27 Februari 2024
15:30 WIB
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) mengatakan, siap untuk merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020, tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO). Hal tersebut dilakukan setelah perpres yang mengatur aturan itu telah direvisi dan diterbitkan.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementan Prayudi Syamsuri mengatakan, Permentan yang hendak direvisi tersebut sejalan dengan Perpres Nomor 44 Tahun 2020 tentang ISPO yang saat ini sedang dalam proses pengubahan.
"Kalau dengan sesuai permintaan bahwa setelah 3 bulan revisi perpres hadir, maka Permentan tentang ISPO di hulu ini akan kami coba terbitkan segera," tuturnya, di Jakarta, Selasa (27/2).
Dia menjelaskan mekanisme yang berubah melalui revisi Perpes ISPO yakni Lembaga Sertifikasi Indonesian Sustainability Palm Oil (LSISPO) tidak wajib terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perkebunan.
Perpres itu juga akan memberikan sanksi bagi LSISPO dan pelaku usaha yang tidak melakukan pelaporan kegiatannya, serta melanggar ketentuan, dan kewajiban ISPO di tanah air.
Selain itu, proses penetapan Penilaian Usaha Perkebunan (PUP) tidak lagi menjadi persyaratan pengajuan sertifikasi ISPO bagi perusahaan perkebunan. Dia mengatakan, untuk permentan yang hendak direvisi, pihaknya akan menilik beberapa poin yang perlu disusun ulang dan disesuaikan setelah revisi Perpres Nomor 44 Tahun 2020 terbit.
Adapun poin-poin tersebut antara lain yakni prinsip dan kriteria ISPO, persyaratan dan tata cara sertifikasi, penilikan oleh lembaga sertifikasi ISPO, serta pembiayaan. Lebih lanjut Prayudi mengatakan, baik revisi perpres maupun permentan terkait ISPO, bertujuan untuk membuat industri kelapa sawit Indonesia lebih menghasilkan bagi perekonomian.
"Jadi prinsipnya kita coba mulai dari pengalaman selama ini, kita akan menyederhanakan ISPO sehingga bisa mempercepat implementasinya baik di level perusahaan maupun pekebun," tuturnya.
Sektor Hilir
Sebelumnya, Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyebutkan, sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, akan diperluas ke sektor hilirnya. Putu mengatakan, selama ini sertifikat ISPO hanya meliputi sisi hulu yaitu di perkebunan dan hasil pengolahan kebunnya.
Namun, atas inisiasi Kemenko Perekonomian, ruang lingkup sertifikasi ISPO pun didorong untuk bisa diperluas hingga ke sisi hilir untuk mendongkrak daya saing produk turunannya termasuk energi atau bahan bakar.
"Revisi Perpres 44/2020 tentang ISPO sedang dalam proses untuk penyelesaian. Kita sudah ada beberapa rapat PAK atau panitia antarkementerian. Jadi, sudah banyak sekali yang kita sepakati, sehingga dalam waktu segera, mudah-mudahan bisa selesai. Ini bentuk bagaimana kita mengantisipasi kebijakan-kebijakan global yang ada," katanya dalam Kick Off Pendampingan Industri 4.0 Industri Makanan dan Minuman di Jakarta, Selasa.
Putu berharap dengan diperluasnya ruang lingkup sertifikasi ISPO, maka nantinya hanya ada satu ISPO yang diterapkan secara nasional.
"Kami berharap dalam waktu tidak lama lagi kita sudah mempunyai ISPO yang hanya satu. Jadi, sertifikasi ISPO hanya satu secara nasional, tidak ada lagi ISPO hilir, ISPO hulu, ISPO rantai pasok, tapi kemarin sudah kita sepakati itu hanya ISPO," tuturnya.
Putu pun menilai perluasan ruang lingkup sertifikasi ISPO hingga ke hilir akan meningkatkan nilai keberterimaan produk sawit dan turunannya di pasar global.
"Pertama sekali, manfaatnya bahwa kita akan bisa men-declare, bisa menyampaikan, kepada masyarakat global bahwa produk-produk yang dibutuhkan global itu sustainable (berkelanjutan). Itu ramah lingkungan. Dan, itu traceability (keterlacakan) produksinya, siapa yang terkait di sana itu ada semua," bebernya.
Kendati tidak menyebut secara gamblang perluasan sertifikasi ISPO ke hilir itu merupakan upaya melawan regulasi antideforestasi dari Uni Eropa, Putu mengatakan hal itu dilakukan sebagai upaya antisipasi.
Dia juga menekankan, pengelolaan hasil sawit berkelanjutan wajib dilakukan seiring dengan permintaan pasar menuju ke arah yang lebih ramah lingkungan.
"Ini bukan melawan kebijakan (antideforestasi), tapi biar sesuai. Karena masyarakat dunia arahnya sudah begitu. Dan, kita mengelola industri, mengelola lingkungan, harus seperti itu, karena intinya harus sustainable," tandasnya.