17 Juli 2023
12:36 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2023 mencatatkan surplus nilainya sebesar US$3,45 miliar. Capaian tersebut terutama berasal dari sektor nonmigas.
Capaian tersebut terutama berasal dari sektor nonmigas US$4,41 miliar, namun tereduksi oleh defisit sektor migas senilai US$0,96 miliar.
Dengan demikian, Indonesia kembali berhasil mempertahankan tren surplus dagang selama 38 bulan berturut-turut. Terakhir, Indonesia mengalami defisit perdagangan adalah Mei 2020.
"Surplus di bulan Juni 2023 ini meningkat tajam dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi memang masih lebih rendah bila dibandingkan bulan yang sama tahun yang lalu," kata Sekretariat Utama BPS Atqo Mardiyanto dalam konpers bulanan, Jakarta, Senin (17/7).
Baca Juga: Meski Minim, Pelemahan Rupiah Bakal Bebani Neraca Dagang 2023
Lebih lanjut, dia menyebutkan, surplus neraca perdagangan Juni 2023 lebih ditopang oleh surplus pada komoditi nonmigas, yaitu sebesar US$4,42 miliar.
Adapun, komoditas penyumbang surplusnya ialah bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, besi dan baja.
"Surplus perdagangan migas Juni 2023 ini jauh lebih tinggi dibandingkan bulan lalu, tetapi lebih rendah jika dibandingkan dengan Juni 2022," terang Atqo.
Pada saat yang sama, sambungnya, neraca perdagangan komoditi migas, yakni minyak mentah dan hasil minyak, tercatat defisit US$0,96 miliar.
"Jadi untuk migas mengalami defisit," imbuhnya.
Dia menambahkan, defisit neraca perdagangan migas Juni 2023 jauh lebih rendah daripada bulan lalu maupun bulan yang sama tahun 2022.
Secara kumulatif hingga Juni 2023, total surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$19,93 miliar atau lebih rendah sekitar US$5,06 miliar atau sekitar 20,24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$24,99 miliar.

Negara Penyumbang Surplus dan Defisit
BPS juga mencatat, tiga negara penyumbang surplus terbesar pada bulan ini ialah India sebesar US$1,24 miliar.
"Utamanya berasal dari komoditas lemak dan minyak hewan, bahan bakar mineral, serta logam mulia dan perhiasan/permata," jelasnya.
Baca Juga: Wamenkeu: Perekonomian Indonesia Kuat Di Tengah Suramnya Global
Kemudian, Amerika Serikat (AS) juga menyumbang surplus terbesar sebanyak US$1,18 miliar. Selanjutnya disusul oleh Filipina dengan sumbangan surplus kepada Indonesia sebanyak US$827,2 juta.
Sementara, pada periode sama, terdapat tiga negara penyumbang defisit terbesar Indonesia. Yakni, Australia sebesar US$0,52 miliar atau tepatnya US$529,6 juta.
"Defisit terdalam terjadi pada komoditas cerealia (HS10), bahan bakar mineral, gula dan kembang gula (HS17)," ujar Atqo.
Kedua, Thailand dengan sumbangan defisit dagang sebesar US$0,35 miliar atau tepatnya US$350,4 juta. Negara berikutnya ialah Jerman sebesar US$0,3 miliar atau tepatnya US$308,1 juta.