c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

19 Agustus 2022

19:00 WIB

Tensi China-Taiwan Mampu Ulang Tekanan Dagang Indonesia Di 2018

Lebih lanjut, tensi geopolitik yang sama akan berdampak negatif bagi perdagangan komoditas batubara dan minyak sawit mentah atau CPO.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Tensi China-Taiwan Mampu Ulang Tekanan Dagang Indonesia Di 2018
Tensi China-Taiwan Mampu Ulang Tekanan Dagang Indonesia Di 2018
Seorang pekerja menyaksikan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (24/ 8/2021). ANTARAFOTO/M Risyal Hidayat

JAKARTA - Ekonom memproyeksi tensi geopolitik Taiwan-China mampu membawa pengaruh buruk bagi perdagangan nasional. Untuk itu, pemerintah Indonesia diminta mengoptimalkan potensi ekonomi lain jika dampaknya makin memberatkan kegiatan perdagangan internasional.

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menjelaskan, Indonesia perlu mengantisipasi dampak negatif memanasnya geopolitik antara Taiwan-China yang melibatkan Amerika Serikat. 

Dirinya pun mengingatkan, dampak tensi geopolitik tersebut sama buruknya dengan situasi seperti perang dagang AS-China di 2018 silam. Pada saat itu, kondisi yang ada berhasil menekan laju pertumbuhan ekspor Indonesia. 

“Saya pikir dalam situasi seperti sekarang, mencoba mencari diversifikasi pasar ekspor juga menjadi penting untuk dilakukan. Artinya, (ekspor) tidak hanya bergantung kepada pangsa pasar utama seperti China dan Amerika Serikat,” sebutnya kepada Validnews, Jakarta, Jumat (19/8). 

Menurutnya, pangsa ekspor Indonesia dari dua negara tersebut bisa beralih ke sejumlah negara yang mengalami pertumbuh yang lebih baik, maupun pada level positif terutama di sepanjang tahun ini.

Lebih lanjut, tensi geopolitik yang sama akan berdampak negatif bagi perdagangan komoditas batubara dan minyak sawit mentah atau CPO. Seperti diketahui bersama, kedua komoditas ini merupakan komoditas unggulan dari Indonesia dari waktu ke waktu.

“Sehingga, dengan adanya kenaikan tensi antara Tiongkok dan Taiwan, saya pikir ini yang akan juga ikut mempengaruhi harga kedua komoditas tersebut,” ujarnya. 

Spesifik untuk Taiwan, dirinya agak khawatir gangguan perdagangan tidak hanya berdampak pada komoditas mentah saja, tapi produk elektronik spesifik seperti chip semikonduktorAsal tahu, Taiwan merupakan produsen utama chip semikonduktor di tingkat global saat ini.

Menurut TrendForce, Taiwan sangat penting dalam rantai pasok semikonduktor global yang menyumbang 26% pangsa pasar dari pendapatan semikonduktor pada 2021, atau peringkat kedua di dunia. Sementara, desain IC menyumbang 27% serta industri pengemasan dan pengujiannya juga menyumbang 20% pangsa pasar global, masing-masing menempati peringkat kedua dan pertama di dunia.

Rendy menyebut, produk semikonduktor begitu krusial digunakan beragam produk elektronik dan otomotif. Asumsinya dalam skenario terburuk, kondisi ini akan memengaruhi dan memperberat krisis chip yang kini melanda secara global.

“Beberapa industri yang akan terdampak dari krisis chip ini termasuk di dalamnya elektronik dan juga otomotif,” sebutnya. 

Untuk pasar ekspor baru, menurutnya, Indonesia bisa memanfaatkan pasar yang berpotensi besar, tetapi belum termanfaatkan secara optimal selama ini. Termasuk di dalamnya pasar di negara Pakistan, Mesir, juga beberapa negara di Asia lainnya 

“(Negara-negara) ini yang kemudian bisa didalami untuk menjadi salah satu atau beberapa negara alternatif tujuan ekspor, di luar tujuan utama yang selama ini diandalkan oleh Indonesia,” terangnya.

Kontibusi Pada Perdagangan Indonesia

Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi Dan Jasa BPS Setianto menyampaikan, Indonesia perlu mewaspadai ketegangan geopolitik China dan Taiwan yang tengah terjadi karena dapat mempengaruhi sektor perdagangan. Apalagi, kedua negara ini berperan penting dalam perdagangan internasional Indonesia.

Setianto melanjutkan, China merupakan mitra dagang strategis Indonesia, dengan kontribusi terhadap ekspor Indonesia mencapai 23,21% dan berkontribusi terhadap impor Indonesia mencapai 28,7% selama 2021

Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Taiwan juga cenderung mengalami peningkatan seperti tercatat dalam pendataan BPS di 2021. “Kita ketahui (juga) bahwa Tiongkok dan Taiwan adalah eksportir utama untuk komponen elektronik dunia," ujar Setianto, Senin (15/8).

Adapun di 2020, China merupakan eksportir untuk komoditas sirkuit elektronik terpadu atau integrated circuits terbesar kedua di dunia; eksportir mesin pengolah data otomatis dan unitnya (komputer) nomor satu dunia; serta eksportir office machine part terbesar pertama di dunia.

Sementara Taiwan di tahun yang sama, merupakan eksportir integrated circuits terbesar pertama di dunia dan eksportir office machine parts terbesar keempat di dunia.

"Jadi, terkait dengan catatan geopolitik ini, China dan Taiwan menjadi sangat strategis bagi perdagangan internasional indonesia," ungkapnya.

Diketahui, hubungan antara China dan Taiwan sempat memanas usai Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi berkunjung ke Taipei.

Kendati demikian, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menilai dampak konflik Tiongkok dengan Taiwan terhadap perekonomian Indonesia sejauh ini cukup terbatas atau kecil, meski keadaan tersebut tetap harus diwaspadai.

"Sejauh ini memang belum terlihat ada dampak yang cukup signifikan, akan tetapi kita tetap harus waspada," ucap Febrio, Senin (8/8) .

Ia menjelaskan, ketegangan Taiwan dengan China yang kini sedang berlangsung merupakan permasalahan geopolitik, Sehingga jika dilihat dari segi perekonomian konflik tersebut memiliki risiko yang bersifat eksogen atau di luar kendali dan perekonomian pemerintah.

“Sehingga dampak yang kita perkirakan itu adalah dampak yang sifatnya spillover, bagaimana kita lihat kalaupun ada kondisi yang memanas, kita lihat potensi dampaknya terhadap mobilitas perdagangan, dan mobilitas investasi,” katanya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar