12 Agustus 2022
20:35 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA – Kementan meminta masyarakat dan pelaku industri pangan untuk terus mewaspadai potensi krisis pangan global. Bagi banyak negara, saat ini krisis pangan sudah berlangsung di depan mata.
Sejauh ini, kondisi Indonesia memang masih terbilang aman, terbukti dari ketersediaan komoditas pangan strategis yang masih terjamin dan harga relatif stabil.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Kuntoro Boga Andri memaparkan, menurut laporan Global Crisis Response Group PBB, sekitar 1,6 miliar orang di 94 negara menghadapi setidaknya satu dimensi krisis pangan, energi, dan sistem finansial. Potensi terjadinya krisis pangan global muncul, karena adanya gangguan rantai pasok yang membuat harga berbagai komoditas melonjak.
“(Seperti), perang Ukraina-Rusia, perubahan iklim, dan pandemi covid-19 yang belum sepenuhnya usai, menyebabkan adanya tren di kalangan negara-negara sentra produksi pangan mulai melakukan restriksi (pembatasan) ekspor ke negara-negara lain,” sebutnya dalam keterangan pers, Jakarta, Kamis (11/8).
Sepanjang Juni 2022, International Food Policy Research Institute (IFPRI) menyebut ada berbagai kebijakan restriksi ekspor di beberapa negara, baik berupa pelarangan, izin, dan/atau pajak ekspor. Salah satu komoditas yang mengalami pembatasan ekspor adalah gandum.
Sejumlah negara penghasil gandum, seperti Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Kosovo, mengeluarkan kebijakan retriksi. Langkah ini diambil untuk tetap menjaga stabilitas pangan di negara mereka masing-masing.
“Perang Rusia-Ukraina juga sangat memengaruhi pasokan gandum untuk kebutuhan global. Menurut laporan FAO, sekitar 50 negara menggantungkan sekitar 30% impor gandumnya dari Rusia dan Ukraina,” katanya.
Kondisi ini turut mendapat perhatian besar dari pemerintah. Meski gandum bukan komoditas pangan utama, tetapi kebutuhan gandum di Indonesia sangat tinggi.
Seperti diketahui, gandum bukan produk dan komoditas asli Indonesia, yang sulit untuk dibudidayakan. Sehingga kebutuhan gandum masih dipasok oleh impor.
Kementan merasa, konflik yang masih berkecamuk masih bisa mempengaruhi pasar gandum Indonesia. Karena total produk pangan yang diimpor dari Rusia dan Ukraina pada 2021 sebesar US$956 juta, di mana 98% di antaranya adalah gandum.
Lebih lanjut, Indonesia merupakan negara kedua dengan nilai impor gandum tertinggi di dunia, sekali lagi mengingat gandum sulit ditanam. Total nilai impornya pun mencapai US$2,6 miliar atau setara 5,4% dari total impor gandum dunia pada 2020.
Data BPS di 2019 menunjukkan, konsumsi gandum per kapita penduduk Indonesia adalah 30,5 kg/ tahun. Sebagai perbandingan, makanan pangan pokok penduduk Indonesia yaitu beras, konsumsi penduduk Indonesia per kapita sebesar 27 kg/tahun.
Kebutuhan gandum terbesar adalah untuk industri produk pangan olahan, seperti mi instan, kue, dan roti. Kuntoro bilang, Kementan merespon positif pernyataan salah satu pelaku industri pangan olahan berbasis gandum yang menyebut kenaikan harga produk pangan olahan tidak akan signifikan.
“Pemerintah termasuk Kementan mengharapkan semua pelaku industri pangan terus berkomitmen untuk menjaga harga produk mereka,” tegasnya.
Andalkan Diversifikasi Gandum Ke Sorgum
Meskipun begitu, pemerintah tetap akan terus mengedepankan kewaspadaan dan mengupayakan langkah preventif sehingga ketersediaan pangan nasional tetap terjaga. Potensi bahan baku makanan yang bisa naik berkali-kali lipat tentunya perlu diwaspadai, karena dampaknya yang akan sangat merugikan masyarakat.
Berangkat dari kewaspadaan tersebut, maka pemerintah pun memiliki kewajiban untuk mengingatkan masyarakat sekaligus pelaku industri pangan terhadap potensi krisis pangan tersebut. Seraya juga terus mengupayakan sejumlah langkah untuk bisa menghindarkan Indonesia dari kemungkinan kelangkaan pangan.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah menyubstitusi kebutuhan bahan pangan impor dengan bahan lokal. Untuk kebutuhan industri pangan olahan berbasis gandum, pemerintah mulai menggalakkan penanaman sorgum yang dapat menggantikan gandum.
Kementan juga memperkuat dan menyediakan pangan lokal alternatif, seperti singkong dan umbi-umbian.
“Gandum dapat disubstitusi sorgum yang sangat cocok dikembangkan di sini. Pangan lokal dapat menyelamatkan kita dari krisis pangan. Sorgum salah satunya,” tutup Kuntoro.
Mengutip laporan FAO untuk Juli 2022, Indeks Harga Sereal FAO turun 11,5% dalam sebulan, sementara tetap 16,6% di atas nilai Juli 2021. Harga semua sereal yang terwakili dalam indeks turun, dipimpin oleh gandum.
Di mana harga gandum dunia turun sebanyak 14,5%, sebagian sebagai reaksi atas kesepakatan yang dicapai antara Ukraina dan Rusia untuk membuka blokir ekspor dari pelabuhan-pelabuhan utama Laut Hitam. Sebagian lagi disokong ketersediaan musiman dari panen yang sedang berlangsung di belahan bumi utara.
Sementara, harga biji-bijian kasar dunia turun 11,2% di bulan yang sama. Dengan harga jagung turun 10,7%, juga sebagian karena kesepakatan Laut Hitam serta peningkatan ketersediaan musiman di Argentina dan Brasil. Harga beras internasional juga turun untuk pertama kalinya pada 2022.