28 Juni 2022
18:15 WIB
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA – Kontribusi subsektor kehutanan ke perekonomian masih sangat kecil. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kontribusi sektor ini Rp91-Rp112 triliun atau kurang dari 1% terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Itu masih sangat kecil, jadi kalau kuantitas terhadap GDP share memang kecil kurang dari 1% even hanya sekitar 0,6-0,7%,” katanya dalam Kongres Kehuatanan Indonesia VII, Jakarta, Selasa (28/6).
Sri Mulyani mengungkapkan, pertumbuhan subsektor kehutanan juga masih sangat minim. Pada 2017, subsektor kehutanan hanya tumbuh 4,6%. Pada 2018 tumbuh 6,3% dan kembali naik 6,9% pada 2019.
Kemudian, pertumbuhan subsektor kehutanan turun pada 2020 menjadi 4,3% dan kembali turun pada 2021 menjadi 3,1%.
Periode 2017-2021 PDB subsektor kehutanan meningkat secara nominal, namun pertumbuhan (nilai harga berlaku) mengalami tren penurunan; Jika dilihat kontribusinya pun relatif stagnan.
Meskipun pemulihan kondisi perekonomian pada 2021 berdampak pada peningkatan PDB (harga berlaku), namun tingkat pertumbuhannya relatif lebih rendah dibandingkan 2020.
Sedangkan dilihat dari pertumbuhan triwulanannya (nilai konstan), pada tahun 2021 (0,66%) lebih baik dibandingkan 2020 (-0,03%). Sementara bila dilihat dari share-nya juga mengalami penurunan di 2021.
“Ini berarti kita sebagai negara yang punya hutan tropis dan bahkan dalam hal ini banyak yang sudah menjadi hutan industri, rasanya kontribusi kurang dari 1% it doesn't sound right. Pasti ada hal-hal yang perlu untuk kita benahi bersama,” ucap Sri Mulyani.
Ia menambahkan, di Indonesia yang kaya akan hasil perikanan dan kehutanan tetapi sumbangan ke perekonomian sangat kecil menandakan ada yang salah dalam pengelolaannya.
“Dua sektor ini kontribusi ke dalam GDP kita is almost nothing, gak bener itu berarti. Nah ini yang mungkin kita perlu untuk semuanya kita perlu memikirkan apakah ini persoalan policy, masalah regulasi, masalah institusi, masalah tata kelola, kan persoalannya di situ, dan untuk Indonesia harus kita pikirkan,” ujarnya.
Minim PNBP
Sri Mulyani mengungkapkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari subsektor kehutanan juga minim jika dibandingkan dengan total PNBP. Kontribusi PNBP dari sektor ini hanya berkisar Rp5,6 triliun.
“Ini juga enggak terlalu banyak kalau kita bandingkan dengan total penerimaan negara sudah mencapai Rp1.500 triliun dan PNBP kita itu sudah mencapai hampir sekitar Rp350 triliun. Jadi kalau kita cuma kuhatan is only Rp5 triliun is doesn't right juga kan,” ucapnya.
Periode 2017-2021 PNBP dari subsektor kehutanan terus mengalami peningkatan dari Rp4,18 triliun pada 2016 menjadi Rp 5,66 triliun pada 2021. Namun kondisi pandemi covid-19 pada 2020 berdampak pada kontraksi capaian PNBP, turun menjadi Rp4,63 triliun.
Dilihat dari jenisnya, PNBP sektor kehutanan masih didominasi PNBP SDA dengan basis utama kayu dan bukan kayu. PNBP kehutanan non SDA seperti penggunaan sarana & prasarana, pendapatan perizinan, pendapatan hasil penelitian/riset & pengemb.teknologi, pendapatan wisata alam, hasil lelang kayu temuan, dan pendapatan denda.
PNBP SDA Kehutanan rata-rata tumbuh 8,2%; tertinggi di tahun 2021 mencapai 22,6% atau sekitar Rp5,4 triliun. Utamanya akibat kenaikan PNBP Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) dari peningkatan izin perusahaan tambang batubara.
Mulai 2019, PNBP SDA Kehutanan didominasi oleh PKH. Pada 2021 PKH mencapai Rp2,5 triliun atau 45,8% dari total PNBP Kehutanan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menginkan pemangku kepentingan untuk memikirkan nilai dari subsektor ini. Meski demikian, ia juga tidak menginginkan hutan dieksploitasi begitu saja.
“Kalau mengelola tidak berarti diekpolitasi ditebangi suaya GDP-nya naik, enggak juga. Tapi rasanya teman-teman di sektor keuangan itu kita perlu untuk memikirkan secara benar. Ini menghitungnya benar gak sih, banyak ga yang terjadi karena tata kelola kita tidak meng-caputernya dalam GDP Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Ia menuturkan, tantangan dari PNBP subsektor keuangan adalah dominasi dari PNBP dari basis kayu masih cukup tinggi.
Oleh karena itu, menurutnya pengawasan masih perlu terus ditingkatkan. Dibutuhkan upaya berkelanjutan penegakan hukum sehingga optimalisasi potensi, termasuk aset yang dinilai masih idle.
“Saya rasa mungkin kalau teman-teman di kehutanan ini memikirkan dengan teknologi sekarang drone segala macam mestinya itu bisa lebih baik,” ujarnya.