17 November 2023
20:10 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
JAKARTA - Jumlah pertumbuhan emiten terkategori saham syariah sejak tahun 2013 hingga Juni 2023 tercatat naik 82%.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), pertumbuhan investor syariah juga meningkat 5% menjadi 123.359 dibanding sebelumnya yang hanya 5.457 orang.
Hal ini selaras dengan jumlah saham syariah yang masih lebih dominan dibandingkan saham non-syariah dan selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Head of Research FAC Sekuritas Wisnu Prambudi Wibowo mengatakan bahwa saat ini investor ritel masih menjadikan saham syariah sebagai salah satu opsi dalam berinvestasi karena semakin banyaknya emiten syariah yang listing di BEI.
“Baik saham konvensional maupun saham Syariah, keduanya berjalan beriringan dan terus bertumbuh. Jumlah investor pasar modal sendiri di bulan Juni sudah menyentuh angka 11 juta, yang terdiri dari investor saham, bond, dan mutual funds. Kalau bicara produknya, saham syariah dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan,” kata Wisnu dalam keterangan resmi, Jumat (17/11).
Menurut Wisnu, saham Syariah di sektor farmasi cukup menarik untuk dikoleksi dalam jangka panjang, mengingat postur anggaran kesehatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 adalah sebesar 5,6% atau 186,4 triliun, naik 13,9 triliun dari sebelumnya.
“Ini mengindikasikan hal yang positif. Artinya, pemerintah sangat perhatian dalam perbaikan layanan dan fasilitas kesehatan di Indonesia. Pemerintah juga menaruh perhatian agar industri domestik tumbuh dan tidak bergantung pada impor khususnya dari sisi bahan baku," imbuhnya.
Jika dilihat dari jangka panjang, lanjut dia, saham PT Phapros Tbk (PEHA) adalah salah satu saham terkategori syariah yang memiliki nilai lebih dilihat dari historikal dalam konsistensi manajemen perusahaan membagikan dividen.
“Ini menjadi nilai jual tersendiri dari Phapros. Kalau melihat komponen tentang seberapa sering sebuah perusahaan membagikan dividen, PEHA sudah konsisten. (Apalagi) perubahan dari sisi penjualan juga tidak terlalu berdampak signifikan,” ujar Wisnu.
Wisnu pun mencontohkan perusahaan sektor kesehatan lainnya yang ketika masa pandemi penjualan alat kesehatannya tinggi, namun kemudian menurun signifikan saat pandemi telah lewat.
“Ini tidak terjadi pada PEHA, jadi kalau dilihat dari sisi ini, saham tersebut masih sangat menarik," katanya.
Sementara itu, Capital Market Analyst salah satu Bank terkemuka di Indonesia, Lanjar Nafi merekomendasikan saham syariah di sektor farmasi selain Phapros, yaitu PT Kimia Farma (KAEF) dan PT Kable Farma (KLBF).
Dia menjelaskan, KAEF kolaborasi dengan PT Bukit Asam membuka peluang bagi KAEF untuk diversifikasi bisnisnya di sektor farmasi dan layanan kesehatan.
Dengan adanya potensi kerja sama terkait instalasi dan distribusi farmasi, apotek, klinik, alat kesehatan, dan laboratorium, diyakini KAEF dapat memperluas cakupan bisnisnya.
"Sinergi antara dua BUMN lintas sektor ini dapat menciptakan peluang pertumbuhan pendapatan bagi KAEF. Kolaborasi ini dapat meningkatkan kualitas dan akses layanan kesehatan, yang pada gilirannya dapat berdampak positif pada performa keuangan perusahaan," ujarnya kepada Validnews, Jumat (16/11).
Sementara untuk KLBF, kata Lanjar Nafi, KLBF sedang melakukan reformulasi produk untuk menurunkan angka impor bahan baku obat.
"Komitmen untuk meningkatkan penggunaan bahan baku dalam negeri, khususnya yang menggunakan bioteknologi, dapat memengaruhi kinerja keuangan ke depan," terang dia.