03 Desember 2021
20:00 WIB
JAKARTA - Nestlé Indonesia menegaskan komitmennya untuk menyerap susu dari peternak lokal. Tak sekadar membeli, melalui tim Milk Procurement and Dairy Development (MPDD) komitmen Nestlé Indonesia juga disertai dengan memberikan pendampingan dan pelatihan kepada peternak di pedesaan sejak tahun 1975 silam.
Ganesan Ampalavanar Presiden Direktur Nestlé Indonesia menuturkan, selama 50 tahun, pihaknya berpegang teguh pada komitmen untuk berinvestasi di Indonesia. Komitmen tersebut difokuskan untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan menggunakan sebanyak mungkin bahan baku setempat. Termasuk susu segar untuk menghasilkan produk makanan dan minuman berkualitas dan bergizi yang aman dan lezat bagi konsumen, serta berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia.
“Setiap tahun, Nestlé Indonesia membayar sekitar Rp1,6 triliun untuk pembelian susu segar kepada para peternak sapi perah di pedesaan, yang mendukung pembangunan ekonomi pedesaan dan penghidupan para peternak sapi perah,” tutur Ganesan dalam keterangannya, Jumat (3/12).
Sekadar informasi, sampai saat ini, tim MPDD telah membina 27.000 peternak sapi di Jawa Timur. MPPD memberikan pelatihan tentang praktik peternakan sapi perah yang baik dan berkelanjutan, untuk mengoptimalkan produktivitas, meningkatkan kualitas, serta memastikan penerapan yang lebih ramah lingkungan.
Setiap hari, Nestlé Indonesia membeli lebih dari 750.000 liter susu segar dari 27.000 peternak sapi perah yang tergabung di 40 koperasi dan kelompok peternak di 16 kabupaten di Jawa Timur. Pengembangan susu segar ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku susu segar bagi Pabrik Nestlé Kejayan di Jawa Timur yang menghasilkan produk-produk susu berkualitas, seperti susu cair BEAR BRAND dan susu bubuk DANCOW.
Menurut Ganesan, kemitraan seperti ini merupakan wujud nyata keyakinan pihaknya untuk mencapai sukses jangka panjang. “Masyarakat sekitar di mana kami beroperasi juga harus sejahtera. Kami berharap kemitraan antara Nestlé Indonesia dan peternak sapi setempat dapat terus berjalan dengan baik,” lanjutnya.
Peternakan Berkelanjutan
Selain kerjasama dan pembinaan, Nestlé Indonesia juga membangun 8 akses air bersih di daerah peternakan sapi perah di Jawa Timur. Akses tersebut tidak hanya untuk mendukung peternakan-peternakan tersebut, namun juga komunitas sekitar dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Untuk menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi emisi gas rumah kaca, sejak 2010 Nestlé Indonesia, lanjutnya, juga telah membantu membangun 8.400 unit kubah biogas. Fasilitas ini digunakan untuk mengolah kotoran sapi menjadi energi terbarukan untuk kebutuhan memasak dan penerangan.
Di samping itu, slurry yang dihasilkan dari proses pengolahan biogas dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan lahan pakan ternak. Ini menciptakan sistem sirkular pertanian terintegrasi di peternakan sapi perah di Jawa Timur, sejalan dengan ambisi Nestlé untuk mencapai emisi nol karbon (net zero emissions) pada 2050.
Jumat (3/12) ini, Nestlé Indonesia bersama dengan Bupati Malang H.M. Sanusi, Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UMKM Ahmad Zabadi, dan Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika berkunjung ke kandang percontohan Nestlé di Koperasi Sae Pujon, Malang, untuk merayakan 50 tahun Nestlé di Indonesia, bersama para komunitas peternak sapi perah di Malang. Dalam rangka perayaan ini, Nestlé memberikan apresiasi dan penghargaan kepada para peternak sapi perah yang telah bermitra dan menghadirkan bahan baku setempat berkualitas untuk memenuhi kebutuhan produksi Nestlé di Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, HM Sanusi mengapresiasi Nestlé yang telah memberikan pendampingan dan pelatihan guna mengelola peternakan sapi perah yang berkelanjutan kepada komunitas peternak sapi di Malang.
