c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

02 Maret 2023

08:45 WIB

Sambut Perdagangan Karbon, Ini Saran Dari IESR

IESR menilai pengawasan publik terhadap pelaksanaan perdagangan karbon pun harus dibangun secara matang.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Sambut Perdagangan Karbon, Ini Saran Dari IESR
Sambut Perdagangan Karbon, Ini Saran Dari IESR
PLTU Paiton di Probolinggo, Jawa Timur. Pemerintah menetapkan mekanisme perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik tenaga uap. ANTARA/Budi Candra Setya

JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik implementasi mekanisme perdagangan karbon di sektor pembangkit listrik tenaga uap yang dilakukan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa meyakini langkah itu merupakan sebuah kemajuan, namun wajib ada pengetatan batas atas emisi pada masa mendatang. 

Di sisi lain, hasil perdagangan karbon bisa dijadikan sumber PNBP dan dialokasikan untuk mendorong investasi energi terbarukan.

Melalui keterangan tertulisnya, Fabby menilai batas atas emisi karbon yang ditetapkan pemerintah saat ini masih relatif tinggi dan pemilik PLTU tak perlu repot-repot mengupayakan untuk pemenuhan batas atas tersebut.

"Sebagai gambaran intensitas emisi karbon di PLTU di negara tetangga 20%-40% lebih rendah dibandingkan Indonesia. Ini membuka peluang pengetatan batas emisi PLTU di masa depan," tuturnya di Jakarta, Rabu (1/3).

Dengan adanya penentuan pembatasan kuota bagi PLTU, IESR melihat kesadaran pelaku usaha akan meningkat terhadap emisi yang dihasilkan. Dengan begitu, mereka bisa mengatur operasional PLTU secara lebih efisien.

Lebih lanjut, Fabby mengatakan perdagangan karbon itu turut mengatur tentang penggantian atau pembelian karbon (carbon offset) jika suatu pembangkit menghasilkan emisi melebihi Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU). 

Dalam hal ini, pembangkit harus membeli emisi dari unit PLTU lain yang menghasilkan emisi di bawah PTBAE-PU atau membeli Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).

Dia menambahkan pemerintah harus memastikan standar aktivitas penurunan emisi yang bisa diperjualbelikan di pasar karbon terkait penggunaan instrumen SPE untuk meningkatkan integritas mekanisme offset dan dampak penurunan emisi secara nyata.

"Kami sarankan juga agar SPE diutamakan berasal dari pembangkit energi terbarukan guna menyelaraskan instrumen ini dengan upaya transisi energi untuk mencapai NZE 2060 atau lebih awal. Instrumen SPE ini bisa menjadi insentif bagi pelaku usaha dan masyarakat membangun pembangkit energi terbarukan," papar Fabby.

Selain itu, IESR juga menyarankan agar pemerintah menggunakan SPE dalam rangka mengakselerasi instalasi PLTS atap oleh konsumen. Dengan begitu, listrik yang dihasilkan oleh PLTS atap dan diekspor ke jaringan bisa menjadi SPE serta dipakai untuk carbon offset.

"Setelahnya, pendapatan dari penjualan SPE tentu bisa meningkatkan daya tarik konsumen untuk memasang PLTS atap," kata Fabby.

Sanksi
Sementara itu, Koordinator Proyek Pembiayaan Berkelanjutan Ekonomi Hijau IESR Farah Vianda menjabarkan pelaku usaha yang lalai mengikuti perdagangan karbon dengan tidak menyampaikan rencana monitoring emisi GRK, termasuk revisi laporan emisi, harus diberi peringatan tertulis oleh Menteri ESDM.

"Menteri ESDM harus berikan peringatan tertulis dan alokasi PTBAE-PU untuk perdagangan karbon berikutnya sebesar 75%," ucap dia.

Adanya sanksi pembatasan kuota kepada pelaku usaha yang melanggar aturan, sambungnya, menjadi bentuk nyata bahwa pemerintah berkomitmen menggunakan perdagangan karbon sebagai instrumen menekan emisi. Di sisi lain, pelaksanaan seluruh prosesnya ia sebut harus dilakukan dengan pemantauan yang ketat.

Pengawasan publik terhadap pelaksanaan perdagangan karbon pun harus dibangun secara matang. 

Selain itu, upaya masuknya perdagangan karbon dalam perdagangan bursa yang tengah dikaji oleh BEI akan membuat harga karbon semakin kompetitif dan mempromosikan transparansi untuk menarik investor dengan memprioritaskan prinsip pembiayaan berkelanjutan.

"Peraturan Menteri Keuangan yang menaungi soal harga karbon bisa sesegera mungkin diterbitkan untuk memberi kepastian aktivitas perdagangan karbon. Diharapkan harga karbon tidak terlalu jauh dari rata-rata global," tandas Farah.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar