya "e-commerce" dengan sosial media. Contohnya terjadi di medsos TikTok dengan nama Program "Project Social commerce" atau Project S.
 
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, terdapat bisnis lintas batas atau cross border di TikTok Shop Indonesia melalui project S TikTok Shop seperti yang pertama kali mencuat di Inggris.
 
"Sekarang mereka klaim produk yang dijual bukan produk luar. Kata siapa? ketika saya mau bikin kebijakan subsidi untuk UMKM di online waktu covid-19, semua pelaku e-Commerce tidak bisa memisahkan mana produk UMKM mana produk impor. Yang mereka bisa pastikan adalah yang jualan di online adalah UMKM dan mereka tidak bisa pastikan produknya ini, jadi jangan bohongi saya,” kata Teten.


Teten menuturkan bahwa Pemerintah melihat fenomena project S TikTok Shop di Inggris akan merugikan pelaku UMKM jika masuk ke Indonesia. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China.
 
“Di Inggris itu 67% algoritma TikTok bisa mengubah behavior konsumen di sana dari yang tidak mau belanja jadi belanja. Bisa mengarahkan produk yang mereka bawa dari China. Mereka juga bisa sangat murah sekali,” ujarnya lagi.
 
TikTok Shop dinilainya menyatukan media sosial, crossborder commerce dan retail online. Dari 21 juta pelaku UMKM yang terhubung ke ekosistem digital, mayoritas yang dijual di online adalah produk dari China.
 
Sehingga jika tidak segera ditangani dengan kebijakan yang tepat, ujarnya pula, pasar digital Tanah Air akan didominasi oleh produk-produk dari China.

Cross Border
Sementara itu, TikTok Indonesia menegaskan, sejak awal meluncurkan TikTok Shop di Indonesia, pihaknya telah memutuskan untuk tidak membuka bisnis lintas batas (cross border) di Indonesia.
 
"Ini adalah komitmen kami untuk mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lokal di Indonesia,” kata Head of Communications TikTok Indonesia Anggini Setiawan.
 
Dia menambahkan, pihaknya berkomitmen untuk ikut memberdayakan UMKM lokal. Selain itu seluruh seller yang menggunakan platform TikTok Shop adalah para pengusaha mikro lokal yang telah melewati proses verifikasi dengan mencantumkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor Indonesia.
 
"Sejalan dengan misi pemerintah Indonesia untuk memberdayakan UMKM lokal, dengan tegas kami menyatakan, 100% penjual platform kami memiliki entitas bisnis lokal yang terdaftar atau adalah pengusaha mikro lokal dengan verifikasi KTP atau paspor,” tuturnya
 
Anggini juga membantah adanya dugaan bahwa TikTok akan menerapkan bisnis lintas batas di Indonesia menyusul pemberitaan Financial Times yang menyebutkan, adanya semacam pengumpulan data produk laris lewat algoritma data yang terhimpun dari platform e-commerce milik TikTok di Inggris, yakni Trendy Beat.
 
Dari data tersebut, Trendy Beat disebut akan memasukkan sejumlah produk yang sama dari sejumlah perusahaan terafiliasi atau dari negeri asal ByteDance, Tiongkok, untuk dijual lewat Trendy Beat agar bisa masuk ke pangsa pasar internasional yang lebih luas.
 
Menurut Anggini, pihaknya telah memberi keterangan kepada Kementerian Koperasi dan UKM, sekaligus meluruskan misinformasi mengenai TikTok Shop yang beredar di media dan secara daring.
 
"Tidak benar, kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas di Indonesia. Kami tidak berniat untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau menjadi wholesaler yang akan berkompetisi dengan para UMKM Indonesia yang telah onboarding lewat platform TikTok,” kata Anggini.
 
Anggini juga menegaskan, inisiatif e-commerce yang diselenggarakan TikTok Indonesia disesuaikan dengan kebutuhan pasar domestik, sebab apa yang berhasil di pasar lain belum tentu berhasil di Indonesia. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar