c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 Agustus 2021

20:25 WIB

Semester I 2021, Pertamina NRE Kantongi Laba Bersih US$57 Juta

PNRE menargetkan kapasitas listrik terpasang mencapai 10 GW pada 2026

Penulis: Zsasya Senorita

Semester I 2021, Pertamina NRE Kantongi Laba Bersih US$57 Juta
Semester I 2021, Pertamina NRE Kantongi Laba Bersih US$57 Juta
Pekerja mengecek instalasi pambangkit listrik panas bumi (geothermal) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Dok. Antara Foto

JAKARTA – PT Pertamina New & Renewable Energy atau PNRE mencatatkan laba bersih US$57 juta di semester I 2021. Capaian itu setara 152% dari target pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Semester I 2021.

Kinerja positif konsolidasian periode tersebut juga mencatatkan pendapatan dan EBITDA masing-masing US$181 juta dan US$152 juta atau setara 101% dan 117% terhadap RKAP. Menurut Chief Executive Officer PNRE Dannif Danusaputro, kinerja keuangan yang positif tersebut didorong oleh kinerja operasi yang baik.

“Kami selalu berupaya mengedepankan operational excellence untuk mencapai target yang ditentukan. Karena kami juga bercita-cita untuk mendukung pemerintah mewujudkan transisi energi di Indonesia,” ujar Dannif dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (4/8).

Pada kinerja operasi, perusahaan yang merupakan Sub-holding di bawah PT Pertamina (Persero) ini, mencatatkan total produksi listrik 2.273 GWh sepanjang paruh pertama 2021.

Sekadar mengingatkan, bergulirnya restrukturisasi di tubuh Pertamina mengantarkan PNRE sebagai sub-holding yang memegang amanah untuk mengawal transisi energi. PNRE membawahi anak perusahaan Pertamina lainnya seperti Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan Jawa Satu Power (JSP) serta Jawa Satu Regas (JSR).

Dengan restrukturisasi, Pertamina semakin menggenjot laju transisi energi. Pada 2030, Pertamina menargetkan energi baru dan terbarukan (EBT) mencapai 17% dalam portfolio bisnisnya.  Di level PNRE, transisi energi pada 2026 menargetkan kapasitas terpasang mencapai 10 GW. Terdiri dari 6 GW gas to power, 3 GW energi terbarukan, dan 1 GW energi baru.

Untuk energi panas bumi sendiri, saat ini kapasitas terpasang mencapai 672 MW dan ditargetkan mencapai 1,1 GW pada 2026. Sementara yang termasuk di dalam pengembangan energi baru antara lain hidrogen, EV battery, dan carbon capture utilization and storage (CCUS).

Kolaborasi Strategis
 Dannif mengatakan, demi mencapai target tersebut, pihaknya akan menjalin kolaborasi dengan mitra-mitra strategis. Khususnya dalam pengembangan energi baru seperti hidrogen dan CCUS yang teknologinya juga relatif masih baru.

“Saat ini kami tengah mengembangkan blue hydrogen dan green hydrogen. Kami yakin hydrogen adalah energi masa depan dan kami berharap akan mencapai harga yang kompetitif, seiring berkembangnya teknologi,” jelasnya.

Peluang pengembangan hidrogen dan penyediaan energi tengah, PNRE jajaki bersama PT Pupuk Indonesia Persero. Sinergi keduanya juga meliputi pemanfaatan sarana dan peralatan teknologi dan komersialisasi green ammonia dan blue ammonia, dengan menggunakan hidrogen sebagai bahan baku yang diproduksi oleh Pertamina Power Indonesia.

Amonia merupakan bahan baku utama untuk memproduksi pupuk. Sementara, green ammonia dan blue ammonia merupakan amonia yang diproses dan dihasilkan dari sumber energi yang terbarukan.

Amonia jenis ini memiliki kandungan karbon rendah sehingga lebih ramah lingkungan dan dapat menjadi bahan baku pupuk di masa depan.

Untuk blue ammonia produksinya menggunakan blue hydrogen yang berasal dari sumber energi fosil. Karbon yang terbentuk dari proses produksi blue ammonia yaitu CO2 harus diinjeksikan kembali ke dalam perut bumi atau dikenal sebagai Carbon Capture Storage (CCS) Technology.

Pertamina menyatakan, dari segi keekonomian, lebih efisien bila CO2 diinjeksikan ke dalam reservoir minyak maupun gas yang sudah tidak digunakan lagi. Pun, lokasinya berdekatan dengan pabrik pupuk.

Sementara, green ammonia produksinya menggunakan green hydrogen yang berasal dari sumber energi bersih, seperti energi panas bumi. Untuk green hydrogen saat ini pengkajian dan uji coba dilakukan di wilayah kerja panas bumi Ulubelu yang dikelola Pertamina Geothermal Energy.

Dannif menambahkan, transisi energi yang dilakukan secara agresif oleh Pertamina, ditargetkan untuk mencapai penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Pertamina sebesar 30% dan mendukung emisi GRK nasional sebesar 29% pada 2030.

“Pertamina menunjukkan komitmen kuat menjalankan bisnis yang berkelanjutan (sustainable business) dengan mengintegrasikan aspek ESG (environment, social, and governance.red) ke dalam bisnisnya,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar