30 April 2025
18:26 WIB
Sri Mulyani: Pelemahan Rupiah Tak Gambarkan Kekuatan Ekonomi RI
Pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah secara tahun berjalan, yakni periode Januari hingga Maret 2025, mencapai Rp16.443 per dolar AS (ytd)
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pelemahan rupiah yang berkelanjutan beberapa waktu terakhir tidak mencerminkan kondisi riil fundamental perekonomian Indonesia. Ketimbang itu, dia menyampaikan, pergerakan kurs rupiah disebabkan tekanan di tingkat global.
“Pergerakan nilai tukar (rupiah) lebih mencerminkan dinamika global, dan tidak selalu sama atau identik dengan kondisi fundamental Indonesia,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta, Rabu (30/4).
Berdasarkan data Kemenkeu, pergerakan rata-rata nilai tukar rupiah secara tahun berjalan, yakni periode Januari-Maret 2025, mencapai Rp16.443 per dolar AS (ytd). Sementara itu, kurs pada akhir Maret (end of period/eop) berada pada level Rp16.829 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Menguat Di Tengah Ketidakpastian Perang Dagang AS-China
Di sisi lain, dalam asumsi makro APBN 2025, pemerintah menargetkan nilai tukar rupiah bisa berada pada level yang lebih kuat, yakni Rp16.000 per dolar AS.
Akan tetapi, Sri lanjutkan, kondisi global terus mengalami perubahan signifikan. Kala itu, pasar berharap suku bunga acuan Federal Funds Rate (Fed Fund Rate) akan turun.
Namun, harapan ini mesti tertahan oleh inflasi di Amerika Serikat (AS) yang masih relatif tinggi. Selain itu, pasar tenaga kerja juga cukup ketat.
Situasi itu mendorong The Fed makin lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga, menyebabkan terdorongnya aliran modal (capital flow) ke AS, dan menyebabkan penguatan indeks dolar AS.
Tak berhenti sampai di situ, gejolak global terus berlanjut dengan terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS, yang mengambil sejumlah langkah drastis pada awal menjabat di periode keduanya, termasuk kebijakan tarif resiprokal.
Menkeu mensinyalir, kebijakan tarif AS yang cukup agresif langsung berdampak pada sekitar 70 negara mitra dagang yang dianggap memiliki surplus perdagangan dengan AS dan perlu dikoreksi.
Kebijakan tersebut memicu gejolak di sektor keuangan global. Sehingga meningkatkan ketidakpastian yang tajam dan dan fluktuasi dinamika pasar keuangan, terutama pada kuartal I/2025. Situasi ini serupa dengan yang terjadi pada April tahun lali.
“Ini menyebabkan nilai tukar terhadap dolar AS di banyak negara mengalami penyesuaian, tak terkecuali Indonesia,” ujar Sri Mulyani.
Baca Juga: Danantara Disarankan Miliki Cadangan Bitcoin Untuk Perkuat Rupiah
Sekadar informasi, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Rabu (30/4) pagi, menguat sebesar 0,27% atau 46 poin menjadi Rp16.715 per dolar AS.
Kemudian, mata uang rupiah ditutup menguat tajam 158 poin menjadi ke level Rp16.603 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.758 per dolar AS.
Sedangkan untuk perdagangan Jumat (2/5), Pengamat Mata Uang Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah masih akan bergerak fluktuatif, namun bakal ditutup menguat.
"Untuk perdagangan Senin depan, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp16.540 hingga Rp16.610 per dolar AS," ujar Ibrahim.