22 Mei 2024
19:37 WIB
Revisi Ketiga, Ini Tujuh Substansi Penting Permendag 8/2024
Permendag 8/2024 menyederhanakan ketentuan prosedur impor, terutama dalam mengatasi sejumlah kendala perizinan impor yang mengakibatkan penumpukan kontainer di pelabuhan
Penulis: Erlinda Puspita
Ilustrasi. Petugas Bea dan Cukai mengawasi aktivitas ekspor impor di Pelabuhan Tanjung Priol, Jakarta. dok. Antara
JAKARTA – Terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag sebelumnya tentang larangan dan pembatasan barang impor, masih menjadi pembicaraan publik. Direktur Impor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arif Sulistyo menyatakan, terdapat tujuh substansi ketentuan dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Permendag 8/2024 ini juga merupakan respon pemerintah usai menerima banyaknya aduan terkait banyak kontainer yang tertahan di pelabuhan utama.
“Penerbitan Permendag 8/2024 yang mulai berlaku pada 17 Mei 2024 merupakan tindak lanjut arahan Presiden pada rapat internal tanggal 17 Mei 2024. Presiden memberi arahan untuk merevisi Permendag 36/2023. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan kendala perizinan impor dan penumpukan kontainer di pelabuhan utama seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak,” tutur Arif dalam keterangan resminya, Rabu (22/5).
Adapun tujuh substansi yang dimaksud antara lain, Pertama terkait relaksasi persyaratan permohonan Persetujuan Impor (PI) oleh importir pemilik Angka Pengenal Importir – Produsen (API-P) untuk barang komplementer, tes pasar, dan purnajual untuk 18 komoditas yang dibatasi impornya menjadi tanpa memerlukan pertimbangan teknis (pertek).
Kedua, terkait relaksasi pengaturan impor untuk 11 kelompok komoditas. Komoditas tersebut yang dimaksud adalah elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, katup, bahan baku pelumas, bahan kimia tertentu (1 HS), tekstil dan produk tekstil (2 HS), dan barang tekstil sudah jadi lainnya (1 HS).
Substansi ketiga adalah relaksasi pengaturan pengeluaran barang impor khusus untuk komoditas yang tiba di pelabuhan tujuan mulai 10 Maret 2024 hingga 17 Mei 2024 dan tertahan di pelabuhan tujuan. Terdapat setidaknya 26 ribu kontainer dalam kondisi tersebut.
Substansi keempat yaitu terkait pengecualian larangan dan pembatasan (lartas) impor barang kiriman komoditas besi, baja, dan produk turunan untuk kegiatan usaha maksimal US$1.500 per pengiriman yang diimpor oleh Importir Pemilik (API-P) tanpa batasan frekuensi pengiriman.
Sustansi kelima adalah terkait simplikasi persyaratan pengajuan surat keterangan untuk pengecualian lartas impor barang contoh yang tidak diperdagangkan, serta barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan produk oleh importir pemilik API-P.
Selanjutnya, substansi keenam yakni terkait penambahan ketentuan pengecualian lartas tidak untuk kegiatan usaha berupa barang kiriman pribadi, dapat diimpor dalam keadaan baru maupun tidak baru, tanpa batasan jenis dan jumlah barang. Kecuali untuk barang dilarang impor, barang berbahaya, dan kendaraan bermotor tidak diberikan pengecualian lartas impor.
Untuk barang kiriman pribadi berupa telepon seluler, komputer genggam (handheld), dan komputer tablet dari luar daerah pabean ke dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB), paling banyak dua unit per pengiriman.
Substansi ketujuh adalah terkait penambahan ketentuan impor barang bawaan pribadi berupa telepon seluler, komputer genggam, dan komputer tablet (HKT) dari luar daerah pabean ke dalam KPBPB, ditentukan paling banyak dua unit untuk satu kali kedatangan dalam satu tahun.
“Kami harap langkah cepat pemerintah menerbitkan Permendag 8/2024 ini dapat mengatasi berbagai hambatan dalam proses impor dan mendukung kelancaran perdagangan di Indonesia. Pemerintah tetap mengedepankan upaya untuk selalu menjaga industri dalam negeri dan investasi. Pelaku usaha menyambut baik perubahan ini, serta mengharapkan kelancaran operasional dan peningkatan efisiensi dalam rantai pasokan,” jelas Arif.
Tiga Kali Revisi
Catatan saja, regulasi pembatasan impor dimulai pada lahirnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Seiring perjalananannya, regulasi tersebut sudah 3 kali dilakukan revisi karena dianggap belum mengakomodir kebutuhan industri di tanah air.
Pada awal tahun ini, permendag 36/2023 direvisi menjadi Permendag 3/2024, kemudian berubah lagi menjadi Permendag 7/2024, dan terbaru kembali dilakukan revisi menjadi Permendag 8/2024.
Arif pun menyampaikan jika pemerintah berkomitmen akan terus mendengar dan menanggapi masukan dari para pelaku usaha terkait kebijakan baru ini. Sesuai data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, hingga 17 Mei 2024 terdapat 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan sebanyak 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak yang belum bisa mengajukan Dokumen Pabean Impor karena kendala perizinan impor.
Kontainer tersebut terdiri atas komoditas besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, dan sejumlah komoditas lainnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengungkapkan, revisi Permendag No. 36 Tahun 2023 memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian Indonesia terutama bidang ekspor-impor.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 (Permendag 8/2024) tentang larangan pembatasan (lartas) barang impor, lebih efektif dibandingkan dengan peraturan sebelumnya lantaran terdapat relaksasi bagi tujuh kelompok barang dan sejumlah komoditas.
Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, Permendag 8/2024 menyederhanakan ketentuan prosedur impor, terutama dalam mengatasi sejumlah kendala perizinan impor yang mengakibatkan penumpukan kontainer di pelabuhan.
"Terbitnya Permendag 8/2024 penting agar relaksasi ini tidak disalahgunakan bagi impor ilegal atau untuk diperdagangkan bebas di pasar dalam negeri secara tidak sehat, ketika tergolong sebagai barang komersial," ujar Shinta dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Shinta menyampaikan, kebijakan ini sejalan dengan aspirasi pelaku usaha yang membutuhkan kemudahan impor bahan baku atau penolong dan barang modal industri, mengingat pengetatan impor produk konsumsi dan impor ilegal menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat.