17 Mei 2023
20:25 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus mendorong peningkatan investasi di sektor hulu migas, untuk mewujudkan ketahanan energi. Apalagi sektor tersebut tak hanya berperan dalam penerimaan negara, tetapi juga modal pembangunan.
Tak tanggung-tanggung, SKK Migas menargetkan peningkatan investasi eksplorasi senilai US$3 miliar atau sekitar Rp45 triliun, dengan memanfaatkan potensi hulu migas yang masih menjanjikan.
Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen SKK Migas Benny Lubiantara menerangkan daya saing antarnegara soal investasi hulu migas menjadi acuan investor di bidang eksplorasi. Dalam hal ini, laporan Wood Mackenzie menunjukkan Indonesia berada di peringkat menengah soal prospectivity dan attractiveness.
"Di tataran negara sekitar, posisi Indonesia lebih baik dibanding Thailand dan Brunei Darussalam, namun masih lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, dan Australia," imbuh Benny dalam sesi diskusi di Jakarta, Rabu (17/5).
Baca Juga: Pertamina-Petronas Buat Konsorsium Kelola Blok Masela
Kebutuhan tambahan investasi itu tak lepas dari target pengeboran sumur eksplorasi sebanyak 57 unit tahun ini, kemudian bertambah menjadi 97 sumur di 2024, lalu tahun 2025 dan seterusnya diharapkan bisa melampaui 100 sumur. Target itu dapat direalisasikan dengan investasi eksplorasi hingga US$3 miliar.
"Sebagai industri dengan risiko tinggi dan butuh waktu lama sejak eksplorasi hingga produksi, maka iklim investasi hulu migas harus dijaga. Tidak cukup hanya menarik, tapi harus memberi kepastian hukum," kata Benny.
Karena itu, pemerintah saat ini terus mendongkrak daya saing investasi hulu migas, utamanya di sektor eksplorasi. Khusus tahun 2023, Benny menuturkan sektor hulu migas ditargetkan mampu menyerap investasi hingga US$1,7 miliar.
"Tahun ini targetnya US$1,7 miliar atau naik 112% dan tercatat sebagai investasi eksplorasi tertinggi sejak 2015," tambahnya.
Dia menambahkan, bidang eksplorasi menjadi tulang punggung dari pencapaian target produksi migas nasional, di mana tahun 2030 diharapkan mencapai 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar kaki kubik gas per hari (BSCFD).
"Karena, cadangan yang telah diproduksi harus diganti dengan penemuan yang baru, investasi eksplorasi menjadi sangat penting," tegas dia.
Tantangan Investasi Migas
Lebih lanjut, Benny tak menampik bahwa sektor hulu migas akan menghadapi tantangan yang berat ke depannya. Investasi di sektor itu harus bersaing dengan komitmen transisi energi yang sudah dipegang teguh oleh banyak negara maupun perusahaan minyak dan gas bumi.
Sebagian besar negara produsen pun sudah mengakali tantangan itu dengan merilis kebijakan fiskal yang lebih atraktif. Kebijakan dari beberapa negara pun, ia nilai membuat peringkat daya tarik investasi hulu migas di Indonesia semakin menurun.
Baca Juga: ESDM Perpanjang Pemasukan Dokumen Lelang Tiga WK Migas
Rezim fiskal hulu migas yang sederhana dan menarik investor, sambung Benny, kerap terjadi setidaknya dalam 15 tahun belakangan, seperti di Brazil, Guyana, Surname, hingga Mozambik.
"Risiko bisnis yang meningkat secara financing dengan adanya isu perubahan iklim juga membuat kebutuhan perbaikan daya tarik fiskal justru semakin mendesak," tandas Benny Lubiantara.