c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

23 September 2023

17:47 WIB

Soal Bantuan Penagihan Pajak Lintas Negara, Begini Kata Pengamat

Penagihan pajak lintas negara berguna untuk mengejar penunggak pajak di Indonesia yang menyimpan aset-asetnya di luar negeri

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini

Soal Bantuan Penagihan Pajak Lintas Negara, Begini Kata Pengamat
Soal Bantuan Penagihan Pajak Lintas Negara, Begini Kata Pengamat
Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta. Shutterstock/A.willem

JAKARTA – Ditjen Pajak (DJP) selaku otoritas pajak bisa meminta bantuan penagihan utang pajak lintas negara mitra, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023.

Pengamat pajak sekaligus Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan pemerintah menyadari bahwa penghindaran pajak atau offshore tax evasion sangat masif. Pemerintah pun menerbitkan payung hukum baru guna menekan kegiatan ilegal itu.

Landasan hukumnya tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pemerintah juga merilis PMK 61/2023 sebagai aturan turunan UU HPP. Beleid itu mengatur tata cara pelaksanaan penagihan pajak atas jumlah pajak yang masih harus dibayar, termasuk menagih pajak lintas yurisdiksi.

“Tujuan pengaturan tersebut adalah agar DJP dapat mengoptimalkan penagihan pajak jika wajib pajak di Indonesia memiliki utang pajak, tapi aset-asetnya disimpan di luar negeri,” terang Prianto kepada Validnews, Jumat (22/9).

Baca Juga: Ini Cara Pemerintah Kejar Tunggakan Pajak WP ke Negara Lain

Pengamat pajak itu menjelaskan PMK 61/2023 merupakan aturan yang masuk dalam klaster Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Ia menuturkan PMK tersebut terbit karena ada penyesuaian ketentuan mengenai bantuan penagihan pajak yang diatur di UU HPP.

Ia menerangkan bantuan penagihan pajak lintas negara mencakup dua hal. Terdiri dari kewenangan DJP untuk mengajukan permintaan bantuan penagihan pajak dan memberikan bantuan penagihan pajak kepada negara lain.

Kendati demikian, Prianto mengingatkan ada persyaratan yang harus dipenuhi DJP untuk menjalankan kegiatan tersebut. Bantuan penagihan pajak dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan perjanjian internasional secara resiprokal.

Perjanjian internasional resiprokal itu mencakup tiga jenis. Ada persetujuan penghindaran Pajak berganda (P3B), konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan, dan perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.

Saat ini, DJP memang belum mengajukan permintaan bantuan penagihan pajak hingga ke luar negeri. Prianto pun membagikan pandangannya mengenai upaya penagihan piutang pajak yang belum dieksekusi DJP.

Prianto melihat secara umum, DJP belum meminta bantuan penagihan ke negara mitra karena aturan teknisnya baru berlaku tahun ini. Sementara payung hukum penagihannya dalam UU HPP sudah terbit sejak 2021.

“DJP saat ini belum melaksanakan permintaan bantuan penagihan pajak ke negara mitra karena landasan hukum berupa PMK 61/2023 baru berlaku di 12 Juni 2023,” tuturnya.

Ia juga menilai berdasarkan aspek legalitas, DJP harus mempunyai dasar hukum pelaksanaan aturan dari UU HPP. Selain itu, penerapannya pun harus resiprokal, sesuai salah satu perjanjian internasional yang diatur.

Baca Juga: Tak Kunjung Lunasi Utang Pajak, DJP Telusuri Aset WP Untuk Disita

DJP Akui Belum Minta Bantuan Penagihan ke Negara Lain
Sebelumnya, Dirjen Pajak Suryo Utomo menyampaikan bahwa pihaknya belum mengajukan permintaan bantuan penagihan utang pajak milik wajib pajak. Hal itu pun berlaku sebaliknya, otoritas pajak Indonesia belum menerima permohonan dari negara mitra untuk mengejar piutang wajib pajak.

Suryo mengatakan untuk penagihan pajak lintas negara sesuai tata cara dalam PMK 61/2023. Namun ia mengingatkan bantuan penagihan pajak itu harus sesuai regulasi atau perjanjian resiprokal yang mengikat Indonesia dengan tiap otoritas pajak negara mitra.

“Memang sampai saat ini belum ada permohonan dari kami atau dari negara mitra. Koordinasi antar otoritas, baik Indonesia maupun negara mitra sangat diperlukan untuk implementasi (kebijakan) yang sifatnya resiprokal,” kata Suryo.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar