01 Maret 2022
14:53 WIB
Penulis: Wiwie Heriyani
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Aplikasi teknologi Millenial Shrimp Farmin (MSF) di Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo dinilai berhasil meningkatkan produktivitas budidaya udang hingga mencapai 28-30 ton per hektare dengan masa pemeliharaan 90 hari.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu menyebutkan, keunggulan utama dari tambak MSF adalah sistem pencatatan data secara digital sehingga setiap mengambil keputusan didasarkan pada data teknis yang terukur.
Penerapan teknologi digital meliputi pengecekan kualitas air, biomass, pakan harian, serta pertumbuhan harian. Dengan begitu, petambak tak perlu lagi melakukan pengecekan secara manual. Digitalisasi ini juga didukung oleh aplikasi budidaya berbasis data (smart farming).
“Teknologi MSF ini memang pas buat anak-anak zaman now istilahnya, karena budidaya udang dengan teknologi MSF ini sarat dengan digital. Dan anak-anak sekarang memang melek digital, makanya ini cocok buat anak-anak muda yang mau terjun di usaha budidaya udang vaname,” kata pria yang akrab disapa Tebe ini, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (1/3).
Tebe melanjutkan budidaya udang dengan teknologi MSF, konstruksi MSF lebih fleksibel yang bisa dibongkar pasang.
Selain itu, melalui teknologi MSF, produktivitas bisa mencapai 28-30 ton per hektare dengan masa pemeliharaan 90 hari bisa mencapai size 50. Otomatis keuntungan dinilai bisa lebih besar.
“Keberhasilan anak-anak tambak milenial di BPBAP Situbondo bisa menjadi rujukan buat anak-anak muda yang baru terjun di usaha budidaya udang,” ungkapnya.
Untuk itu, dia mengapresiasi BPBAP Situbondo yang sudah mencetuskan teknologi MSF ini, hingga bisa diterapkan oleh anak-anak muda. Harapannya dengan begitu produksi udang nasional bisa ditingkatkan.
“Ini memang sejalan dengan strategi kita bersama dalam pencapaian target produksi udang nasional sebesar 2 juta ton di tahun 2024. Dengan kita semua bergandengan dan bersinergi, maka kita yakin target produksi tersebut dapat kita capai bersama,” harap Tebe.
Dia menambahkan, selain dukungan teknologi digital, perlu adanya kolaborasi dengan semua pihak agar strategi yang sudah dibangun berjalan dengan baik, termasuk kolaborasi dengan stakeholder, pelaku usaha dan pemerintah daerah. Seperti, Program Indonesian Naval Aquaagriculture Program (INAP) yang merupakan program TNI Angkatan Laut berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan sektor swasta.
“Kami sangat mendukung program yang dijembatani oleh TNI AL ini, dalam rangka peningkatan produksi sektor kelautan dan perikanan khususnya peningkatan produksi udang nasional apalagi sejalan dengan konsep blue economy, di mana ekologi dan pertumbuhan ekonomi berjalan seimbang. Seperti program INAP ini,” papar Tebe.
Dia juga menyatakan rasa senang dan bangga dengan anak-anak milenial yang kurang lebih selama 1 tahun belajar di BPBAP Situbondo dan saat ini bisa terjun langsung di Program INAP tersebut. Mereka bisa menjadi pengajar bagi teknisi-teknisi yang baru masuk bergabung di Program INAP.
“Saya bangga pada anak-anak milenial ini, karena merekalah masa depan kelautan dan perikanan Indonesia di masa mendatang,” tegas Tebe.
Orientasi Ekspor
Sebagai informasi, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono menekankan agar peningkatan produktivitas perikanan budidaya memperhatikan prinsip berkelanjutan sesuai dengan konsep blue economy. Hal ini menjadi pedoman bagi Wendy Tri Prabowo, Kepala Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIUUK) Karangasem yang sebelumnya menangani tambak MSF di BPBAP Situbondo.
"Pengelolaan air limbah dalam budidaya udang sebagai penerapan prioritas dalam pengembangan budidaya udang berorientasi ekspor. Artinya, selain memiliki nilai ekonomis tinggi, juga harus memikirkan menjaga lingkungan ekologi,” terangnya.
Dia menambahkan, teknologi yang dikembangkan di MSF BPBAP Situbondo ini mulai dari sistem yang paling sederhana. Hingga saat ini teknologi yang dikembangkan di antaranya oximix dan oxibam yang dikolaborasikan dengan jumlah padat tebar udang dinaikkan (hyper density). Teknologi yang menerapkan oxibam dan hyper density selain oksigen, fitur-fitur dalam komposisi probiotik, mineral dan lainnya juga berperan penting.
“Dari data yang ada dengan MSF tersebut, hasil yang kami peroleh sangat baik, produksi udang vaname dengan menggunakan oxibam sangat tinggi dengan kepadatan tebar 1.000 ekor/m3 dengan masa pemeliharaan 60–70 hari dengan produktivitas 80-90 ton per hektare,” ungkap Wendy.
Sementara, Wakasal Laksamana Madya Ahmad Heri Purwono sebelumnya menjelaskan Program INAP merupakan sebuah program kolaborasi antara TNI AL, Pemerintah Daerah, Tenaga Ahli dan pihak swasta. Wujudnya pengembangan budidaya laut dalam mewujudkan program kampung bahari.
“Adapun, pengembangan usaha budidaya tambak udang dengan menggunakan tambak prototipe dari BPBAP Situbondo memiliki beberapa keunggulan, yang pertama efisien tempat. Kedua mempekerjakan tenaga kerja lokal, selain itu beberapa dari mereka sudah dilatih sebelumnya di BPBAP Situbondo. “Ini akan menjadi cikal bakal program INAP yang lain nantinya,” tutur Heri.
“Harapannya hasil dari program INAP ini nantinya bisa masuk pasar global, sehingga mampu menambah devisa negara,” sambungnya
Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyampaikan program INAP merupakan program yang bagus, menggunakan teknologi karya anak bangsa, sangat membanggakan dan bisa diangkat menjadi program nasional ke depan.
Oleh karenanya, program ini harus terus dikembangkan agar bisa mencapai target produksi udang nasional sebanyak 2 juta ton pada 2024.
“Ini merupakan program yang sangat bagus. Karena bisa menambah lapangan pekerjaan dan menambah ekonomi negara," tegasnya.