09 Januari 2023
10:57 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Pemerintah terus melancarkan serangkaian aksi guna memastikan penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bisa tepat sasaran. Terkini, masyarakat tidak lagi bisa membeli BBM bersubsidi melebihi kuota yang telah ditetapkan.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Saleh Abdurrahman menjelaskan, langkah tersebut merupakan implementasi revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, Dan Harga Jual Eceran BBM.
Lewat revisi itu, nantinya masyarakat tidak bisa membeli BBM melebihi dari kuota yang sudah ditetapkan, seperti kendaraan pribadi sebanyak 60 liter per hari, mobil penumpang atau barang roda empat 80 liter per hari, serta kendaraan roda enam ke atas sebanyak 200 liter per hari.
"Saat ini memang sudah berjalan, tapi masih sering disalahgunakan karena mereka bisa mengisi berkali-kali, sistemnya belum interconnected," ungkap Saleh di Jakarta, Senin (9/1).
Baca Juga: BPH Migas Dan Ditjen Bangda Awasi Konsumen BBM Bersubsidi
Setelah revisi diterbitkan, konsumen yang sudah mengisi sebanyak jatah harian tidak bisa lagi membeli BBM, baik di SPBU yang sama maupun SPBU lain.
Dengan begitu, Saleh optimis penyaluran subsidi bisa lebih tepat sasaran.
Tak sampai situ, Saleh juga yakin penerapan batas pembelian BBM harian itu akan mencegah potensi penyalahgunaan dan pengisian berulang.
Dalam hal ini, dia mengimbau agar masyarakat mendaftar pada program Subsidi Tepat supaya mendapatkan jatah BBM bersubsidi.
"Kita yakin subsidi lebih tepat sasaran, potensi penyalahgunaan dan pengisian berulang pun bisa kita cegah. Jadi sistem yang interconnected sudah ada di program Subsidi Tepat," tuturnya.
Secara substansi, dia mengatakan proses revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 itu sudah rampung.
Di sisi lain, Presiden Jokowi masih memiliki sejumlah pertimbangan sebelum menerbitkan Perpres tersebut.
"Kalau kendala dari sisi administrasi sudah clear, itu prosedur biasa dalam penerbitan regulasi. Revisi Perpres ini harus menunggu karena ada pertimbangan multiaspek, seperti penghitungan ulang dan lain sebagainya," kata dia.
BPH Migas pun telah bekerja sama dengan Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada dalam rangka menghitung dan mendiskusikan ulang soal risiko-risiko yang harus diantisipasi sebelum akhirnya revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 bisa diterbitkan.
"Hitung-hitungan risiko yang harus diantisipasi sudah kami lakukan bersama UGM dan harapan kami, revisi ini bisa terbit bulan Januari atau Februari 2023," imbuh Saleh.
Baca Juga: Akibat Kenaikan Harga BBM, BI Proyeksi Inflasi 2022 Tembus 6%
Sebelumnya, Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengumumkan kuota Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite sebesar 32,56 juta Kilo Liter, Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Solar 17 juta KL, dan JBT Minyak Tanah 0,5 juta KL.
Penetapan kuota itu masih mengacu pada Peraturan Presiden RI Nomor 191 Tahun 2014, di mana belum ada rincian konsumen pengguna dan titik serah untuk JBKP.
Untuk itu, Erika menegaskan pihaknya bersama para pemangku kepentingan tengah mengusulkan adanya revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
"Usulan revisi itu dimaksudkan agar JBT dan JBKP bisa tepat sasaran," jelas Erika.
Tak sekadar bertujuan untuk memastikan penyaluran JBT Solar dan JBKP Pertalite tepat sasaran, dia menegaskan revisi regulasi itu juga mencakup pengendalian penyaluran BBM dengan pemanfaatan teknologi informasi.
"Misalnya melalui pendaftaran konsumen pengguna pada web Subsidi Tepat, yang juga dapat diakses melalui aplikasi MyPertamina," tandasnya.