“Selain meningkatkan produktivitas, menjaga lingkungan dan menerapkan praktik berkelanjutan merupakan sebuah prioritas yang harus dilakukan oleh para peternak agar bisa terus menjaga lingkungan untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, kami mengapresiasi kemitraan yang telah dibentuk oleh Nestlé selama kurang lebih 46 tahun bersama para peternak sapi perah di Malang,” kata Sanusi.
Senada, Putu Juli Ardika juga memberikan apresiasinya kepada Nestlé Indonesia atas kemitraan yang telah terjalin antara Nestlé Indonesia dengan komunitas peternak sapi perah Jawa Timur. Menurutnya, hal ini sejalan dengan ambisi pemerintah untuk mendorong penggunaan bahan baku dan produk yang dihasilkan oleh produsen setempat.
“Indonesia memiliki potensi besar sebagai penghasil susu segar, kami sangat mengapresiasi dan mendukung kerja sama antara Nestlé Indonesia dan peternak sapi perah di Indonesia. Saya percaya kerja sama yang telah terjalin dapat senantiasa mendukung dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia,” tuturnya.
Seperti dilansir Antara, Putu mengatakan peningkatan produktivitas hasil susu per ekor sapi, harus senantiasa didorong agar kesejahteraan peternak dapat meningkat.
“Saya kemarin ke Pangalengan, untuk yang di masyarakat itu masih sekitar 15-16 liter per ekor per hari. Di beberapa industri besar sudah bisa mencapai best practice-nya dunia hingga 30 liter per ekor per hari. Kalau rata-rata hasil per ekor per hari itu bisa kita tingkatkan, paling tidak pendapatan dan kesejahteraan peternak susu akan cukup bagus,” kata Putu.
Kendala Pakan
Meski begitu, ia berpendapat kendala pakan ternak sapi saat ini masih perlu diselesaikan. Putu mengatakan pihaknya akan berdiskusi dengan para ahli untuk menekan harga pakan dan melakukan intervensi, terutama pada mesin pengolahan pakan dan bahan pakan.
“Ada kendala yang perlu kita selesaikan, itu ada di pakannya. Untuk menghasilkan susu umpamanya seharga Rp100, itu pakannya lebih dari Rp50, malah sampai dengan Rp65, sementara best practice-nya itu sekitar Rp22 hingga Rp25,” ujarnya.
Pihaknya juga berencana untuk berdiskusi dengan Kementrian Pertanian untuk melakukan intervensi pada sisi pakan ternak.
“Memang dalam perhitungan (terlihat) gampang dilakukan, tapi dalam kenyataan mungkin banyak kendalanya. Kami di Kemenperin bisa membantu di sisi pengolahan pakannya, tapi bahan bakunya perlu dari sisi Kementan,” kata Putu.
Selain itu, Kemenperin juga berupaya untuk menurunkan angka impor sebesar 35% melalui program substitusi impor pada 2022. Untuk diketahui, 78% kebutuhan bahan baku susu dari Industri Pengolahan Susu (IPS) masih diimpor. Hanya 22% pasokan susu yang dapat dipenuhi di dalam negeri.
“Nah, ini kami bekerja sangat keras untuk bagaimana ke depannya di dalam industri susu ini bahan bakunya bisa disuplai dari dalam negeri,” tutur Putu.
Sementara itu, ia menyebutkan industri agro secara keseluruhan memiliki peran besar di dalam PDB nasional, dengan angka lebih dari 51%. Industri makanan dan minuman juga menjadi penyumbang terbesar untuk industri agro, yaitu sekitar 38%.
“Kalau kita lihat di investasi untuk makanan dan minuman, ada Rp48,5 triliun untuk semester 3 saja dan diharapkan ada sekitar 1,1 juta orang yang bisa diserap dari investasi ini,” ujar Putu.
Menurutnya, kegiatan usaha peternakan dapat dijadikan solusi dan alternatif dalam upaya pemulihan ekonomi mengingat masih terbukanya peluang-peluang tersebut.
“Pandemi covid-19 menghantam semua kegiatan usaha, banyak yang tidak lagi bisa bekerja seperti biasanya. Dalam pemulihan ini, peternakan ini bisa menjadi solusi karena susu masih impor 80%, daging juga banyak impor, sehingga ini kesempatan yang sangat bagus untuk mendorong kegiatan usaha di peternakan,” tandasnya.