13 Desember 2021
19:17 WIB
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA - Pemerintah resmi menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) 2022 dengan kenaikan rata-rata 12%. Kenaikan tarif CHT 2022 lebih rendah dari kenaikan 2021 yang sebesar 12,5%.
“Kenaikan cukai rata-rata rokok adalah 12%,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Press Statement: Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Jakarta, Senin (13/12).
Ia menuturkan, sigaret kretek mesin (SKM) I naik 13,9%; SKM IIA naik 12,1%; dan SKM IIB naik 14,3%.
Sementara sigaret putih mesin (SPM) I naik 13,9%; SPM IIA naik 12,4%; dan SPM IIB naik 14,4%.
Sedangkan, sigaret kretek tangan naik lebih rendah dibandingkan SKM dan SPM. SKT IA naik 3,5%; SKT IB naik 4,5%; SKT II naik 2,5%; dan SKT III naik 4,5%.
“Jadi, terjadi perbedaan kenaikan yang memang cukup tinggi antara yang mesin dengan yang menggunakan tangan,” kata Sri Mulyani.
Bendahara Negara mengatakan, dengan kenaikan tarif CHT, produksi rokok akan turun dari 320,1 miliar batang menjadi 310,4 miliar batang atau terjadi penurunan produksi 3,0%.
Ia melanjutkan, diharapkan indeks kemahalan rokok naik menjadi 13,78% dari 2021 yang hanya sebesar 12,7%.
Sementara itu, prevalensi merokok dewasa diproyeksi turun dari 33,2% menjadi 32,26% dan prevalensi merokok anak dari 8,97% menjadi 8,83%. “Jadi makin mendekati target dari RPJMN sebesar 8,7%,” imbuhnya.
Dari sisi ketenagakerjaan, dengan kenaikan tarif CHT, tenaga kerja berpotensi mengalami penurunan sebanyak 457-900 orang.
Sedangkan dari sisi penerimaan, CHT diestimasikan mencapai target anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) 2022 sebesar Rp193,53 triliun.
Kementerian Keuangan menyatakan, untuk meningkatkan efektivitas CHT dalam rangka mendukung upaya mengurangi konsumsi rokok, kenaikan tarif juga akan mencakup SKT yang juga akan diiringi dengan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT.
Melalui DBH CHT, pemerintah berupaya meningkatkan dukungan terhadap petani/buruh tani tembakau serta buruh rokok.
Pada 2021, 25% alokasi DBH CHT akan diarahkan ke sektor kesehatan, sedangkan 50% diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas bahan baku dan peningkatan keterampilan kerja (dalam rangka alih profesi atau diversifikasi tanaman tembakau bagi petani tembakau) dan pemberian bantuan, sementara 25% sisanya untuk penegakan hukum.
Penyederhanaan Struktur
Sri Mulyani mengatakan, pada 2022 ada penyederhanaan struktur tarif CHT. Ia bilang, simplifikasi layer tarif diubah dari 10 menjadi 8 layer.
Ia menjelaskan, tarif cukai yang hanya selisih Rp10 per batangnya akan dilebur. SKM IIA yang tarif cukainya Rp535 per batang akan dilebur dengan SKM IIB yang tarifnya Rp525 per batang.
Selain itu, juga ada SPM IIA yang tarif cukainya Rp565 per batang akan dilebur dengan SPM IIB yang tarif cukainya Rp555 per batang.
“Tujuannya agar kita menghindari terjadinya downtrading atau kelompok produksi menuju tarif yang lebih rendah dan juga untuk kita mengurangi produksi rokok sekitar 200 juta batang yang sejalan dengan RPJMN,” jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga bilang,. Penyesuaian tarif CHT juga diiringi dengan penyesuaian harga jual eceran (HJE) Minimum.
Ia menuturkan, penyesuaian HJE Minimum dilakukan dengan pertimbangan agar tarif cukai tidak melebihi batasan 57% dari HJE, terutama untuk jenis SKM dan SPM; dan pada jenis SKT, rata-rata harga transaksi pasar (HTP) telah melebihi rata-rata harga jual eceran HJE.
Alasan lain adalah kenaikan tarif cukai 2021 pada sigaret mesin sebagian diserap oleh pabrikan sehingga rata-rata HTP masih di bawah 100% HJE.
Juga, batasan HJE minimum dinaikkan sebesar rata-rata kenaikan tarif cukai. Dengan demikian, kenaikan tarif sigaret 12% diikuti kenaikan HJE 12%.
Dan, kenaikan HJE pada SKM IIA dan SPM IIA bernilai negatif karena dilakukan penggabungan layer dan mengikuti minimum HJE later IIB (mergeddown).
“Jadi, koreksi terhadap HJE ini tujuannya adalah untuk memperbaiki sesuai yang tidak menciptakan dan tidak memberikan ruang distorsi yang begitu jauh di mana HJE-nya sangat berbeda dengan penggunaan cukai dan harga dari pasarnya,” ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan, dengan penyesuaian HJE 12%, harga rokok di Indonesia akan menjadi Rp38.100 per bungkus (SKM isi 20 batang) atau termahal ketiga dibandingkan kawasan ASEAN-5.
“Namun demikian harga tersebut hanya sekitar 1/4 dari Singapura dan setengah dari Malaysia,” imbuhnya.