c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

25 September 2023

17:01 WIB

Ratusan Pengurus Koperasi Magang Untuk Modernisasi

Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat mengkhawatirkan, turunnya daya beli terhadap produksi industri kecil menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM), termasuk sektor tekstil.

Editor: Rikando Somba

Ratusan Pengurus Koperasi Magang Untuk Modernisasi
Ratusan Pengurus Koperasi Magang Untuk Modernisasi
Seorang warga melintas di depan logo Koperasi Indonesia di dinding Stadi on Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Antara Foto/Ari Bowo Sucipto

JAKARTA -Ratusan individu yang terlibat di berbagai koperasi kini mulai mengikuti magang yang dilaksanakan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM). Mereka adalah 270 pengurus dan pengelola koperasi sebagai salah satu upaya merealisasikan target 500 koperasi modern.

Tiga koperasi yang menjadi tempat pembelajaran adalah KUD Mino Saroyo di Cilacap, Jawa Tengah, untuk Koperasi Nelayan; Kopsyah Benteng Mikro Indonesia di Tangerang, Banten, untuk Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS/BMT); dan Kopontren Al-Ittifaq di Bandung, Jawa Barat untuk Kopontren.

"Program magang seperti ini mendatangkan banyak manfaat bagi pengembangan koperasi ke depan," ucap Maldison salah seorang peserta magang di Ponpes Al-Ittifaq asal Kabupaten Agam, Sumatera, seperti dikutip dari keterangan resmi KemenKopUKM di Jakarta, Senin (25/9).

Maldison yang merupakan pengurus Koperasi Konsumen Syariah Ponpes Diniyyah Pasia, menilai bahwa ilmu dari program magang yang diperolehnya akan sangat bermanfaat karena mencakup pengetahuan tentang manajemen sebuah koperasi yang baik dan benar. Termasuk, bagaimana meningkatkan omzet koperasi dan meningkatkan kesejahteraan anggota.

Belum lagi kondisi wilayahnya yang sama dengan Ponpes Al-Itifaq, yaitu berada di daerah dingin. Sehingga bisa menjadi sarana untuk belajar mengembangkan sektor pertanian dan peternakan.



Peserta magang lainnya adalah salah satu pengurus Kopontren Al Hikmah 2 Benda asal Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, bernama Akmari. Dia mengaku, beruntung mendapat kesempatan mengikuti program magang selama tujuh hari di Al-Ittifaq dan akan mengembangkan usaha sektor riil, khususnya pertanian.

Ilmu dan pengetahuan lainnya yang didapat Akmari di Al-Ittifaq adalah koperasinya harus bermitra dengan pengusaha dan koperasi lainnya untuk mengembangkan usaha dan UMKM agar bisa naik kelas.

“Kami banyak belajar bagaimana mengelola kelembagaan koperasi modern dengan mengaplikasikan digitalisasi," kata Akmari.

Peserta lainnya, pengurus Koperasi Konsumen Kopontren Rohmatul Ummah (Tulungagung, Jatim) Purwanto mengaku dirinya baru tahu ilmu pertanian secara menyeluruh saat magang di Al-Ittifaq, yakni bagaimana setiap hari harus panen, harus tanam dan sebagainya. Dia juga menyebutkan penerapan digitalisasi di Kopontren Al-Ittifaq menjadi bekal tersendiri bagi koperasinya.

Ia pun berharap tetap ada pendampingan dari KemenKopUKM dan Al-Ittifaq saat mengimplementasikan ilmu yang didapat selama magang. “Ke depan, kami bisa copy paste dari keseluruhan yang ada di Al-Ittifaq," ucap Purwanto.

Sementara, di Jawa Barat, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Barat mengatakan, turunnya daya beli terhadap produksi industri kecil menengah (IKM) dan Usaha Kecil Menengah (UKM), termasuk sektor tekstil, semakin menambah ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Dikutip dari Antara, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jawa Barat Rachmat Taufik Garsadi mengatakan, kebanyakan pekerja formal di wilayahnya sebesar 70% dari 24 juta pekerja, masuk pada sektor UKM dan IKM.

Khawatirkan PHK
Menurut data, kata Taufik, PHK secara resmi kecil, tetapi dari data BPJS Ketenagakerjaan yang mengambil Jaminan Hari Tua (JHT), artinya yang tak bekerja lagi, mencapai lebih dari 150 ribu orang.

"Ini yang paling berat di Jabar. Di sini sudah banyak sekali pabrik yang tutup pindah daerah dan sebagainya ini menurunkan daya beli. Dan saat ini produk UKM dan IKM (terutama tekstil) tidak terserap seiring serangan impor akan menambah ancaman itu karena 90 persen di kita IKM dan UKM," ucapnya di Bandung, Senin. 

Sementara, Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman menjelaskan adanya serangan barang impor dengan harga di bawah pasar, mendorong rendahnya permintaan baik itu pedagang pasar domestik maupun pedagang online yang berimbas pada penutupan industri.

"Itu terdampak ke kami (produsen), sudah banyak penutupan, jadi memang Jabar ini sudah banyak sekali, udah bukan hitungan satu atau dua tapi sudah banyak, dampaknya mungkin timbul pengangguran seiring beberapa bulan ini merosot," katanya.

Sebelumnya, Menkop UKM Teten Masduki mengatakan berbagai masukan yang disampaikan pengusaha dan hasil tinjauannya ke Kabupaten Bandung pada Minggu (24/9), akan dikoordinasikan lebih lanjut di tingkat pemerintah pusat melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg), mengingat kewenangan soal impor yang diduga melakukan praktik predatory pricing tersebut ada di Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan.

Dia juga menyatakan, soal usulan penetapan harga pokok penjualan (HPP) khusus untuk barang impor, seperti China yang menetapkan bahwa barang masuk dari luar negeri tidak boleh lebih rendah dari Harga Pokok Penjualan (HPP) demi melindungi industri dalam negeri.

Pasalnya, efek membanjirnya barang impor yang juga menerapkan predatory pricing atau jual rugi melalui daring atau online, mengakibatkan berbagai pusat penjualan besar seperti ITC Kebon Kalapa, Pasar Andir, hingga Pasar Tanah Abang sepi. Bahkan, produsen sendiri tidak bisa bersaing dalam platform daring. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar