06 Oktober 2025
18:34 WIB
Target Bauran 23% EBT Molor, Baru Tercapai Sekitar 2029
Belum tersedianya jaringan transmisi jadi kendala pemenuhan target bauran EBT.
Penulis: Yoseph Krishna
Ilustrasi. Foto udara Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Lodoyo (Serut) yang mulai mengering saat p elaksanaan penggelontoran air (Flushing) di Blitar, Jawa Timur, Senin (6/3/2023). Antara Foto/Irfan Anshori
JAKARTA - Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi mengungkapkan bauran energi terbarukan (EBT) sampai semester I/2025 baru sekitar 16%.
Angka itu masih jauh dari target yang sebelumnya ditetapkan sebesar 23% tahun 2025. Dalam gelaran Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, Eniya mengakui target itu baru bisa tercapai di kisaran 2029-2030 mendatang.
"Semester ini kita sudah mencapai 16% renewable energy dalam energy mix total kita. Jadi, 23% belum tercapai tapi alhamdulillah dalam 1 tahun ini bisa naik 2 digit," sebutnya di Jakarta, Senin (6/10).
Baca Juga: Bauran EBT Naik 2% Jadi 16%, Rekor Tertinggi Capaian ESDM
Sekadar informasi, target 23% EBT dalam bauran energi itu dipatok pada era Presiden Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi pada realitanya, sulit untuk memenuhi target tersebut.
"Ini sudah bisa 16%, PR kita masih banyak untuk mencapai targetnya Pak SBY 23%. Insyaallah dalam perhitungan kita adalah tahun 2029 atau 2030. Jadi, kita harus kencang ke sana untuk merealisasikan renewable energy mix," tegas Eniya.
Dirjen Eniya menerangkan, salah satu kendala dalam pencapaian target bauran EBT adalah belum tersedianya jaringan transmisi yang menghubungkan sumber EBT dengan pusat permintaan.
"Ini belum bisa tercapai karena masalah transmisi, jadi pembangunan transmisi untuk mengevakuasi renewable energy ke demand itu tidak inline," jabar dia.
Lebih lanjut, Eniya membidik persentase energi terbarukan dalam jangka panjang bisa mencapai 70% dari total bauran energi di Indonesia pada tahun 2060. Termasuk di dalamnya, ialah pemanfaatan energi laut, hidrogen, amonia, hingga nuklir.
Di samping itu, terdapat juga peran penting sistem penyimpanan energi (energy storage) untuk mengatasi sifat intermitensi yang melekat pada tubuh energi terbarukan. Energy storage berkapasitas 34 Gigawatt (GW) pun sudah masuk dalam perencanaan pemerintah, termasuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2025-2034.
"Kita akan mendapatkan porsi energy mix itu tahun 2060 70%, perhitungan kita 70% renewable energy. Nah yang perlu kita lihat juga, energy storage menjadi hal yang penting karena faktor kita kan banyak intermitensi," tandasnya.
Meski begitu, Eniya menegaskan pencapaian itu sudah selaras dengan target yang termaktub dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) maupun RUPTL PT PLN 2025-2034. Pada kedua dokumen itu, bauran EBT ditargetkan menyentuh 15,9% tahun 2025.
Sebelumnya, Eniya menyebut bahwa capaian tambahan bauran energi terbarukan tertinggi berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), yakni sebesar 500,2 MW.
Baca Juga: Co-Firing Jadi Andalan Untuk Capai Target EBT Tahun Ini
Bahkan, lanjut dia, pada akhir tahun nanti, akan ada tambahan PLTA terbesar di Indonesia, yakni PLTA Batang Toru yang berlokasi di Sungai Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dengan kapasitas lebih dari 500 MW.
"Mudah-mudahan sih akhir tahun. Kalau enggak, mungkin awal tahun depan. PLTA Batang Toru itu sekitar 500 MW, jadi besar sekali," kata dia.
Selain itu, tambahan bauran energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 233,3 MW, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 105,1 MW, hingga pembangkit listrik tenaga bioenergi sebesar 37,8 MW.
"Bukan hanya di sektor kelistrikan, tetapi di sektor bahan bakar, di transportasi, itu juga kami baru kali ini naik ke B40," pungkas Eniya Listiani Dewi.