c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

16 November 2023

20:37 WIB

Riset Inovasi dan Regulasi Jadi Kunci Hilirisasi Sawit di Indonesia

Ambisi Indonesia untuk menciptakan hilirisasi pada ekosistem industri sawit masih terkendala. Dua solusi utama yang bisa menggenjot hilirisasi sawit.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

Riset Inovasi dan Regulasi Jadi Kunci Hilirisasi Sawit di Indonesia
Riset Inovasi dan Regulasi Jadi Kunci Hilirisasi Sawit di Indonesia
Ilustrasi hilirisasi kelapa sawit. Fasilitas Upfield Indonesia di Cikarang memproduksi margarin untuk memenuhi kebutuhan pasar, baik domestik maupun ekspor. Upflied Indonesia/Dok

JAKARTA - Direktur Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper, Purwadi mengungkapkan, hilirisasi industri sawit di Indonesia saat ini masih belum maksimal. Untuk mengoptimalkan hilirisasi tersebut maka diperlukan riset inovasi dan regulasi tegas bagi perusahaan multinasional yang menjadi pembeli Crude Palm Oil (CPO) Indonesia.

Pada penjelasannya, Purwadi mengatakan terdapat lima leveling hilirisasi sawit, yakni level 1 hingga 3 sudah ada di Indonesia. Sedangkan level 4 dan 5 masih dikuasai oleh perusahaan multinasional yang tidak ada di Indonesia, sehingga nilai tambah yang diperoleh dari industri sawit ini belum optimal diperoleh Indonesia.

Baca Juga: Kemenperin: Ada 179 Jenis Hilirisasi Kelapa Sawit

Di level 1 hingga 3, struktur industri sawit cenderung bersifat oligopsoni, yaitu jumlah penjual sawit dalam Tandan Buah Segar (TBS) di petani lebih banyak dibandingkan pada level 4 dan 5 yang pelaku industrinya cenderung semakin sedikit meskipun kapasitas industrinya semakin besar.

“Semakin gede ini industrinya di level 4 – 5 ini sudah industri multinasional. Teknologi yang dipakai tinggi-tinggi. Maka ada dua solusi saja agar hilirisasi kita bisa 5 leveling,” ujar Purwadi dalam agenda Special Dialogue “Menata Masa Depan Kelapa Sawit Indonesia”, Kamis (16/11).

Solusi pertama yaitu, Purwadi meminta agar Indonesia melakukan riset inovasi untuk menemukan teknologi yang digunakan pada industri sawit di level 4 hingga 5. Solusi kedua adalah memaksa industri-industri multinasional yang bergerak di level 4 hingga 5 untuk relokasi ke Indonesia melalui kebijakan.

Industri sawit, menurut Purwadi, merupakan industri pangan fungsional, yang hasil produknya menjadi kebutuhan sehari-hari. Namun saat ini, pelaku industri sawit di level atas yang merupakan perusahaan multinasional, tidak ada yang memiliki perusahaan di Indonesia. Jika relokasi berhasil dilakukan, maka menurutnya Indonesia bisa mengelola harga sawit di dalam negeri.

“Jadi cita-cita untuk mengelola harga di dalam negeri tercapai, serapan dalam negeri juga tinggi,” jelasnya.

Baca Juga: Apkasindo: Ada 3 Tantangan Pengembangan Industri Sawit

Lebih lanjut, Petani Sawit Milenial Kalimantan Timur, Ahmad Indradi mengakui bahwa hilirisasi sawit menjadi peluang petani untuk memberikan nilai tambah pada sawit, yang semula hanya menjual TBS namun bisa beralih menjual setidaknya dalam bentuk CPO, minyak merah, atau minyak goreng. Sayangnya, kemampuan petani sawit di Indonesia hanya baru bisa memproduksi sawit hingga TBS karena terkendala pada riset dan modal.

“Selama ini di petani sudah mencoba dengan menggunakan teknologi di perusahaan-perusahaan dan pabrik besar, yang kemudian dikecilkan ukurannya. Tapi ternyata kendalanya, memang diperlukan riset lagi,” kata Indra.

Indra berharap, ke depan ada inovasi teknologi yang berbiaya ekonomis namun dapat menghasilkan produk secara efisien. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar