c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

30 November 2022

19:31 WIB

Siap Ajukan Banding, Pemerintah Tak Akan Hentikan Hilirisasi

Pemerintah mengaku tidak akan kapok dengan gugatan dan kekalahan Indonesia terkait hilirisasi di WTO. Presiden memerintahkan kabinetnya untuk melakukan banding terhadap setiap gugatan soal hilirisasi

Penulis: Khairul Kahfi

Siap Ajukan Banding, Pemerintah Tak Akan Hentikan Hilirisasi
Siap Ajukan Banding, Pemerintah Tak Akan Hentikan Hilirisasi
Ilustrasi - Pekerja memperlihatkan bijih nikel yang siap diolah menjadi produk feronikel. dok. Antara/Antam

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan, Indonesia tak akan gentar dengan gugatan yang dilayangkan sejumlah negara kepada Indonesia, terkait langkah progresif hilirisasi komoditas tambang  nasional. Indonesia menurutnya juga siap melakukan banding.

Presiden menegaskan, dirinya selalu menekankan misi Indonesia untuk melakukan hilirisasi dan downstreaming komoditas tambang mentah, demi meningkatan nilai tambahnya di dalam negeri. Ia mengaku sudah jengah dengan fenomena ekspor selama ini yang terus mengapalkan barang mentah ke luar negeri.

“Kalau ada negara lain yang menggugat, ya itu haknya negara lain untuk menggugat, karena memang (merasa) terganggu (hilirisasi Indonesia),” jelasnya dalam kegiatan Rakornas Investasi 2022 di Jakarta, Rabu (30/11).

Sebelumnya, dalam rapat kerja Komisi VII DPR RI, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkap hasil keputusan akhir WTO, di mana Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan WTO terkait larangan ekspor nikel. Dalam paparannya, tertulis bahwa final panel report dari WTO sudah keluar per 17 Oktober 2022.

Ia menilai, masih ada peluang untuk banding terkait larangan ekspor nikel kepada WTO. Pemerintah juga beranggapan tidak perlu ada perubahan peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang dianggap tidak sesuai tersebut, sebelum ada keputusan sengketa diadopsi Dispute Settlement Body (DSB).

“Pemerintah berpandangan, keputusan panel belum memiliki keputusan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk banding,” tutur Arifin, Senin (21/11).

Jokowi melanjutkan, gugatan tersebut dilancarkan Uni Eropa kepada WTO karena hilirisasi Indonesia telah berdampak besar bagi industri terkait di sana. Setidaknya, ada sejumlah pabrik di benua biri yang harus tutup karena kurangnya pasokan barang mentah dari Indonesia.

Sudah Bertekad
Namun, kata Jokowi, Indonesia sudah bertekad untuk menjadi negara maju di masa depa,n lewat hilirisasi yang meningkatan nilai tambah produk dan menyerap tenaga kerja.

“Kalau kita digugat saja takut, mundur, dan enggak jadi (menerapkan hilirisasi), ya enggak akan menjadi negara maju,” sebutnya.

Menurutnya, komoditas nikel dapat menjadi contoh konkret dan sukses dari upaya hilirisasi yang dilakukan. Dulu, sekitar 4-7 tahun yang lalu, ekspor komoditas nikel mentah hanya menghasilkan sekitar US$1,1 miliar.

Nah, setelah ada pabrik peleburan atau smelter nikel, beserta industri turunannya, hasil ekspor nikel Indonesia melonjak signifikan. Di 2021, nilai ekspor nikel Tanah Air sudah berhasil menyentuh US$20,8 miliar atau setara Rp300 triliun lebih.

“(Nilai ekspor nikel) naik 18 kali lipat kita hitung nilai tambahnya. Terus, (komoditas) yang lain seperti apa? Apa mau kita terus-teruskan ekspor bahan mentah?,” tegasnya.

Pemerintah sendiri disinyalir tidak akan kapok dengan gugatan dan kekalahan Indonesia di tingkat organisasi perdagangan dunia akibat hilirisasi yang dilakukan. Jokowi sudah memerintahkan kabinetnya untuk melakukan banding terhadap setiap gugatan yang naik soal hilirisasi.

