08 Januari 2025
19:20 WIB
Saham BUKA Merah Di Tengah Isu Penutupan Layanan Produk Fisik
Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) melemah sebesar 5 poin atau 4,10% menjadi Rp117 per saham pada penutupan perdagangan hari ini, Rabu (8/1).
Penulis: Fitriana Monica Sari
Grafik pasar saham Bukalapak ditampilkan di ponsel. Shutterstock/Poetra.RH
JAKARTA - Saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) melemah sebesar 5 poin atau 4,10% menjadi Rp117 per saham pada penutupan perdagangan hari ini, Rabu (8/1).
Melemahnya saham BUKA ini ditenggarai isu penghentian layanan produk fisik yang akan dilakukan secara bertahap hingga Februari 2025.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana turut menyoroti kabar ini. Menurutnya, langkah PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) untuk menutup layanan marketplace fisiknya dan beralih fokus ke penjualan produk virtual merupakan transformasi yang signifikan dan penuh tantangan.
"Keputusan ini dipandang sebagai langkah strategis untuk lebih fokus pada layanan pembayaran dan produk digital yang memang sedang mengalami pertumbuhan, namun juga membawa implikasi besar terhadap kinerja saham BUKA di pasar modal," kata Hendra kepada Validnews, Rabu (8/1).
Imbasnya, dalam jangka pendek, reaksi pasar terhadap pengumuman ini telah terlihat cukup negatif.
Saham BUKA mengalami penurunan hingga 4,10% pada sesi perdagangan pagi di tanggal 8 Januari 2025, menandakan kekhawatiran investor terhadap potensi penurunan pendapatan dari segmen marketplace fisik yang sebelumnya menjadi tulang punggung perusahaan.
"Penurunan ini mencerminkan ketidakpastian investor atas prospek bisnis BUKA setelah transisi ini," terang dia.
Dia menjelaskan bahwa keputusan yang diambil BUKA ini berisiko menurunkan pendapatan perusahaan dalam jangka pendek, terutama karena segmen marketplace fisik memiliki basis pelanggan yang luas dan sudah mapan.
Baca Juga: Bukalapak Tutup Layanan Produk Fisik, Ini Yang Perlu Diperhatikan Pelapak
Penutupan segmen ini disinyalir bisa mengurangi diversifikasi sumber pendapatan perusahaan dan meningkatkan ketergantungan pada layanan produk virtual, yang mungkin membutuhkan waktu untuk mencapai skala yang menguntungkan.
Sedangkan dari sisi positif, fokus pada produk virtual seperti pulsa, paket data, token listrik, dan layanan pembayaran lainnya memang sesuai dengan tren digitalisasi yang semakin kuat di Indonesia.
"Jika BUKA berhasil mengoptimalkan layanan ini, ada peluang untuk meningkatkan margin keuntungan karena layanan digital umumnya memiliki biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan penjualan barang fisik," ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, konsumen yang terbiasa dengan platform BUKA untuk transaksi fisik bisa diarahkan untuk menggunakan layanan digital mereka, asalkan transisi ini dilakukan dengan lancar dan tanpa mengganggu pengalaman pengguna.
Kendati demikian, Hendra menyampaikan terdapat tantangan utama bagi BUKA untuk dapat mempertahankan kepercayaan pasar selama proses transisi ini.
Pasalnya, kehilangan pendapatan dari marketplace fisik bisa menjadi risiko yang signifikan jika tidak segera diimbangi dengan peningkatan substansial dari segmen produk virtual.
"Keberhasilan strategi ini akan sangat tergantung pada kemampuan BUKA untuk meningkatkan penetrasi pasar dalam layanan virtual dan menjaga kepuasan pelanggan mereka," tegas dia.
Secara teknikal, kata Hendra, jika sentimen negatif terus berlanjut dan saham BUKA menembus level support psikologis di Rp107, ada kemungkinan harga saham bisa turun lebih lanjut hingga mendekati Rp100. Level ini menjadi penting karena jika ditembus, akan menciptakan tekanan jual yang lebih besar dan memperburuk sentimen pasar.
Dalam jangka panjang, sambungnya, jika BUKA berhasil melakukan transisi dengan baik dan menunjukkan pertumbuhan yang kuat di segmen layanan digital, maka ada potensi bagi saham BUKA untuk kembali menarik minat investor.
Namun, dalam jangka pendek hingga menengah, investor diproyeksikan akan tetap berhati-hati sambil menunggu bukti lebih lanjut tentang keberhasilan strategi baru ini.
"Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, saham BUKA akan menghadapi volatilitas tinggi dalam waktu dekat. Investor perlu mencermati perkembangan kinerja perusahaan serta respons pasar terhadap perubahan strategi yang dilakukan oleh manajemen BUKA," tutur Hendra.
Langkah Tepat
Secara terpisah, kepada Validnews, Rabu (8/1), Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji Gusta Nafan menilai langkah penutupan produk fisik pada marketplace Bukalapak cukup baik dan tepat.
Menurutnya, Bukalapak sejak awal sudah fokus ke digital marketplace dan hal ini menopang pertumbuhan, baik dari sisi total processing value, process action values maupun dari sisi gross merchandise values.
"Memang sebenarnya itulah yang dipertahankan dan juga dioptimalkan. Karena memang industri marketplace ini yang menjaga daya beli masyarakat Indonesia, yang di mana daya beli masyarakat Indonesia kan memang secara real memang tergerus karena terjadi penurunan tingkat persentase daripada kelas menengah sejak pandemi covid-19 hingga sekarang," ungkap Nafan.
Dia menilai bahwa industri marketplace sangat kompetitif karena ada perang harga, diskon atau bakar uang dan sebagainya yang membuat marketplace masih tumbuh dan e-transaction terus meningkat.
Dengan adanya rencana penutupan marketplace penjualan barang fisik Bukalapak, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan (top line) BUKA di masa mendatang.
Untuk performa bottom line Bukalapak, Nafan memprediksi shareholders masih harus bersabar karena Bukalapak masih mencatatkan kerugian.
"Untuk mencapai titik profitabilitas, manajemen Bukalapak harus terus menggejot kinerja top line-nya sekaligus harus bisa menekan cost of goods sold, apalagi operating expense. Jika Bukalapak bisa menutup layanan produk fisik marketplace-nya, lalu lebih fokus ke digital marketplace-nya, itu bisa semakin menekan cost atau operating expense, ini memang harus demikian untuk menyehatkan kinerja laporan keuangannya atau dalam rangka untuk jangka panjang ya butuh titik profitabilitas," ucap Nafan.
Ia mengestimasikan target harga tertinggi Bukalapak ada di kisaran Rp163 per saham.
“Rekomendasinya alternative buy karena harga saham Bukalapak sudah terjadi major sideways pada daily chart,” tutup Nafan.