c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

27 Juli 2023

15:56 WIB

SKK Migas: Kebijakan Fiskal Topang Pencapaian Target Produksi

Cadangan migas yang meyakinkan belum tentu bisa diproduksi karena faktor keekonomian.

Penulis: Yoseph Krishna

SKK Migas: Kebijakan Fiskal Topang Pencapaian Target Produksi
SKK Migas: Kebijakan Fiskal Topang Pencapaian Target Produksi
Produksi hulu migas berlangsung di Anjungan Central Plant dan Anjungan Bravo Flow Station Pertamina Hulu Energi (PHE) Offshore North West Java (ONWJ). Antara Foto/Aditya Pradana Putra

JAKARTA - Pemerintah telah membidik target produksi sebesar 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar kaki kubik gas per hari (MMSCFD) pada tahun 2030 mendatang.

Deputi Eksplorasi Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Benny Lubiantara menyebut cadangan migas di Indonesia sangat meyakinkan untuk mencapai target itu.

Namun di sisi lain, Benny menegaskan harus ada perbaikan dari sisi kebijakan fiskal. Pasalnya, resource yang meyakinkan belum tentu bisa diproduksi karena faktor keekonomiannya.

"Kita harus fokus ke fiskal karena tidak ada perubahan signifikan dalam kebijakan fiskal dalam 30 tahun," ucap dia dalam salah satu sesi diskusi IPA Convex 2023, Kamis (27/7).

Menurutnya, ada dua syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai target lifting migas tahun 2030, yakni membuat cadangan yang ada bisa dikembangkan dan sesuai dengan keekonomian, serta memastikan proyek yang telah direncanakan bisa dirampungkan sesuai jadwal.

"Daftar list cadangan sudah ada, tapi semuanya tidak ekonomis. Untuk itu, kita siap meluncurkan insentif dan memastikan proyek tidak delay. Kalau sudah delay, itu proyek langsung berubah keekonomiannya," kata Benny.

Baca Juga: SKK Migas Bor Perdana Sumur MNK Di Blok Rokan

Adapun salah satu tumpuan pencapaian target produksi ialah kegiatan eksplorasi. Pada awal 2022 telah ditetapkan lima fokus area untuk eksplorasi lebih lanjut. Kelima area itu berada di Indonesia Timur, yakni Buton, Arafura, Seram, Warim, serta Timor dengan 12 cekungan potensial.

Meski Indonesia Timur jadi wilayah yang diandalkan untuk berkontribusi dalam pemenuhan target lifting, Benny mengakui ada tantangan yang dihadapi seperti lokasi yang berada di frontier, laut dalam, serta infrastruktur yang terbatas.

Potensi di lima area itu pun sangat membutuhkan kebijakan fiskal yang atraktif dan skema keekonomian yang tepat. Pasalnya, potensi cadangan yang terdapat di sana tidak main-main.

"Cadangan di Buton mencapai 1 BBO dan 4 TCFG, Seram 8 BBOE, Aru 6 BBO dan 50 TCFG, Warim 34 BBOE, serta Timor yang mencapai 5 BBOE," sebut Benny Lubiantara.

Baca Juga: Konflik Hingga Transisi Energi Jadi Tantangan Industri Hulu Migas

Lebih lanjut, Praktisi Migas Pri Agung Rakhmanto menyebut inisiatif pemerintah dalam rangka monetisasi cadangan migas sudah cukup positif. Tapi di sisi lain, inisiatif tersebut tak cukup mengingat butuh usaha lebih keras dalam menggarap cadangan yang ada, utamanya di wilayah sulit.

"Pelaku usaha migas butuh praktik di lapangan yang lebih mudah, fleksibilitas. Secara umum, kita semua tahu masalahnya," paparnya.

Pri Agung yang juga merupakan pendiri ReforMiner Institute menambahkan pelaku usaha migas memandang Indonesia masih sangat prospektif dari sisi cadangan, namun mereka juga membandingkan kebijakan pemerintah dengan negara-negara lain.

"Kita harus mentranslate pandangan migas sebagai pengeruk revenue ke migas sebagai penggerak ekonomi dalam aksi nyata. Jadi misal kalau memang gagal dalam mendapat cadangan, jangan dianggap sebagai kerugian negara," ucap Pri Agung.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar