c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

13 Februari 2025

20:38 WIB

Tekan Emisi Sektor Industri, Kemenperin Godok Kebijakan Pembatasan dan Pendanaan

Dalam jangka menengah panjang, Kemenperin akan menggodok 2 kebijakan yang bersifat restriktif dan fasilitasi guna menekan emisi karbon dan GRK.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>Tekan Emisi Sektor Industri, Kemenperin Godok Kebijakan Pembatasan dan Pendanaan</p>
<p>Tekan Emisi Sektor Industri, Kemenperin Godok Kebijakan Pembatasan dan Pendanaan</p>

Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha dalam Carbon Neutrality (CN) Mobility Event, Kamis (13/2/2025). Validnews/Aurora KM Simanjuntak

JAKARTA - Dalam rangka mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca (GRK) di sektor industri pengolahan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan menggodok kebijakan pembatasan emisi dan pendanaan hijau.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugraha. Ia menyebut, dua kebijakan tersebut bersifat restriksi, dan satunya fasilitasi.

"Kebijakan yang akan kami keluarkan dalam waktu dekat untuk dekarbonisasi sektor industri ada dua. Kebijakan yang sifatnya restriktif dan fasilitatif, karena ini harus seiring sejalan," ujarnya dalam Carbon Neutrality (CN) Mobility Event, Kamis (13/2).

Apit memaparkan, kebijakan bersifat restriktif nantinya bertujuan memberikan angka batasan atau threshold (emission allowance) tertentu kepada pabrik-pabrik yang lahap energi.

Dia mengatakan, pembatasan tidak menggunakan skema tarif seperti cap and tax atau cap and trade. Ia mengeklaim, Kemenperin akan memiliki pendekatan lain yang berbeda.

"Nah, pembatasan emisi ini juga mempersiapkan industri untuk compliance atau mulai memasuki perdagangan karbon," imbuh Apit.

Baca Juga: Kemenperin Pacu Transformasi Industri Hijau Lewat Audit Emisi

Ia juga menerangkan, kebijakan dari Kemenperin nantinya akan bersifat wajib atau disebut sebagai mandatory carbon market khusus sektor industri. Adapun saat ini perdagangan karbon melalui IDX Carbon masih bersifat voluntary.

"Jadi emisi allowance itu bisa diibaratkan sebagai jatah mengeluarkan emisi GRK selama 12 bulan ke depan, nanti dibandingkan dengan emisi aktualnya," ungkap Apit.

Kepala Pusat Industri Hijau menambahkan, ketentuan mengenai kebijakan emission allowance ini akan dimuat dalam peraturan setingkat menteri, yakni Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin).

"Kebijakan yang sifatnya restriktif mulai dari pembatasan emisi menuju ke mandatory carbon market ini untuk sektor industri," tuturnya.

Apit juga menyebutkan, pada tahap awal penerapan kebijakan, Kemenperin akan membidik 4 subsektor industri prioritas. Keempatnya  wajib mengikuti ketentuan pembatasan emisi.

Baca Juga: Agar Industri Bertransformasi Menjadi Lebih Hijau

Itu terdiri dari industri semen, pupuk, baja dan kertas (pulp and paper). Apit menjelaskan, 4 sektor ini paling lahap energi dan banyak melepas emisi karbon ke udara.

"Siapa yang wajib di tahap awal nanti? Kita membatasi dulu di 4 sub sektor prioritas, yaitu industri semen, pupuk, baja, dan pulp kertas. Industri otomotif masih belakangan," kata Apit.

Kebijakan Pendanaan Hijau
Selanjutnya, Kemenperin menggodok kebijakan bersifat fasilitasi. Ini bertujuan untuk memudahkan pelaku industri yang ingin beralih menuju industri lebih hijau atau menggunakan energi bersih.

Apit menuturkan, pemerintah akan menyusun strategi pembiayaan untuk dekarbonisasi industri. Ini supaya belanja modal (capital expenditure) para pelaku industri pengolahan tidak membengkak.

Menurutnya, banyak pelaku industri yang ingin beralih lebih hijau, namun kerap menghadapi kendala biaya.

"Kami sedang membangun namanya ekosistem industri hijau. Sebetulnya ini esensinya adalah kita ingin memobilisasi, kami banyak yang menawarkan green funding, green loan," ucap Apit.

Saat ini, Kemenperin masih di tahap awal menggodok serangkaian aturan dan kebijakan tersebut. Ini tidak bisa instan, konsepnya harus matang, dan implementasinya bertahap.

"Kami lebih melihat perubahan itu harus gradual, harus bertahap. Nah salah satu prinsip kami, yaitu transformation into greener industry. Jadi bukan ke industri yang hijau, tapi industir lebih hijau, karena harus perlahan-lahan gitu," tutup Apit. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar