c

Selamat

Sabtu, 8 November 2025

EKONOMI

13 Maret 2024

21:00 WIB

Tanpa Ditopang Air Mineral, Kinerja Industri Minuman Anjlok 2,6%

Kinerja industri minuman tumbuh sebesar 3,1% pada 2023 ditopang oleh produk air mineral dalam kemasan (AMDK). Tanpa komoditas itu, kinerja anjlok 2,6%.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Tanpa Ditopang Air Mineral, Kinerja Industri Minuman Anjlok 2,6%
Tanpa Ditopang Air Mineral, Kinerja Industri Minuman Anjlok 2,6%
Karyawan menata minuman berpemanis di salah satu toko retail, Jakarta, Kamis (14/12/2023). Antara Fo to/Cahya Sari

JAKARTA - Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) melaporkan penjualan industri minuman pada 2023 tumbuh sebesar 3,1% year on year (yoy) dan pertumbuhan itu ditopang oleh penjualan produk air mineral dalam kemasan (AMDK).

Ketua Umum ASRIM Triyono Prijosoesilo membeberkan apabila kinerja tahun lalu tidak ditopang penjualan air mineral, kinerjanya anjlok sampai negatif 2,6%. Ia pun menuturkan pertumbuhan industri minuman dalam kondisi stagnan 3 tahun terakhir ini. 

Ia pun menyampaikan pertumbuhan penjualan minuman ringan masih stagnan karena industri masih dalam masa pemulihan daya beli pasca pandemi covid-19 yang terjadi pada 2020 lalu.

"Antara 2022-2023 ada pertumbuhan 3,1% kalau kita lihat secara total, tapi penyumbang utama pertumbuhannya hanya air mineral. Kalau kita keluarkan AMDK, pertumbuhan industri minus 2,6%," ujarnya dalam Konferensi Pers ASRIM di Jakarta, Rabu (13/3).

Triyono, menjelaskan berdasarkan kategori produk minuman ringan, total volume produksi air mineral sangat mendominasi, yakni mencapai 60%. Tanpa memerinci dia menyebut kontributor kedua terbesar adalah minuman berupa teh dalam kemasan.

Baca Juga: Masyarakat Harus Memilah Informasi Terkait Bromat AMDK

Untuk diketahui, minuman ringan adalah minuman siap saji non alkohol. Secara internasional, minuman tersebut dikenal sebagai non alcoholic ready to drink (NARTD).

ASRIM membagi ada 6 kategori minuman ringan atau NARTD. Itu mencakup minuman dalam kemasan (AMDK), minuman berkarbonasi, teh siap saji, jus dan sari buah, minuman kopi dan susu, serta minuman isotonic (sport and energy).

Lebih lanjut, Triyono mengatakan kinerja semua jenis kategori minuman siap saji tersebut turun signifikan sejak 2020. Itu tercermin dari total volume produksi NARTD sebesar 6,68 miliar liter dalam setahun.

Berbeda dari tahun sebelumnya, volume produksi minuman ringan mencapai 8,09 miliar liter pada 2019. Kemudian volumenya meningkat di angka 7-8 miliar liter pada 2021 dan 2022.

Kendati demikian, Triyono menerangkan pada 2021 kinerja industri minuman belum menunjukkan pemulihan. Masih sama terpuruknya, sepanjang 2022-2023, compound annual growth rate (CAGR) industri minuman menunjukkan angka 0%.

"Data pertumbuhan 3 tahun terakhir, 2020-2022 pertumbuhannya adalah 0%, artinya industri tidak ada pertumbuhan. Ini menjadi masukan bagi semua pelaku usaha industri minuman," kata Ketum ASRIM.

Tantangan dan Target di 2024
Triyono pun membeberkan ada sederet tantangan bagi pelaku industri minuman. Di antaranya, krisis geopolitik, termasuk dinamika terkait perang Rusia-Ukraina yang berimbas pada biaya logistik dan mengganggu rantai pasokan global.

Kemudian, kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian di berbagai negara, sehingga harga bahan baku naik. Pasalnya, masih banyak pelaku industri yang mengimpor bahan baku untuk membuat minuman ringan.

"Sebagai contoh, harga gula mengalami kenaikan sebesar 16,49% (year on year) dari 2022 ke 2023," tutur Triyono.

Selain itu, ASRIM melihat adanya tantangan laju inflasi pangan yang mencapai 8,47% pada Februari 2024. Angka itu lebih tinggi dibandingkan laju inflasi umum sebesar 2,61%. Imbasnya, daya beli masyarakat menurun lantaran konsumen fokus memenuhi kebutuhan primer.

Baca Juga: Persaingan Bisnis AMDK Makin Sengit

Triyono meyakini 2024 adalah kesempatan bagi industri minuman untuk rebound atau pulih dari keterpurukan walaupun banyak tantangan. Di satu sisi, ia mengakui tahun ini pertumbuhannya masih belum mencapai level sustainable.

Salah satunya, karena ia melihat preferensi konsumsi masyarakat Indonesia masih pada makanan dan minuman olahan. Sementara minuman ringan alias NARTD belum menjadi pilihan primer bagi konsumen.

Meski demikian, Ketum ASRIM optimis mematok target pertumbuhan industri minuman siap saji di Indonesia pada kisaran 4% sampai 5% hingga akhir 2024 ini.

Ia menuturkan target itu bisa tercapai dengan catatan, industri minuman perlu beradaptasi terhadap kebutuhan konsumen saat ini. Lalu ditambah dengan dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah.

"2024 adalah kesempatan bagi industri minuman untuk menggapai rebound dari keterpurukan masa Covid-19. Pertumbuhan industri NARTD akan konservatif di kisaran 4%-5%," ucap Triyono.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar