24 Desember 2024
15:57 WIB
Tekan Emisi Karbon, Mitratel Bangun Menara Ramah Lingkungan
Menara ramah lingkungan tersebut menggunakan glass fiber reinforced polymer (GFRP) sebagai pengganti besi dan baja untuk konstruksi. GFRP adalah bahan komposit yang terdiri dari serat gelas dan resin
Site menara atau tower telekomunikasi milik Mitratel di Batu Cermin, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). dok.Mitratel
JAKARTA - PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) membangun menara yang menggunakan material ramah lingkungan, guna menekan kadar gas rumah kaca atau emisi karbon.
“Biaya perawatannya juga rendah dan dapat diperbaiki dengan mudah karena tidak ada sambungan permanen. Jadi selain lebih ramah lingkungan, juga lebih murah biayanya,” kata Direktur Bisnis Mitratel Agus Winarno dalam keterangan di Jakarta, Selasa (24/12).
Menara ramah lingkungan tersebut menggunakan glass fiber reinforced polymer (GFRP) sebagai pengganti besi dan baja untuk konstruksi. GFRP adalah bahan komposit yang terdiri dari serat gelas dan resin. Menara berbahan baku GFRP sudah teruji mampu menggendong antenna dan perangkat telekomunikasi lainnya.
Komitmen emisi nol bersih sendiri, merupakan bagian terpenting dari Deklarasi Bali yang disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Pulau Dewata pada 2022. Setiap negara menindaklanjuti kesepakatan tersebut dengan menyusun peta jalan (roadmap) dengan target yang terukur. Indonesia menaikkan target pengurangan emisi menjadi 31,89% pada 2030.
Sejak Deklarasi Bali, pemerintah bersama korporasi menempuh berbagai cara untuk menunjukkan komitmen terhadap agenda ekonomi berkelanjutan berbasis lingkungan.
Mulai dari memperbaiki proses produksi, penggunaan bahan baku ramah lingkungan, mengurangi pemakaian energi fosil hingga mengganti kendaraan operasional dari bensin ke listrik.
Lebih Ringan
Agus menuturkan material GFRP bukan berasal dari besi dan baja, sehingga tidak butuh energi fosil sebagai alat pembakaran atau peleburan. Material GFRP dihasilkan dari Senyawa Concentrate GFRP dengan Resin (biasa disebut perekat). Menara berbahan baku GFRP memiliki bobot 60% lebih ringan dibandingkan bobot menara dari besi baja.
Bobot menara yang ringan akan berdampak juga terhadap kebutuhan konsumsi BBM dan penggunaan energi listrik, pada saat operasional pembangunan menara.
Mitratel sudah menguji kualitas menara berbahan GFRP sejak Juli 2023. Yayasan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (Yayasan LAPI ITB) dalam laporan risetnya pada 4 Maret 2024 menyatakan bahwa menara GFRP telah memenuhi syarat material.
Dengan menerapkan GFRP di satu menara rooftop, Mitratel dapat mengurangi penggunaan baja sebesar 1.748 Kg atau setara dengan pengurangan karbon sebesar 3,2338 ton CO2. Angka itu mengacu pada angka jejak karbon rata rata tertimbang menurut McKinsey dan Asosiasi Baja Dunia.
Dengan asumsi terdapat 265 menara Mitratel yang menggunakan GFRP, maka total pengurangan karbon (carbon reduction) mencapai 856,96 ton CO2 sehingga dapat berkontribusi terhadap pengurangan emisi karbon nasional sebesar 0,00036%.
“Ke depannya, kami telah menyusun strategi terkait implementasi penggunaan GFRP, diantaranya menjalin kolaborasi dengan mitra strategis, mendorong implementasi 5G, meningkatkan kerjasama dengan pabrikan, dan memperbanyak menara-menara yang menggunakan bahan ramah lingkungan,” ujar Agus.
Inovasi Baru
Sebelumnya, Direktur Utama Mitratel Theodorus Ardi Hartoko mengatakan, fokus manajemen ke depan adalah menciptakan berbagai inovasi baru yang relevan dengan kebutuhan para pelanggan. Termasuk menerapkan konsep green tower guna mencapai target netral karbon (net zero emission).
“Kami meyakini bisnis yang baik bukan hanya bisa bertumbuh secara kinerja keuangan, juga harus berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan,” kata pria yang akrab disapa Teddy itu.
Komitmen terhadap kelestarian lingkungan menjadi salah satu spirit perayaan hari ulang tahun ke 16 Mitratel yang kali ini mengambil tema “Bright to the Future”. Teddy menjelaskan tema ini menyiratkan harapan atau optimisme terhadap masa depan.
“Tujuannya adalah membangun infrastruktur yang mendukung masa depan lebih baik di mana manusia, teknologi dan alam dapat hidup dalam harmoni, menciptakan dunia yang lebih berkelanjutan dan inklusif,” ujarnya.
Untuk diketahui, Mitratel telah menjadi perusahaan publik usai melaksanakan initial public offering (IPO) pada November 2021. Terhitung sejak Mitratel melaksanakan IPO hingga 2023, MTEL telah membagikan dividen senilai Rp2,733 triliun (total selama tiga tahun).
Pada semester I-2024, perseroan membukukan pendapatan Rp4,45 triliun, tumbuh 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). EBITDA tercatat Rp3,69 triliun, tumbuh 10,2%. Ada pun laba bersih mencapai Rp1,06 triliun, naik 4,1 % (yoy).
Dari sisi operasional, Mitratel mencatat tambahan 567 menara baru sehingga total menjadi 38.581 menara. Kenaikan jumlah menara disertai tambahan 1.189 penyewa baru atau 7,1%, sehingga total mencapai 58.598 penyewa. Dengan capaian ini, Mitratel mendominasi pasar penyewaan menara dengan porsi 54%.
Sementara bisnis fiber tumbuh sebesar 37,9% dari 27.269 km menjadi 37.602 km pada akhir Juni 2024. Dari 38.581 menara, sebanyak 15.974 menara atau setara 41% berlokasi di pulau jawa. Sementara 22.607 menara sisanya, atau setara 59%, berada di luar Pulau Jawa.