Selanjutnya, Indonesia sudah bersiap untuk mengupayakan hilirisasi komoditas bauksit. Tak lain dan bukan, hilirisasi ini ditargetkan untuk mendapatkan nilai tambah dari sebuah komoditas. Hal ini juga telah berhasil membuat neraca perdagangan Indonesia berada di zona surplus selama 30 bulan terakhir.

“Saya sampaikan kepada Menteri (ESDM) terus, terus tidak boleh berhenti (hilirisasi). Tidak hanya berhenti di nikel, tapi terus yang lain, termasuk hal yang kecil-kecil seperti urusan kopi dan lainnya,” kata Jokowi.

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menambahkan, kebijakan pusat terkait hilirisasi didukung penuh oleh seluruh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di Indonesia. Pihaknya mengharapkan, kebijakan ini tetap berlaku, sekalipun Indonesia mendapat tekanan untuk menghentikan kebijakan hilirisasi.

Pemerintah pusat juga diminta untuk tidak terus tunduk terhadap permintaan untuk menyudahi kebijakan hilirisasi. Di tingkat daerah pun, lanjutnya, upaya hilirisasi akan terus diupayakan keberlangsungannya.

“Untuk hilirisasi, tetap pertahankan. Siapa pun yang melakukan intervensi kita berjalan terus, termasuk dengan WTO,” sebut Bahlil.

Potensi Bauksit
Selain nikel, semerintah menilai, bumi Indonesia juga cukup kaya akan bauksit, bahan tambang untuk industri aluminium ingot. Indonesia dipercaya memiliki deposit tambang bauksit sekitar 1,2 miliar ton atau sekitar 4% dari cadangan dunia dan menempati peringkat ke-6 dunia, di belakang Guinea di Afrika (24%), Australia (20%), Vietnam (12%), Brasil (9%), dan Jamaika (7%).

Belakangan, Indonesia   mulai masuk dalam jajaran negara produsen alumina, yakni produk olahan bijih bauksit yang tinggal selangkah lagi menjadi aluminium. Dengan tiga smelter bauksit yang sudah beroperasi, Indonesia kini mampu memproduksi sekitar dua juta ton per tahun smelter grade alumina (SGA), nama dagang untuk alumina.

Sebagian besar untuk pasar ekspor, dan hanya sekitar 25% dikonsumsi  oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang berkedudukan di Asahan Sumatra Utara. Hitungan pemerintah, nilai tambah dari hilirisasi bauksit ini ditaksir amat besar dan berkontribusi positif pada perekonomian nasional. Sebagai contoh, setiap 6 ton bauksit yang diolah dapat menghasilkan 2 ton SGA dan setiap 2 ton SGA yang diolah akan menghasilkan 1 ton aluminium ingot.

Sampai saat ini, harga bauksit per ton tercatat sebesar US$31. Jadi, untuk setiap 6 ton bauksit dapat dihargai hingga US$188. Bila 6 ton bauksit diolah menjadi 2 ton SGA, harganya menjadi sekitar US$770. Artinya, ada kelipatan nilai mencapai empat kali lipat.

Kemudian, bila 2 ton SGA itu diolah menjadi satu ton aluminium ingot, harganya menjadi US$290. Ada kelipatan empat kali juga. Maka, nilai tambah dari bauksit ke aluminium menghasilkan nilai tambah hingga 16 kali lipat.

Indonesia sendiri membutuhkan sekitar 1 juta aluminium/tahun dan hanya bisa dipasok sekitar 250 ribu ton dari PT Inalum. Karena itu, pada titik ini impor menjadi titik kekurangan Indonesia.

Dalam beberapa tahun ke depan, pemerintah berharap, seluruhnya bisa diisi dari industri aluminium dalam negeri. Dengan cadangan bauksit yang ada, Indonesia punya potensi memenuhi kebutuhan aluminium sampai beberapa puluh tahun ke depan.

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar