30 Desember 2024
11:22 WIB
Sarinah Yakin Tak Banyak Terdampak Kebijakan PPN 12%
Sarinah yakin karena memiliki keunggulan unik (unique selling proposition) berupa produk-produk legendaris dan etnik yang membedakannya dengan pusat perbelanjaan lainnya
Pengunjung mengamati kain batik yang dijual di Sarinah, Jakarta, Selasa (5/7/2022). Sarinah menjadi wadah bagi produk UMKM lokal yang lolos proses kurasi dan diharapkan mampu membawa UMKM lokal ke pasar internasional. Antara Foto/Budi Prasetiyo
JAKARTA - PT Sarinah (Persero) meyakini, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Sejauh ini, isu tersebut pun belum mempengaruhi minat konsumen untuk berbelanja di Sarinah.
Direktur Utama Sarinah Fetty Kwartati menuturkan, Sarinah memiliki keunggulan unik (unique selling proposition) berupa produk-produk legendaris dan etnik yang membedakannya dengan pusat perbelanjaan lainnya.
Selain itu, konsumen cenderung membeli produk di Sarinah berdasarkan kebutuhan, bukan sekadar dorongan impulsif sehingga daya beli relatif stabil.
Fetty juga menjelaskan, hingga saat ini, Sarinah belum berencana melakukan penyesuaian harga. "Namun, kami terus memantau situasi pasar dan akan mengambil langkah strategis jika diperlukan untuk menjaga daya saing," kata Fetty seperti dilansir Antara, Senin (30/12).
Dia mengakui, kenaikan PPN menjadi 12%, akan berdampak pada meningkatnya biaya perolehan barang yang pada akhirnya mempengaruhi harga jual produk.
Jika kebijakan ini tetap diterapkan, dia pun berharap pemerintah dapat memberikan stimulus khusus kepada para pelaku ritel dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan industri ritel dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Fetty juga mengatakan, pihaknya secara konsisten memberikan dukungan dan pembinaan kepada mitra UMKM. Salah satunya melalui program "Sarinah Pandu". Dalam program ini, materi yang diajarkan meliputi efisiensi dalam menghitung biaya produksi (costing). Dengan pengetahuan ini, mitra UMKM diharapkan mampu menjaga harga jual produk tetap kompetitif meskipun terjadi peningkatan PPN.
Hingga November, Sarinah sudah membukukan penjualan sebesar Rp726 miliar dari target tahun 2024 sebanyak Rp741 miliar. Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan keuangan perusahaan, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Sarinah Guntar P.M Siahaan mengatakan, pihaknya sudah membukukan laba sebesar Rp33 miliar atau tumbuh 76% secara tahunan (year on year) dari sebeumnya sebesar Rp17 miliar.
"Jadi kita sudah tumbuh hampir 76% dari sisi laba operasi. Jadi kita harapkan bisa tercapai sampai dengan akhir 2024," serunya.
Pada 2025, perusahaan ritel pelat merah ini menargetkan bisa membukukan penjualan sebanyak Rp941 miliar.
Diminta Menunda
Terkait dengan kebijakan penaikan tarif PPN menjadi 12%, sebelumnya Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah untuk menunda penerapan PPN menjadi 12% mulai Januari 2025 karena dinilai dapat membebani biaya produksi.
"Kami dari Apindo menyarankan supaya pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan PPN 12 %," kata Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto di Cikarang, Sabtu.
Dia menjelaskan, meski bahan pokok tidak dikenakan PPN 12%, namun barang lain dalam rantai produksi tetap terdampak biaya produksi, seperti bahan baku yang turut mengalami kenaikan atas pengenaan pajak dimaksud. Dia mengingatkan, kebijakan PPN 12% juga akan berdampak pada daya beli masyarakat, terutama untuk barang-barang premium seperti beras, buah-buahan, ikan, udang serta daging.
Begitu pula dengan layanan kesehatan premium di rumah sakit VIP, pendidikan standar internasional serta listrik untuk pelanggan dengan daya 3.600-6.600 Volt Ampere. Menurut dia, kebijakan PPN 12% sangat berbeda dengan kebijakan yang diterapkan di negara berkembang lain. Seperti Vietnam yang baru-baru ini justru menurunkan PPN mereka dari 10% menjadi 8%.
"Kami berharap pemerintah lebih bijaksana melihat kondisi ke depan. Kalau kita lihat Vietnam malah jadi 8%, ini di kita kok malah naik," imbuhnya.
Dia juga menyoroti rencana kebijakan menaikkan PPN menjadi 12% di tengah keputusan pemerintah menaikkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) sebesar 6,5% bertepatan pula dengan kondisi lesu sektor industri.
"Industri otomotif sekarang juga lagi turun 30%. Berarti turunannya, kan, turun juga. Artinya ada biaya yang ditambahkan yang harus ditanggung oleh perusahaan. Kalau bisa menolak ya kita menolak, tapi bagaimana kita menolak karena itu keputusan pemerintah," ucapnya.
Darwoto berharap pemerintah dapat menunda penerapan PPN 12%. Namun, jika kebijakan tersebut tetap diterapkan, pemerintah harus melahirkan kebijakan ekonomi lain yang dapat meningkatkan gairah pengusaha dan pelaku industri.
"Memang kami lagi menunggu stimulus yang akan dikeluarkan oleh pemerintah berkaitan dengan rencana pemberlakuan kebijakan tadi," kata dia.