09 Januari 2025
10:54 WIB
Rupiah Melemah Ditekan Rencana Trump Deklarasi Darurat Nasional
Rencana Donald Trump mendeklarasikan darurat ekonomi nasional untuk mendorong kenaikan tarif impor telah membuat dolar AS menguat dan membuat rupiah melemah.
Editor: Fin Harini
Petugas menunjukkan uang dolar AS dan rupiah di Ayu Masagung Money Changer, Jakarta, Jumat (18/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Muhammad Ramdan
JAKARTA - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra mengatakan pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi rencana Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump mendeklarasikan darurat ekonomi nasional untuk mendorong kenaikan tarif bea masuk impor, sehingga membuat dolar AS menguat.
“Rencana kenaikan tarif Trump ini bisa menyurutkan aktifitas produksi di negara-negara produsen seperti China, Meksiko, Kanada, dan lain-lain, dan memicu pelambatan ekonomi,” ujarnya dikutip dari Antara, di Jakarta, Kamis (9/1).
Perang tarif yang akan muncul juga semakin memperlambat ekonomi, dan ekspektasi ini mendorong pasar masuk ke aset aman, yakni dolar AS.
Baca Juga: Analis Ramal Rupiah Awal 2025 Akan Fluktuatif Ditutup Menguat
Selain itu, dolar juga mendapatkan sentimen positif dari data klaim tunjangan pengangguran AS yang mencatatkan jumlah klaim 201 ribu, lebih rendah dari sebelumnya sebesar 211 ribu.
Pada pagi ini, indeks dolar AS turut bergerak lebih tinggi menjadi 109,0 dari sebelumnya 108,63.
“Hari ini IDR masih berpotensi melemah lagi terhadap dolar AS ke arah Rp16.250, dengan potensi support di kisaran Rp16.150,” ungkap Aris.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi melemah 19 poin atau 0,12% menjadi Rp16.230 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.211 per dolar AS.
Dilansir dari Yahoo Finance, dolar AS menguat pada Kamis didukung kenaikan imbal hasil Treasury, menempatkan yen, pound dan euro di bawah tekanan mendekati posisi terendah multi-bulan di tengah pergeseran ancaman tarif.
Ancaman AS soal tarif yang terus berkembang telah menyebabkan imbal hasil obligasi lebih tinggi, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun mencapai 4,73% pada hari Rabu, yang merupakan level tertinggi sejak 25 April. Pada perdagangan Asia, imbal hasil berada pada 4,6769%.
"Perubahan narasi Trump mengenai tarif tidak diragukan lagi berdampak pada USD. Tampaknya ketidakteraturan ini adalah sesuatu yang harus diadaptasi oleh pasar dalam empat tahun mendatang," kata Kieran Williams, kepala Asia FX di InTouch Capital Markets.
Ia menambahkan, meskipun pembicaraan tarif kemungkinan akan mendukung USD dalam jangka pendek, hal ini juga menimbulkan kompleksitas dengan implikasi yang tidak diketahui.
Aksi jual di pasar obligasi telah membuat dolar menguat dan membayangi pasar mata uang. Euro turun ke US$1,03095, tetap mendekati level terendah dua tahun yang dicapai minggu lalu karena investor masih khawatir mata uang tunggal tersebut akan jatuh ke angka $1 tahun ini karena ketidakpastian tarif.
Baca Juga: BI-Rate Diperkirakan Turun Tahun Depan Agar Rupiah Stabil
Pound sedikit berubah pada US$1,2353 pada awal perdagangan Asia, setelah mencapai titik terlemahnya sejak April pada hari Rabu karena imbal hasil obligasi pemerintah Inggris mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun.
Yen berada di level 158,2 per dolar, setelah menyentuh level terendah dalam enam bulan di 158,55 pada hari Rabu, berada di dekat angka penting 160 yang menyebabkan Tokyo melakukan intervensi di pasar pada bulan Juli lalu.
Yen melemah lebih dari 10% terhadap dolar tahun lalu dan mengawali tahun 2025 dengan lemah, karena para pedagang khawatir terhadap intervensi lain menjelang pertemuan Bank Sentral Jepang akhir bulan ini.