c

Selamat

Jumat, 29 Maret 2024

EKONOMI

12 Mei 2021

15:07 WIB

Serikat Buruh Sesalkan Outsourcing PLN Tak Bayar THR Penuh

Kerugian buruh dapat mencapai Rp15 miliar

Penulis: Zsasya Senorita

Editor: Fin Harini

Serikat Buruh Sesalkan <i>Outsourcing</i> PLN Tak Bayar THR Penuh
Serikat Buruh Sesalkan <i>Outsourcing</i> PLN Tak Bayar THR Penuh
Ilustrasi THR pecahan 50 ribu rupiah. ANTARA FOTO/Dok

JAKARTA - Presiden Federasi Serikat Pekerja Indonesia atau FSPMI Riden Hatam Aziz menyesalkan masih terdapat perusahaan yang tidak membayar Tunjangan Hari Raya atau THR tahun 2021 sesuai dengan ketentuan. Salah satunya yang terjadi di perusahaan outsourcing pada lingkungan Perusahaan Listrik Negara.

Padahal, kata Riden, sesuai ketentuan hukum yang berlaku, pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, berhak mendapat THR sebesar satu bulan upah. Di mana besaran upah yang dimaksud adalah gaji pokok dan tunjangan tetap atau tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran.

“THR yang diberikan oleh perusahaan outsourcing PLN menghilangkan dua komponen tunjangan tetap, yaitu tunjangan kompetensi dan tunjangan delta,” tegasnya dalam keterangan tertulis pada Selasa (12/5). 

Dengan demikian Riden menganggap, THR yang diberikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan ketentuan atau kurang dari satu bulan upah. 

“Kami meminta Direktur Utama PT PLN bertanggung jawab terhadap persoalan THR di perusahaan outsourcing PLN. Karena persoalan ini bermula dari Peraturan Direktur PLN No. 0219 yang dibuat PLN, dan saat ini menjadi rujukan para vendor dalam perhitungan pembayaran THR," paparnya. 

Sekretaris Tim Nasional Outsourcing (OS) PLN Machbub menduga, permasalahan ini bermula dari dikeluarkannya Perdir PLN No. 0219 yang dibuat PLN sebagi rujukan para vendor-vendor dalam perhitungan pembayaran THR.

Perdir tersebut, lanjutnya, berusaha menghilangkan dua komponen upah berupa Tunjangan Tetap yaitu Tunjangan Kompetensi dan Tunjangan Delta. 

“Kalau kita berpedoman bahwa tunjangan tetap adalah tunjangan yang tidak dipengaruhi oleh kehadiran. Tunjangan kompetensi dan tunjangan delta tersebut diterima setiap bulan oleh pekerja, maka tidak ada alasan untuk PLN menghilangkan dua komponen upah tersebut,” tambahnya.

Machbub memaparkan, rata-rata pemotongan THR pekerja berkisar Rp300.000. Jika dikalikan sekitar 50.000 pekerja outsourcing PLN di seluruh Indonesia, kerugian buruh dapat mencapai Rp15 miliar.

Menurutnya, saat ini seluruh Serikat Pekerja OS PLN di masing-masing daerah telah melakukan konsolidasi intensif dan melaporkan kepada Disnaker serta Pengawas Ketenagakerjaan setempat. 

Diminta Jadi Contoh
Terkait dengan hal itu, FSPMI yang di tingkat nasional berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI meminta agar perusahaan segera membayarkan kekurangan THR buruh. Dalam hal ini, serikat pekerja yang berada di tingkat perusahaan sudah meminta outsourcing segera menyelesaikan permasalahan ini. Termasuk dengan melaporkan ke Pengawas Ketenagakerjaan. 

Lebih lanjut, Riden mengancam, apabila cara-cara perundingan yang dilakukan mengalami deadlock dengan pihak perusahaan tetap pada pendiriannya memotong THR para pekerja outsourcing, maka pihaknya akan melakukan unjuk rasa pekerja outsourcing PLN se-DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten dengan mendatangi kantor PLN Pusat di Jakarta. Sementara untuk di luar tiga wilayah itu, FSPMI akan mendatangi kantor wilayah PLN di masing-masing daerah. 

"Aksi ini akan dilakukan dengan tertib, damai, dan tetap menerapkan protokol Kesehatan pencegahan covid-19," sambungnya.

Menurut Riden, saat ini perusahaan outsourcing PLN yang sudah bergabung menjadi anggota FSPMI sudah mencapai 100 perusahaan yang tersebar di 70 kabupaten/kota dan 23 provinsi. Mereka akan bergerak serentak jika permasalahan THR ini tak kunjung terselesaikan.

Sebelumnya, Anggota DPR Obon Tabroni telah mengingatkan perusahaan di lingkungan BUMN agar memberi contoh dalam pembayaran THR. Hal ini merupakan reaksi ketika mendapat kabar adanya perusahaan alih daya di lingkungan BUMN yang terindikasi tidak membayar THR secara penuh. 

Obon pun menyampaikan pihaknya menerima pengaduan dari sejumlah pekerja outsorcing di lingkungan PLN yang tidak membayar THR secara penuh. 

“Per tanggal 4/05/2021 para pekerja outsourcing di PLN dari berbagai daerah sudah menerima THR. Namun THR yang diterima tidak sesuai dengan upah yang biasa diterima setiap bulannya. Padahal dalam ketentuannya, pekerja yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun besarnya THR yang seharusnya diterima adalah 1 bulan upah secara full atau tidak dipotong,” jelasnya beberapa waktu lalu. 

Merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 3 ayat 1 huruf (a) berbunyi, Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah. Kemudian pada Ayat 2 pengertian upah satu bulan adalah upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih atau upah pokok termasuk tunjangan tetap.

Hal ini juga dipertegas lagi pada Surat Edaran Mentri Ketenagakerjaan No. M/6/HK.04/IV/2021 pada No.2 huruf (a) yang menyatakan, pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah.

Karena itu, Obon meminta agar perusahaan di lingkungan BUMN, membayar THR secara penuh. Khususnya kepada pekerja alih daya outsourcing.

“Harusnya perusahaan di lingkungan BUMN yang notabene milik negara menjadi contoh baik dalam pembayaran THR dan hak-hak buruh yang lainnya,” tegas Obon.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentar Login atau Daftar





TERPOPULER